Kalau yang mbak uraikan ini saya setuju banget.
Tapi saya suka bertanya apa yang membuat seseorang itu feminis atau tidak?

Ada diskusi yg menarik (buat saya) di milis sebelah. Ada yg melihat
feminisme sbg sebuah agama baru.
Tentu ini tidak benar, bila kita melihatnya dari kacamata semesta ilmu
pengetahuan, bedanya feminisme dalam semesta ilmu pengetahuan dengan agama
yg berakar ke metafisika atau apalah itu.. wilayahnya orang filsafat :P. Dan
ini udah dijawab oleh feminis -akademik. Tapi saya memahami pendapat orang
itu. Feminisme sbg agama disini lebih membicarakan soal hubungan si feminis
dengan feminisme itu sendiri sebagai sebuah isme, atau lebih tepatnya.... a
set of beliefs. Dalam konteks ini, feminisme sbg sebuah prinsip2, nilai2
yang diyakini. Bukan sebagai sebuah "agama" dalam pengertian agama yg
"normal".

Kalau kita bicara feminisme sbg sebuah "agama" atau a set of beliefs, tentu
kita bicara soal tiga hal: iman, ilmu dan amal :-). Yang seringkali layaknya
orang yg "beragama" ada gap antara iman, ilmu dan amal tadi :-) Seseorang
bisa menjadi feminis karena buku2 yg dia baca atau karena lingkungan/tradisi
atau karena keduanya. Semuanya sering bersinggungan dan berinteraksi. Ini yg
menyebabkan "turun-naiknya" keimanan feminisme seseorang (hehehe.. ini saya
lagi asbun saja, tapi gpp kan ya, sesekali bicara yg asbun-asbun hehehe).
Maksudnya, kadang-kadang tradisi lebih kuat dari bacaan. Dalam hal ini,
meskipun si "feminis" sudah melahap habis teori-teori feminis dan bahkan
memperjuangkannya, mencoba "mengamalkannya", kadang2 tanpa sadar dia
ternyata masih terjebak dalam budaya/tradisi patriarki. Atau sebaliknya,
bisa jadi orang yang tidak memiliki latar belakang pengetahuan yang cukup
mengenai feminisme ternyata dia bisa jadi seorang feminis, karena tradisi...


Dan seperti yang mbak katakan, laki2 (atau perempuan) ada yg sebenarnya juga
ingin berubah. Jadi bisa saja misalnya, seseorang yang tadinya bukan
feminis, bergerak ke arah seorang feminis.. meskipun misalnya dia seorang
patriarki... but benevolent (hehehe....)

Hehehe.. gak tau ya, berdasarkan pengalaman saya sih begitu. Saya kadang2
mengobservasi orang2 di lingkungan saya. Kadang2 saya mempertanyakan
ke-feminis-an seseorang.. maksudnya, feminis tapi kok sikap dan tindak
tanduknya tidak seperti feminis ya? Baik feminis perempuan maupun laki2. Di
sisi lain, ada yang patriarchal (but benevolent) dan ketika dia berinteraksi
dengan seorang feminis, tentunya pasti ada gesekan laaaaa.. tapi kemudian
bisa menerima perubahan itu dan mampu mengubah relasi di antara keduanya.
And voila... dia kok (tanpa sadar) jadi seorang feminis? weleh-weleh...
bukan karena alasan di"brainwash" dng isme-isme atau ideologi feminis, tapi
simply karena alasan kepraktisan dan kemanfaatan, seperti yg mbak bilang.
Bukan sesuatu yg sifatnya ideologis sama sekali. Cuma sekedar alasan
kepraktisan dan kemanfaatan. Sementara sebaliknya, yang melihatnya sbg
sebuah ideologi, a set of beliefs, kadang2 kesulitan mengaplikasikannya di
tataran praktis.. ironis. Maksudnya, meski sudah menguasai ilmunya, memiliki
ilmunya, tapi rupanya interaksi dan prosesnya belum kelar... tahap amal-nya.

Memang benar pepatah yg bilang: don't judge a book by its cover. Karena
manusia tidak statis seperti buku. Wong buku aja bisa dicetak ulang dng
cover yg berbeda toh? hehehe... kita terus-menerus berproses dan
berinteraksi dng apa yg kita yakini.



2008/6/18 Mia <[EMAIL PROTECTED]>:

>   Iya betul. Laki2 atau bahkan perempuan yang merasa terancam dengan
> kemandirian perempuan harus sadar ini persepsi yang keliru, karena
> kemandirian perempuan itu kan bermanfaat bagi masyarakat laki2 maupun
> perempuan. Tekankan manfaatnya.
>
> Sebaliknya perempuan yang berstandar ganda seperti yang dicontohkan
> mba Herni, itu juga nggak bermanfaat karena membatasi pilihan
> jodohnya sendiri. Pilihan jodoh itu nggak tergantung karir hebat ini
> itu, yang penting sekufu, yang penting bisa jadi soul mate.
>
> Saya cuma mengingatkan, bahwa patriarki itu menguasai nggak hanya
> laki2 tapi juga perempuan. Jadi sebagian laki2 ada yang feminis,
> ada yang nggak , sebagian perempuan ada yang feminis, ada yang nggak,
> ringkasnya gitu.
>
> salam
> Mia
>
>


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke