Alamak! Segini panjang tulisan, gak ada jawaban. Rasanya tulisan panjang ini 
sekedar alasan untuk tidak menjawab...ha..ha...Anyway tks.

Buat saya jawaban mbak Mei lebih jelas. 

Yak udah, mbak sudah mengakui bhw sudut pandang kita beda. Jadi, gak bakal 
ktemu sampe kapanpun. Kalo saya persempit pertanyaannya "MENURUT MBAK HERNI, 
Apakah PRILAKU HOMOSEKSUAL, itu normal ?" Dan juga karena mbak tidak menjawab, 
berarti gak ada pembahasan lagi tentang sudut pandang saya itu. Berarti selesai.

Sedang sudut pandang mbak Herni, saya gak ikutan deh. Lagi ribet buat budget. 

wassalam,

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Herni Sri Nurbayanti" <nurbaya...@...> 
wrote:
>
> Emang beda, mbak. Aku rasional. Mungkin ada yg menuduh manusia yang 
> menggunakan rasionalitasnya tidak beragama. Tapi bukankah itu adalah hal yg 
> sembarangan bin serampangan karena sama saja menuduh bahwa agama adalah 
> kumpulan teks yg tidak rasional? Apakah pilihan kita sekedar mempertentangan 
> agama dan rasionalitas? Tidak, bukan? :)
> 
> Saya mengkritisi cara berpikir mbak, yg saya katakan meloncat-loncat, karena 
> parameternya tidak jelas, dalam menyusun definisi atau konsep dari sebuah 
> terminologi. Ketika mbak bicara dan mempertanyakan soal "normal", kan bicara 
> soal kualifikasi atau parameter kenormalan, benar tidak? Dan untuk hal ini 
> sudah gamblang banget saya jelaskan. Yg saya kritisi juga adalah 
> ketidaktelitian dalam menjelaskan spektrum yg mbak bilang tadi. 
> 
> Mbak menyamakan  (atau tepatnya, meletakan) konsep "psikopat", "homoseksual" 
> dan "perilaku seks dengan binatang" ke dalam kotak atau level yg sama. 
> Parameternya apa? Ini lagi yg belum dijelaskan. Karena buat saya, ketiganya 
> adalah hutan rimba belantara sendiri. Masing-masing punya spektrumnya. Gak 
> bisa serampangan disamaratakan dan dibuat kesimpulan bahwa ketiganya tidak 
> normal. Normal dalam kualifikasi bagaimana dan mengapa? Perspektif atau cara 
> berpikir seperti ini yg umumnya dianut oleh masyarakat. Atau setidaknya 
> masyarakat didorong ke cara berpikir spt itu. Istilah kerennya, homogeneity. 
> Serampangan menyamaratakan, menggeneralisasi dan akhirnya, membuat kesimpulan 
> (yg kemudian dikukuhkan dalam bentuk kebijakan). 
> 
> Saya pakai contoh Ryan, karena ini contoh ekstrem. Kalau homoseksualitas kita 
> pakai sebagai salah satu parameter dalam menilai "psikopat" (pembunuhan 
> berantai), berarti kita memasukan juga heteroseksual dan lesbian dll-nya itu. 
> Karena kita memasukan elemen "orientasi seksual" sbg parameter dalam 
> analisisnya. Ketika itu dibantah, berarti muncul pertanyaan kan, apakah tepat 
> menggunakan itu sbg parameter? Apakah tepat bila kemudian mengambil 
> kesimpulan homoseksual dan psikopat adalah hal yg sama? Lantas, apa sih 
> sesungguhnya masalahnya? Dan apa parameternya?
> 
> Saya lebih bisa memahami pak abdul muiz yg jelas2 pake ayat Qur'an, karena 
> dengan demikian ranah diskusinya jadi berbeda :-)
> 
> Kalaupun saya terkesan tidak menjawab, ya itu tadi... karena kritik saya itu  
> terkait dng formulasi pertanyaannya :) kaya jaman bikin skripsi dulu, lah. 
> Merumuskan pertanyaan penelitian kan salah satu kunci gimana nantinya 
> penelitian itu dilakukan. Karena pertanyaan penelitian itu gak sekedar 
> pertanyaan, tapi merefleksikan cara berpikir nantinya gimana.
> 
> Kata guruku sih gitu, bibi titi teliti (dalam komik bobo :D)
> 
> Salam,
> Herni
> 
> 
> --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Lina Dahlan" <linadahlan@> wrote:
> >
> > Kalo menurutku sih mbak bukan meloncat loncat pikiranku. Hanya sudut 
> > pandangnya antara mbak dan aku beda. Mbak Herni mikir konsekwensi nya 
> > kelakuan sipelaku homo or psiko kepada orang lain. Aku tidak mikirin soal 
