Kisah pak Waluya ini sangat menyentuh, minta izin mau disebarin.
Kemanusiaan, cinta tak bersyarat adalah klise surga yg indah, begitulah 
kira2nya.
Karena Allah juga mencintai umatnya tanpa pilih kasih.
Umatnya saja yg suka membeda-bedakan.
Sebenernya memberikan kebahagiaan pada orang lain tanpa pamrih, ikhlas juga 
memberi rasa bahagia pada diri sendiri.

Salam, 
l.meilany
  ----- Original Message ----- 
  From: Waluya 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Tuesday, July 20, 2010 8:23 PM
  Subject: [wanita-muslimah] Re: Allah Tidak Tidur


    
  > "TEdJO stSabri" <x1...@...> wrote:
  > Dalam skala pemikiran manusia, tidak pantaskah seorang Mahatma 
  > Gandhi menikmati Surga (?)

  Saya mau berbagi cerita nih sedikit, boleh kan? Kajadiannya di akhir 1990'an, 
anak saya yang nomor dua, yang waktu itu umurnya 7 tahun (kelas 2 SD) kena 
demam berdarah, dan harus di opname. Dokter anak yang menangani anak saya, 
mengharuskan anak saya ditransfusi thrombosit. Nah ini celakanya, Rumah Sakit 
tidak menyediakan, harus cari sendiri ke PMI. Waktu di PMI, baru saya tahu, 
bahwa thrombosit itu harus diambil dari darah segar (baru diambil), bukan dari 
darah yang disimpan. Jadi harus menunggu donor darah yang datang atau membawa 
orang yang akan diambil darahnya.

  Yang namanya mencari "darah segar", susahnya setengah mati sampai harus 
diumumkan di radio. Dan itupun saya harus menunggu lama sekali, berjam-jam dari 
jam 10 pagi, panik dan rasanya hampir frustasi. Tapi pertolongan akhirnya 
datang. Kira-kira jam 10 malam, ada yang datang karena mendengar pengumuman 
dari radio. Seorang laki-laki, umurnya sekitar 40 tahun, datang dengan memakai 
celana pendek dan kaos olahraga, katanya pas habis pulang olah raga dia 
mendengar di radio mobilnya ada yang perlu darah segolongan dengan dia, jadi 
langsung ke PMI.

  Betapa leganya hati saya tapi karena panik, saya sampai lupa menanyai siapa 
beliau ini yang dengan susah payah datang malam-malam, hanya untuk menolong 
orang lain yang tidak dia kenal sama sekali. Saya baru sadar bahwa saya itu 
orang tidak tahu terimakasih ketika beliau sudah pulang, dan darahnya sedang 
diproses. Akhirnya saya menanyai petugas PMI, siapa beliau itu.

  "Oh Pak X, dia itu dari gereja X di Cimahi, donor darah langganan di sini", 
kata petugas PMI itu, acuh tak acuh seolah-olah cuma kejadian biasa.

  Tapi tidak bagi saya, jawaban petugas PMI ini membikin mulut saya ternganga, 
terkejut. Tidak menyangka sama sekali yang menolong anak saya itu orang 
Nasrani. Mungkin bagi orang lain hal ini biasa saja, tapi bagi saya yang 
dibesarkan di suatu kampung di Jawa Barat yang serba homogen, yang hampir tidak 
mengenal perbedaan, kejadian ini mengubah sama sekali stereotip yang terbentuk 
terhadap yang "tidak sama".

  Sampai sekarangpun saya masih bertanya-tanya, bolehkan saya berdoa kepada 
orang yang tidak saya kenal itu, supaya dia selamat dunia dan akhirat, sebagai 
tanda terimakasih saya?

  Salam,
  WALUYA



  

  __________ NOD32 5305 (20100723) Information __________

  This message was checked by NOD32 antivirus system.
  http://www.eset.com


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke