Kang Halim

Iya betul. Bliau lulus S-1 Sastra dan Budaya Jawa. S-2 dan S-3 Studi
ilmu Filsafat.

Salam hangat hangat,

FR

--- In WongBanten@yahoogroups.com, halim hd <halimh...@...> wrote:
>
> bung ferizal,
> pak DR. P ini apa bukan yang ahli sejarah dan kebudayaan jawa? saya
kenal pribadi, dan sedang berusaha menerbitkan 31 judul buku kupasan
sejarah lokal jatim. 
> hhd.
> 
> --- On Sun, 1/11/09, Ferizal Ramli <fram...@...> wrote:
> From: Ferizal Ramli <fram...@...>
> Subject: [WongBanten] Dr. Kaya Pribadi Sahabat saya
> To: WongBanten@yahoogroups.com
> Date: Sunday, January 11, 2009, 12:41 AM
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> 
>     
>             http://ferizalramli .wordpress. com/2009/ 01/02/dr-
kaya-pribadi- sahabat-saya/
> 
> 
> 
> ---Tulisan ini saya didekasikan pada siapapun yang pantang menyerah
> 
> berjuangan untuk mewujudkan impian yang paling mustahil sekalipun
> 
> menjadi nyata. Dr. Pribadi adalah inspirasi nyata, dari keminskinan
> 
> absolut yang nyata, menjadi penulis paling produktif di Indonesia
> 
> dengan 300 buku dalam 5 tahun, dan saat ini sedang membimbing para
> 
> Doktor untuk membuat ensiklopedia Islam Indonesia. Beliau adalah
> 
> Rektor Institut Budaya Jawa di Yogyakarta. Selamat membaca...
> 
> 
> 
> München,
> 
> 11.01.09
> 
> 
> 
> XXX
> 
> 
> 
> Dr. Kaya Pribadi sahabat saya
> 
> (Artikel ini pertama kali dipublikasikan pada Fri Oct 13, 2006 10:29
am).
> 
> 
> 
> Pribadi (bukan nama aseli), tapi kisahnya 100% tidak palsu, adalah
> 
> sahabat yang sangat saya hormati. Santun, tepo selero, tulus, lugu,
> 
> ikhlas, tabah, cuek, khas pribadi wong Yogya yang sangat njawani.
> 
> Lahir dari keluarga sangat miskin, dalam arti miskin secara absolut,
> 
> tapi kaya dalam citra dan harga diri.
> 
> 
> 
> Ciri khasnya pasti: aktivitasnya hanya sekitar kampus, kemana-mana
> 
> pake sepeda ontel butut, sendal Lily, tas kresek penuh buku, baju
> 
> batik lusuh, kaca mata besar tidak modis sama sekali dengan tangkai
> 
> bengkok karatan. Plus kebisaannya yang selalu nembang lagu-lagu jawa
> 
> merdu dan mendalang.
> 
> 
> 
> Rasanya saya kenal dekat dengannya. Tapi kelak baru saya sadari bahwa
> 
> saya tidak cukup dekat untuk memahami maknanya. Di agak akhir dekade
> 
> 1990-an wajahnya terpampang dalam headline Tabloid Adil (dulu tabloid
> 
> tersebut punya reputasi nasional, tapi entah sekarang). Tidak kalah
> 
> gaya dengan Adji Massaid dengan Moge-nya, Dr. Pribadi pun berpose di
> 
> atas sepeda ontel-nya.
> 
> 
> 
> Judul besarnya: „Dengan Sepeda Ontel meraih gelar Doktor".
> 
> Keterkejutan saya justru menyadarkan saya bahwa saya selama ini tidak
> 
> cukup mengenalnya secara dekat. Tidak disangka diantara rekan sesama
> 
> aktivis kampus ternyata dia yang paling cepat menyelesaikan S-3
> 
> sementara yang lain baru sibuk persiapan pendadaran skripsi. Biasalah,
> 
> aktivis selalu telat lulus harap maklum. Tapi Pribadi memang berbeda;
> 
> minim fasilitas justru minim juga waktu studinya. Sahabat saya lainnya
> 
> yang baru saja kemarin lulus doktor spesialis SDM bilang; Pribadi
> 
> adalah salah satu dari sedikit orang yang dengan modal sangat minim
> 
> tapi berhasil „memelentingkan" prestasinya.
> 
> 
> 
> Pernah suatu ketika saya bertemu di kampus dengannya. Dari sepeda
> 
> motor, tegur saya: „Di, sampeyan mau kemana?" sambil menyamakan