> > perbuatannya (kekerasan ato kebaikan) itu kepada orang lain.
> > 
> > Jawab saja pertanyaan"Apakah menurut mbak Heni prilaku2 Psikopat or 
> > Homoseksual or Pelaku seks terhadap binatang itu suatu kelakuan normal?". 
> > Itu saja.
> > 
> > wassalam,
> > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Herni Sri Nurbayanti" 
> > <nurbayanti@> wrote:
> > >
> > > Mbak Lina cara berpikirnya meloncat-loncat..
> > > 
> > > Psikopat itu apa? dan mengapa kita perlu takut sama psikopat?
> > > Karena dia bahaya demi kemashalatan publik. Apa bentuknya? Intinya sih 
> > > melakukan kekerasan. Ini jelas parameter obyektifnya.
> > > 
> > > Apakah mereka melakukan kekerasan karena ke-gay-annya spt Ryan? Saya 
> > > kira, gay adalah elemen kebetulan. Kalau kita mau pake orientasi seksual 
> > > sbg parameter dan cross-check data dng para pelaku pembunuhan berantai, 
> > > ya jelas lebih banyak heteroseksual dong :-)
> > > 
> > > Kalau kemudian, parameter obyektifnya adalah potensi dampak dari perilaku 
> > > seksual, apakah perilaku seksual gay dan lesbian tidak lebih bahaya 
> > > dengan perilaku mereka yg heteroseksual tapi sembarangan? Sama saja 
> > > bukan? Jadi memang, parameternya ya satu: DOSA. Mendingan dari awal 
> > > langsung ngomong soal dosa. Soal moral. Soal apa itu yg dibilang sama pak 
> > > abdul muiz. Baru kita bicara dalam ranahnya agama. Dan ini kalau tidak 
> > > salah sudah dibahas panjang lebar soal ini. Bagiannya yg menggeluti ini. 
> > > Kalau saya ngomong soal ini, ndak punya kompetensi. Tapi yg saya tau 
> > > adalah, point penting ketika kita berdiskusi dalam ranah ini adalah: apa 
> > > asumsi2 dibalik itu? Klaim kan selalu ada asumsi2 dibelakangnya? Masa iya 
> > > ujug2 turun dari langit? Kalau gitu sih cuma ada 2 pilihan, entah tuh 
> > > orang terlalu ngocol sok jadi nabi, atau taqlid buta dong namanya :-) 
> > > 
> > > Yg saya bisa singgung adalah ketika tindakan2 tertentu ini tanpa sadar 
> > > dikategorikan sbg "hukum pidana" (baca: dikriminalisasikan) dng didukung 
> > > oleh klaim moral publik. Lantas, baru kita bicara soal klasifikasi dan 
> > > kategori. Dalam hal2 apakah suatu tindakan bisa dianggap tindak pidana 
> > > (criminal act)? Gimana relasinya antara hukum dan moral, kaitannya dng 
> > > klaim2 dan jargon2 soal moral publik?
> > > 
> > > Hukum itu perlu parameter2 yg obyektif, bukan subyektif. Dan suatu 
> > > tindakan, tidak bisa dianggap sebagai suatu tindak pidana hanya karena 
> > > tindakan itu dianggap tidak bermoral. Kenapa? Karena hukum butuh 
> > > parameter obyektif. 
> > > 
> > > Yg terjadi selama ini adalah:
> > > 1. Kategori subyektif dengan klaim moral publik.
> > > 2. Pemahaman yang kabur mengenai ruang publik, ruang privat (ini 
> > > kaitannya juga dng tindak pidana dsb itu) serta otoritas negara.
> > > 3. Penempatan sanksi sbg primum remedium (satu2nya alternatif penegakan 
> > > hukum), bukan ultimum remedium (alternatif terakhir penegakan hukum). 
> > > Doktrin yang pertama adalah doktrin yang sudah usang, sudah gak dipakai 
> > > lagi dalam wacana hukum pidana, googling aja kalau tidak percaya :-) 
> > > Tapi, doktrin ini yg banyak dipakai di peraturan perUUan Indonesia. 
> > > Kriminalisasi jadi satu2nya cara menegakan hukum! 
> > > 
> > > Dan yg lebih parahnya lagi, yang bicara soal ini, gak ngerti soal hukum. 
> > > Konsep2 dasarnya apa. Seenak2nya menerapkan parameter yg tidak obyektif 
> > > dan tidak konsisten. Gak rasional jadinya. Bukan berarti saya paling 
> > > jago, tapi setidaknya saya gak mengklaim apa yg saya gak tau hehehe...
> > > 
> > > Sori kalau gak fokus, sambil kerja soalnya.. ada deadline hehehe.. 
> > > Maksudte, kalau gak selesai, bisa benjol :P
> > > 
