Mas Rizal
pada kenyataannya juga tidak ada sistem yang sempurna, bahkan sistem
kekhalifahan sekalipun
pada masa Rasulullah, konflik antar sahabat bisa diredam karena masih
ada Rasul tempat bertanya, sehingga sahabat bisa langsung bertanya
pada beliau dan masalah bisa langsung diselesaikan

namun setelah Rasulullah wafat, terjadi perpecahan antar sahabat yang
makin lama makin membesar yang berujung pada fitnah, konflik, dan
pembunuhan pada khalifah2 setelah Abu Bakar Ash-shidiq

Mas Rizal, bukan partainya yang salah, karena semangat pembentukan
partai adalah penyaluran aspirasi dari banyak orang. Kalau
penyalurannya benar maka seharusnya nggak perlu terjadi konflik yang
berat, cukup hanya perbedaan pendapat semata, karena masing2 isi
kepala orang berbeda2 dan kita tidak bisa menyeragamkannya.

Memang kalau melihat kenyataan saat ini, kondisi kepartaian kita masih
menyedihkan. Hal ini menurut saya karena perasaan yang berlebihan
terhadap partai. Memandang partai sebagai satu-satunya yang benar,
bahkan menganggap partai sebagai agama yang harus dibela mati-matian,
sementara orang dari partai lain dianggap sebagai "kafir" atau musuh
yang dilawan habis-habisan. Ini yang menurut saya tidak benar.

Demikian juga, secara teoritis Islam itu kan rahmat buat semua, namun
pada kenyataan saat ini, implementasi islam dalam kehidupan
sehari-hari masih jauh panggang dari api. Apa berarti Mas Rizal
menyalahkan islamnya yang tidak sesuai dengan kenyataan? Mudah2-an
tidak begitu.

salam,
--
wikan
2008/11/13 Mohammad Rizal <[EMAIL PROTECTED]>:
> Tidak begitu Dik Wikan. Kenyataannya, lihatlah kenyataannya. Ada orang yang
> promosikan partainya di sini dan dicerca semua orang. Ini jelas bukan saling
> kenal mengenal untuk berkasih sayang seperti maksud ayat. Ini pecah belah.
> Permusuhan. Rasul sangat membenci pecah belah dan permusuhan.
>
> Contoh nyata. Seorang penceramah terkenal, aktivis partai Islam. Terus gak
> setuju dengan para pimpinan partai tersebut, mungkin dia ingin jadi ketua.
> Keluar, bikin partai sendiri dan ikut pemilu. Beberapa tahun kemudian dia
> berselisih lagi dengan orang-orang di partai barunya tersebut. Terus dia
> keluar dan balik lagi ke partai lamanya. Gilanya, dia diterima lagi.
> Kira-kira yang begini ini sistem baik untuk memilih pemimpin? Tidak masuk
> akal...
>
> Di partai lain lagi seorang pemimpin bertengkar dengan keponakan dan adiknya
> sendiri. Nah, sesama keluarga saja tidak bisa berkasih sayang dan bersatu,
> bagaimana mau menyatukan orang lain, keluarga lain, suku lain? Tidak masuk
> akal...
>
> Ada partai yang didirikan oleh seorang tokoh sebuah organisasi agama Islam.
> Sebelumnya, beliau sudah ditawari ikut partai Islam yang sudah ada, mau
> dijadikan ketua. Tapi gak mau. Maunya bikin partai sendiri. Sudah beberapa
> tahun umur partai, sang pendiri sudah lengser dan diganti oleh orang
> pilihannya, ternyata para pendukungnya dahulu tidak setuju dan buat lagi
> partai baru. Kemudian keduanya saling kampanye berebut pengaruh di akar
> pendukung yang sama. Inikah saling kenal mengenal? Bukan Dik Wikan, ini
> permusuhan dan pecah belah.
>
> Ini pecah belah antar partai Islam. Belum lagi kalau mau dikorek dalamnya
> masing-masing partai. Isinya intrik. Kubu A melawan kubu B. Saling jatuh
> menjatuhkan untuk mendapat jabatan ketua. Begitulah isinya partai Dik Wikan.
> Dari kenyataan ini, masihkah kita yakin sistem ini akan membawa kebaikan?
>
> Saya tak ingin berdebat dalam hal ini. Cukup sudah kenyataan membuktikan.

Kirim email ke