Memang di Indonesia belum banyak perempuan yang selevel cucuku itu. Tapi, selaku orangtua, saya sangat memahami sebab-musababnya. Orang kebanyakan (mayoritas) adalah mainstream (arus utama) yang berpikir bahwa orang kebanyakan (mayoritas) harus menjadi pihak yang benar (baik dalam orientasi politik maupun orientasi seksualnya). Karena itu, jika ada yang berbeda dari orang kebanyakan, orang yang berbeda itu tidak normal (abnormal). Karena dikategorikan tidak normal, maka mereka dianggap salah. Karena dianggap salah, mereka harus dihukum.
Galileo Galilei dulu, sebagai pribadi dan sebagai korban otoritas agama, juga disalahkan dan dihukum hanya karena memberikan pandangan yang berbeda dari pandangan gereja. http://id.wikipedia.org/wiki/Galileo_Galilei Saat ini otoritas agama (dan masyarakat kebanyakan) juga melihat hal yang sama terhadap homoseksualitas itu. Perlu waktu 359 tahun (dari 1633 hingga 1992) untuk mengakui kekeliruan bahwa matahari adalah pusat tata surya. Selama dominasi otoritas agama (adalah laki-laki), hal ini juga akan berulang terhadap stigmatisasi kaum homoseksual. Semoga ibu-ibu tak harus melahirkan sendiri anak-anak homoseksual untuk memahami bahwa 'homoseksualitas bukanlah sebuah penyakit'.