> 
> kecepatan sepeda motor dengan kecepatan kayuhan sepeda ontelnya.
> 
> „Toko buku Gramedia, katanya kalem dengan senyum khas njowonya".
> 
> „Yo wes, tak bonjengin. Kita ke Gramedia bareng", sambil saya rem itu
> 
> sepeda motor.
> 
> Okay katanya, lalu digeletakin begitu saja sepeda ontelnya di pinggir
> 
> jalan kampus, cuek langsung mboceng ke motor saya.
> 
> "Lho sepeda ontelmu ndak dikunci?" tanya saya dalam kaget.
> 
> "Ora opo-opo. Ndak mungkin dicuri. Lagian seluruh Satpam kampus juga
> 
> tahu kok bahwa kereta kencana itu hanya milikku seorang", katanya
enteng.
> 
> 
> 
> Persahabatan saya dengan pribadi menjadi semakin dekat ketika
> 
> tiba-tiba musibah menimpa keluarga saya sehingga nasib ini
> 
> mengharuskan terjerumus menjadi mahasiswa miskin secara absolut.
> 
> Karena sesama miskin absolut maka lahirlah perasaan senasib dan
> 
> sepenanggungan. Seolah dia tahu akan kerisauan hati saya, Pribadi
> 
> menghibur: „Fer, sampeyan ndak perlu khawatir ndak bisa makan.
> 
> Percayalah Gusti Allah bersama kita. Para MalaikatNya dengan cara
> 
> kegemarannya sendiri pasti deh akan kirim rejeki ke kita. Bahkan kita
> 
> bisa makan enak, gratis dan bergizi tiap hari", begitu katanya
meyakinkan.
> 
> 
> 
> „Lho caranya piye?" kata saya ndak percaya, tidak mampu menyembunyikan
> 
> rasa cemas. Iyalah cemas. Yang namanya mulut ini butuh 3 x sehari
> 
> disumpal je. Kalau uang Rp 100 untuk naik bis kota aja ndak punya piye
> 
> arep makan enak tiap hari? (catatan: waktu itu untuk makan nasi sayur
> 
> telur Rp 400 di Warung Sederhana namanya). „Jaket Alma Mater-mu itu
> 
> tiket untuk dapat makan gratis, enak dan begizi", katanya
terkekeh-kekeh…
> 
> 
> 
> Kelak saya baru tahu. Sebuah kampus dengan 61 jurusan plus program
> 
> Pasca Sarjana, ditambah Pusat Studi, puluhan unit kegiatan ternyata
> 
> jika di rata-rata setiap hari selalu ada seminar gratis. Jadi, yang
> 
> dibutuhkan cuma datang ke bagian Humas kampus lalu minta jadwal
> 
> seminar gratis selama 1 bulan. Lalu cepat samber itu jaket alma mater,
> 
> trus hadir ke ruang seminar. Santai serius menikmati berbagai sudut
> 
> pandang pemikiran dan ide-2 segar baru dari para pembicara untuk
> 
> amunisi berdebat kalo pas demonstrasi.  Tentu saja berusaha akrab saja
> 
> dengan nara sumber atau pembicara yang biasanya Professor, Direktur
> 
> Perusahaan, Gubernur atau Menteri sekalian menjalin hubungan personal
> 
>  sambil tetap tersenyum dan tidak lupa terus menuju ke meja makan,
> 
> ha…, ha…
> 
> 
> 
> Sudah 5 tahun lebih saya tidak bertemu dengannya. Tapi saya ingat
> 
> betul keinginannya untuk membimbing kandidat doktor baru agar meneliti
> 
> sejarah Islam di seluruh Indonesia. Dia ingin setiap seorang kandidat
> 
> doktor bertanggung jawab meriset 1 propinsi tentang sejarah dan
> 
> perkembangan Islam. Harapannya, akan muncul ensiklopedia Islam
> 
> nusantara yang terdokumentasi secara ilmiah dari Sabang sampai Merauke.
> 
> 
> 
> Sayang saya tidak tahu perkembangan selanjutnya. Tapi terlepas
> 
> berhasil atau tidak, tampaknya membuat "ensiklopedi Islam Indonesia"
> 
> merupakan sesuatu yang sangat layak untuk diperjuangkan oleh siapapun
> 
> juga yang mampu melakukannya.
> 
> 
> 
> Salam,
> 
> Dari Tepian Lembah Sungai Elbe
> 
> 
> 
> Ferizal Ramli
>


Kirim email ke