> > > Ps. Komik legislasinya alhamdulillah dah jadi tuh. Jadi mau bikin diskusi 
> > > di sekolah? Atau, terlalu khawatir saya mencemari pemikiran anak muda? 
> > > hehehe...
> > > 
> > > 
> > > Salam,
> > > Herni
> > > 
> > > 
> > > 
> > > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Lina Dahlan" <linadahlan@> wrote:
> > > 
> > > Saya sudah katakan orang psikopat juga merasa dirinya normal. Jadi, bukan 
> > > dari si penderita yang mengatakan dirinya normal atau tidak. Menurut mbak 
> > > Herni prilaku Homoseksual itu normal tidak? 
> > >  
> > > Saya juga kasian sama homoseksual/Biseksual/Seksual with animal/ Maka 
> > > dari itu saya ingin mereka normal.
> > >  
> > > > wassalam,
> > > > 
> > > > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Herni Sri Nurbayanti" 
> > > > <nurbayanti@> wrote:
> > > > >
> > > > > Lha, kasian temenku yg "hardcore" dong mbak. Dia merasa menjadi gay 
> > > > > itulah yg normal. Eksistensi dirinya. Memang dirinya spt itu dan 
> > > > > tidak bisa diubah. Dan tidak bahaya juga, maksudnya tidak menular. 
> > > > > Bukan berarti kalau kemudian saya kenalin ma arcon terus dia langsung 
> > > > > kejar2 arcon... kecuali minta ditraktir hehehe... Kejar eyang? ah, 
> > > > > eyang kan udah tua hihihihi....paling sekedar buat ngobrol sambil 
> > > > > main catur ditemani segelas kopi dan pisang goreng :-) Perilaku 
> > > > > mereka gak ubahnya kaum heteroseksual... interaksi dng pasangannya. 
> > > > > 
> > > > > Kalaupun ada suatu "pemaksaan", ya terkait dng potensi dampak dari 
> > > > > perilaku seks. Dan ini sama aja ketika kita bilang ke orang 
> > > > > heteroseksual yg gonta-ganti pasangan seksual. Pakailah pelindung... 
> > > > > jangan kaya USB.. dicolok sana-sini rentan kena virus :-) hehehe 
> > > > > kebayangnya kok USB :P
> > > > > 
> > > > > Ini kan yg perlu dibedakan. Memang ada yg bahaya... ke-gay-an dan 
> > > > > ke-lesbi-an ditempatkan dan direduksi semata-mata soal perilaku seks 
> > > > > saja. Ini juga mungkiiin ekses dari pemikiran bahwa seks bukanlagi 
> > > > > sekedar pro-rekreasi, tapi juga rekreasi. Yah namanya hal2 yg 
> > > > > menyenangkan, jadi dicari variasinya apa aja.
> > > > > 
> > > > > Tapi apakah kemudian, solusinya disamaratakan? Generalisasi ini yg 
> > > > > berbahaya menurut saya. Melihat penyebabnya sama, jadi menganggap 
> > > > > solusinya sama juga.
> > > > > 
> > > > > Sama halnya dng persoalan nikah sirri, semuanya disamaratakan, 
> > > > > melihat penyebabnya karena pengen poligami, padahal ada juga yg 
> > > > > karena gak punya akses ke KUA. Apa iya, orang2 yg gak punya akses ke 
> > > > > KUA, sering dipalakin utk bikin akta nikah, jadi kena hukuman 
> > > > > penjara? Lha kok jadi ke nikah sirri hehehe...
> > > > >  
> > > > > 
> > > > > 
> > > > > 
> > > > > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Lina Dahlan" <linadahlan@> 
> > > > > wrote:
> > > > > 
> > > > > Di'dakwah' biar sadar bhw perbuatan itu tidak normal. Soalnya kalau 
> > > > > mereka sadar mereka tidak normal, ada kemauan untuk berubah menjadi 
> > > > > normal. Yang refot itu kan kalo kayak psikopat, gak sadar dirinya gak 
> > > > > normal, serasa apa yang dia perbuat itu benar, jadi gak perlu berubah 
> > > > > menjadi normal. Itu tugas semua orang, bukan cuma kerjaan paramedis.
> > > > >  
> > > > > Begitulah kebanyakan gangguan kejiwaan. Gak sadar kalo dirinya telah 
> > > > > menyimpang. Dan yang saya khawatirkan kita2 sebagai lingkungannya 
> > > > > juga menyuburkan homoseks semakin berkembang dengan mengatakan 
> > > > > homoseksual adalah suatu hal yang ladzim.
> > > > > 
> > > > > Sesungguhnya telah jelas antara yang haq dan yang bathil.
> > > > >  
> > > > > wassalam,
> > > > >
> > > >
> > >
> >
>


Kirim email ke