Ibnu yang bersemangat,

Itu artinya sang editor belum bisa memahami kaidah jurnalistik: mana fakta umum 
dan konteks persaingan bisnis.

Cara-cara demikian biasanya dilakukan pada tahun 1950-1960-an. Waktu itu memang 
tidak lazim menyantumkan nama media lain, terutama yang jadi saingan. 

Warga pembaca punya hak untuk tahu. Jadi, dalam penulisan berita sekali pun, 
seandainya si wartawan mengutip sumber dari koran lain, itu perlu dicantumkan. 

Kadang-kadang media masa masih bergenit-genit dengan ekslusifitas sumber berita 
kendati si wartawan malas mencari berita sendiri. Dengan kata lain, biar kata 
nyontek dari koran A, B atau C, maka atas nama gengsi, nama koran tersebut 
dihapus dari batang tubuh berita. 

Dalam kasus Meneer Ibnu, itu lebih cilaka lagi. Karena tanggungjawab opini ada 
pada penulis. Hak editor hanya berkisar pada pengubahan tata bahasa tanpa 
sedikitpun mengubah esensi tulisan opini tersebut. 

Penghilangan "Fajar Banten" sudah menyentuh ke ranah esensi karena itu sama 
artinya menghilangkan fakta yang dibangun penulis.

Ini pelajaran bagi kita semua, khususon mereka yang sedang belajar jadi 
jurnalis yang baik, termasuk saya juga.

Nuhun,

Bonnie Triyana,
Wartawan (sementara) Tanpa Suratkabar

--- On Mon, 10/11/08, aji setiakarya <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
From: aji setiakarya <[EMAIL PROTECTED]>
Subject: Re: Bls: [WongBanten] Kritik Untuk Radar Banten
To: WongBanten@yahoogroups.com
Date: Monday, 10 November, 2008, 7:42 PM










    
            wesss... aya kang agus sutisna didie..
kamana wae kang..
soal radar banten.. mungkin yang kritis  
sudah pada tahulah. 


nuhun 
aji

--- On Mon, 11/10/08, Agus Sutisna <sri_maharaja@ yahoo.co. id> wrote:
From: Agus Sutisna <sri_maharaja@ yahoo.co. id>
Subject: Bls: [WongBanten] Kritik Untuk Radar Banten
To: [EMAIL PROTECTED] ups.com
Date: Monday, November 10, 2008, 4:36 AM







    
            subyektifitas macam begitu, yang membodohkan, yang mendzolimi, yang 
melukai, dalam pelbagai bentuk varian ekspresifnya, memang tak jarang dilakukan 
oleh orang-orang atau pihak-pihak yang dalam kesehariannya justru bergumul 
dalam wacana perihal pentingnya keterbukaan dan kejujuran... .  





Dari: Setiadji Achmad <setiadji.achmad@ yahoo.com>
Kepada: [EMAIL PROTECTED] ups.com
Terkirim: Senin, 10 November, 2008 11:16:28
Topik: Re: [WongBanten] Kritik Untuk Radar Banten





Walaikumsalam.

coba kang saya mau liat dimana kata "Fajar Banten" posisinya dalam tulisan kang 
Ibnu

nuhun.
Adji Okaz





From: Ibnu Aviciena <ibnu.aviciena@ gmail.com>
To: Radar Banten <kang_haban2001@ yahoo.com>
Cc: barayapost cilegon <[EMAIL PROTECTED] com>; [EMAIL PROTECTED] ups.com; 
abdulmalik <kangdoel2002@ yahoo.com>
Sent: Monday, November 10, 2008 7:14:36 AM
Subject: [WongBanten] Kritik Untuk Radar Banten



Assalamu'alaikum,

E-mail ini adalah kritik saya terhadap Radar Banten yang saya cc-kan ke Banten 
Raya Post, Abdul Malik Radar Banten, dan Milis Wongbanten.

Hari minggu kemarin, 11 November, tulisan saya yang berjudul Menelusuri 
Kesusasteraan Banten dimuat Radar Banten. Sebagaimana tampak dari judul tulisan 
itu, tulisan saya ini membicarakan tentang kesusasteraan Banten, termasuk di 
dalamnya novel2 indo-cina yang terbit di rangkasbitung dan di koran-koran 
banten dari masa kolonial hingga sekarang. Ada satu hal yang saya sangat 
sesalkan atas tindakan yang dilakukan (editor) Radar Banten yang telah 
menghapus nama "Fajar Banten" di dalam tulisan saya. Dan itu, bagi saya adalah 
tindakan bodoh dan membodohi publik.

Bahwa Fajar Banten adalah saingan bisnis Radar Banten, itu silahkan. Itu urusan 
bisnis Radar Banten. Tetapi Radar Banten (juga media massa lainnya) tidak boleh 
membawa masalah bisnis itu ke ruang ilmu
 pengetahuan. Dalam konteks pemuatan tulisan saya, Radar Banten tidak boleh 
membuang nama "Fajar Banten" sebagai kenyataan/fakta sejarah. Nama itu tidak 
boleh dibuang hanya karena Fajar Banten saingan bisnis atau merasa tidak suka 
keada pengelola Fajar Banten. Islam mengajarkan, janganlah berlaku tidak adil 
karena kita benci kepada orang lain. Sebagai contoh, sekalipun saya tidak suka 
kepada atut, saya harus tetap menyebut nama atut saat saya menulis sejarah 
gubernur banten.

Selama ini saya memaklumi tulisan berita di radar banten acak-acakan. 
Berita-berita yang muncul di sana mencerminkan bahwa pengelola koran tersebut 
tidak paham tatabahasa indonesia atau tidak mau menggunakan pengetahuannya 
tentang tatabahasa indonesia. Sekali lagi, itu saya maklumi. Tetapi ketika 
editor koran sudah membuang data sejarah, saya atas nama ilmu pengetahuan 
menyatakan protes.
 

-- 
Salam hangat,
Ibnu Adam
 Aviciena




       Berbagi foto Flickr dengan teman di dalam Messenger.
  Jelajahi Yahoo! Messenger yang serba baru sekarang!  
      


         
        
        


      
      

    
    
        
         
        
        








        


        
        


      Get your preferred Email name!
Now you can @ymail.com and @rocketmail.com. 
http://mail.promotions.yahoo.com/newdomains/aa/

Kirim email ke