Mbak rama
Gadis pks
Teriak kencang
Tentang korupsi

Pak harto 
Biangnya korupsi
Tapi didakwa pahlawan
Oleh pks tersayang

Mari kita makan makan
Rayakan partai guru bangsa, nan
Angkat koruptor jadi pahlawan




-----Original Message-----
From: rama yanti <[EMAIL PROTECTED]>

Date: Tue, 11 Nov 2008 05:34:56 
To: <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
Subject: Re: [wanita-muslimah] pembuat UU anti korupsi ditangkap karna korupsi 
(korupsi di kalangan akademisi)


ah,..pak ari,..


anda itu bener2 aneh.

nuding orang gak nyambung tapi anda sendiri gak nyambung

sperti nya anda tidak layak saat ini saya komentari,

karna apa??

karna anda sangat sangat tidak ilmiah,...



apa hubunganya postingan saya ini dgn pks dan pak harto??


coba./..saya tanya dgn hati anda wahai pak ary


anda emang tidak akademisi menjawab pertanyaan2


cobalah objektif.

anda tahu, maksud saya posting itu?/

sebuah pelajaran bagi kita semua, bahwa korupsi jadi suatu bencana apalagi 
sebagai tersangkanya seorang akademis dan seorang aktivis walau diakui atau 
tidak.

ah,.anda reject dalam kamus saya.

maaf,..no comment untuk anda!!!
saran saya
objektiflah,..!!


--- On Tue, 11/11/08, Ari Condro <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
From: Ari Condro <[EMAIL PROTECTED]>
Subject: Re: [wanita-muslimah] pembuat UU anti korupsi ditangkap karna korupsi 
(korupsi di kalangan akademisi)
To: "Milis wm" <wanita-muslimah@yahoogroups.com>
Date: Tuesday, November 11, 2008, 5:21 AM










    
            Kalau pks mau mengangkap pak harto sebagai pahlawan.  Mantep kan.



Pak harto memang tidak bersalah dan tidak pernah terima uang korupsi, ya toh ?  
:))





-----Original Message-----

From: rama yanti <[EMAIL PROTECTED] com>



Date: Tue, 11 Nov 2008 05:03:04 

To: <wanita-muslimah@ yahoogroups. com>

Subject: [wanita-muslimah] pembuat UU anti korupsi ditangkap karna korupsi 
(korupsi di kalangan akademisi)





http://www.detiknew s.com/read/ 2008/11/11/ 174754/1035309/ 159/setiap- 
bulan-dapat- rp-10-juta- tapi-aman- aman-saja







Setiap Bulan Dapat Rp 10 Juta, Tapi Aman-Aman Saja



Jakarta - Prof. Dr. Romli Atmasasmita adalah guru

besar Fakultas Hukum Pidana dari Universitas Padjajaran. Ia juga bekas

Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Depkum HAM. Saat ini pakar hukum

yang sering menyoroti masalah korupsi tersebut mendekam di tahanan

karena diduga korupsi.



Kejaksaan

Agung menahan Romli Atmasasmita setelah ditetapkan sebagai tersangka

korupsi sistem administrasi badan hukum Departemen Hukum dan HAM yang

merugikan negara hingga RP 400 miliar.



"Dari keterangan saksi

dan alat bukti, Romli sudah cukup untuk ditetapkan sebagai tersangka

dan perlu dilakukan penahanan," kata Ketua tim penyidik Faried Haryanto.



Masalah

yang membelit Romli bermula ketika Ditjen AHU memberlakukan sistem

administrasi badan hukum (sisminbakum) 2001 lalu. Dalam sistem tersebut

Ditjen AHU menetapkan biaya akses fee dan biaya pemasukan negara bukan

pajak (PNBP) sejumlah layanannya. 



Sayangnya biaya akses

tersebut tidak masuk ke kas negara melainkan masuk ke rekening PT

Sarana Rekatama Dinamika (SRD), selaku provider layanan tersebut. PT

SRD merupakan rekanan Ditjen AHU. Dari hasil kerjasama tersebut 90%

akses fee yang masuk mengalir ke PT SRD. Sedangkan Ditjen AHU melalui

Koperasi Karyawan Pengayoman hanya kebagian 10%.



Jatah 10% itu

kemudian dibagi lagi. 40 % untuk koperasi dan 60% dibagikan kepada

beberapa pejabat Ditjen AHU dengan nilai bervariasi. Untuk Dirjen AHU

yang sempat dijabat Romli Atmasasmita, kebagian Rp 10 juta per bulan.

Untuk Sekjen AHU per bulan kecipratan Rp 5 juta. Adapun para direktur

dan kepala Sub-Direktorat

masing-masing mendapat jatah Rp 1,5 juta per bulan.



Keterlibatan

Romli tentu sangat mengejutkan. Sebagai seorang akademisi dan pengamat

hukum pidana yang terpandang, ternyata Romli telah melakukan perbuatan

yang selama ini selalu dikritrisinya, yaitu korupsi.



Direktur

Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gajah Mada (UGM) Zainal

Arifin Muchtar membenarkan Romli memang salah seorang yang membantu

pembuatan substansi Undang-Undang antikorupsi. Namun bukan berarti

Romli sebagai aktivis antikorupsi.



"DPR dan pejabat hukum juga

banyak yang terlibat dalam perumusan UU antikorupsi. Tapi apakah DPR

bisa disebut sebagai aktivis korupsi? Tentu tidak kan?" tegas Zainal

saat dihubungi detikcom.



Tapi menurut Zainal, kasus yang

melibatkan Romli lebih dominan disebabkan buruknya birokrasi di

Indonesia. Birokrasi yang buruk itu kemudian menjebak siapa saja yang

ada di dalamnya. Siapa yang tergoda dengan jebakan birokrasi tersebut

maka ia pun hanyut dalam kebobrokan birokrasi, yakni korupsi.



Dalam

kasus Romli misalnya. Setiap bulan ia menerima Rp 10 juta sebagai jatah

dari biaya akses fee. Tapi selama itu atasannya Romli, yakni Menteri

Hukum dan HAM tidak mengetahuinya. "Ini kan aneh. Berarti penerimaan

uang haram tersebut sudah dianggap wajar," ujarnya.



Birokrasi

yang korup itu pula yang membuat Mulyanan W. Kusumah, kriminolog

Universitas Indonesia akhirnya tergoda saat menjabat sebagai anggota

Komisi Pemilihan Umum. Ia tertangkap basah saat berusaha menyuap

Khairiansyah Salman, auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang tengah

mengaudit laporan keuangan KPU.



Selanjutnya, Mulyana divonis

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi satu tahun tiga bulan penjara. Mulyana

dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi pengadaan kotak suara pemilihan

umum 2004 yang merugikan negara sebesar Rp 15,7 miliar.



Masuknya

akademisi sekaliber Romli Atmasasmita dan Mulyana W. Kusumah dalam

jerat korupsi, ujar Zainal, menunjukan kalau kondisi birokrasi di

Indonesia sudah sangat parah. "Ini bukan hanya masalah individunya

saja. Tapi lebih dominan disebabkan kondisi birokrasi yang tidak

sehat," kata Zainal.



Untuk itu ia berharap Romli mau membeberkan

semua yang diketahuinya. Supaya siapa pun yang terlibat dalam kasus

tersebut, termasuk Yusril Ihza Mahendra, yang saat itu menjabat Menkum

HAM, bisa diperiksa juga. Sehingga kebobrokan birokrasi di lembaga yang

sekarang dipimpin Andi Mattalata bisa dibongkar.



Apalagi, imbuh

Zainal, masing -masing departeman selama ini bukan dipimpin seseorang

yang punya kapasitas dan kapabilitas. Melainkan lantaran kepentingan

politik semata. "Kasus Romli harus jadi pembelajaran. Sehingga bisa

dijadikan model dalam pemberantasan korupsi ke depan," pungkasnya.( ddg/iy)





      



[Non-text portions of this message have been removed]







[Non-text portions of this message have been removed]




      

    
    
        
         
        
        








        


        
        


      

[Non-text portions of this message have been removed]




[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke