--- [EMAIL PROTECTED] wrote:
> Saya belum mengerti apa yang dimaksud dengan 'resimen teknologi,
> yang 
> memberikan bobot lebih pada bidang keilmiahan'.  Bisa lebih
> diperjelas pak 
> Rikfi?
> Apakah berarti kegiatan Yon I akan ditekankan pada membuat karya2
> tulis 
> teknologi (militer) misalnya?, mengadakan simposium2 atau diskusi2
> panel 
> tentang teknologi militer?

Benar pak, jadi batalyon I ITB selain sebagai laboratorium
kepemimpinan juga laboratorium teknologi hankam (minimal
provokator/koordinator riset teknologi bidang hankam di ITB).
Ini menurut saya suatu loncatan, dan generasi baru batalyon I/ITB
diharapkan lahir, dulunya kita fokus pada penyiapan personil untuk
perang dilapangan (generasi pertama), kemudian sebagai ketahanan
kampus (generasi kedua), .....laboratorium manajemen dan kepemimpinan
(generasi ke empat), dan sekarang sebagai laboratorium kepemimpinan
dan teknologi hankam (generasi kelima). Kita harus melihat peran
penting ROTC di amerika awal-awal berdirinya, kontribusi dalam
alat-alat militer dimasa perang seperti yang dilakukan ROTC MIT
membuat organisasi ini sangat terkenal dan dicatat dalam sejarah. 
Ulasan yang cukup panjang tentang resimen teknologi pernah saya tulis
dimilis ini tiga tahun lalu, "lahirnya generasi V menwa ITB". (akan
saya postingkan segera).


> Kalau iya, apakah ini merupakan kekhasan Yon I saja?, 

Saya pikir Yon I harus memnafaatkan kelebihannya mengingat berada di
perguruan tinggi teknologi terdepan di Indoensia. Seperti menwa UI
seharusnya bisa memfokuskan ke bidang-bidang lain, sperti kedokteran,
ekonomi, informasi dll.  Pak Himawan Sutanto ketika saya mewancarai
beliau  sebagai pimpinan redaksi Ksatria Ganesha (ketika itu saya
temani pak Priyo, Pak Budiono dan Pak Cipto),berharap Menwa
berkembang dengan memanfaatkan kelebihan-kelebihan yang ada pada
perguruan tinggi masing. 

>Atau ini
> diusulkan 
> menjadi paradigma baru Menwa Indonesia?

Saya pikir ini paradigma baru, bukan saja buat Yon I, tetapi buat
menwa Nasional.

> Saya sendiri berpendapat, kalau ingin mempopulerkan Menwa (Yon I), 
> seyogyanya disesuaikan dengan kebutuhan pasar.  Paarnya kan adalah 
> mahasiswa yang berumur misalnya 18 s/d 21 tahun (untuk
> rekruitment). Pasar 
> ini punya karakter antara lain: 1) Energy berlebih, 2) Ingin
> mencari 
> tantangan, 3) Butuh fun, 4) Lebih mudah di indoktrinasi, 5)
> Emosional, 6) 
> Lebih idealis, 7) Masih dalam proses membentuk kepribadian, dsb.
> dsb.
> Berdasarkan karakter pasar itulah seyogyanya kita membuat paket2
> program 
> yang bisa dijual.  Menitik beratkan aktivitas Menwa pada kegiatan2
> ilmiah 
> (mendalami teknologi militer) menurut hemat saya hanya akan membuat
> Menwa 
> semakin tidak populer saja di kalangan segmen-pasar itu.  Apalagi,
> seperti 
> sudah beberapa kali disebutkan didalam posting yang terdahulu,
> mahasiswa 
> kita sudah overloaded dengan tugas2 belajarnya. Kemudian, masih
> musti 
> mikirin teknologi militer, wah...apa nggak salah nih.

Menurut saya tidak demikian, unit2 seperti Wanadri saya dengar sedang
megab-megab, juga organisasi organisasi politik di kampus, mungkin
hampir semua organisasi kemahsiswaan di ITB. Mahasiswa sekarang
sangat realistis dan pragmatis, mereka ingin cepat lulus, cepat dapat
kerja, dan karya penelitiannya diakui. Kegiatan extra kulikuler yang
dipilih tentunya yang akan memberikan nilai tambah buat mereka,
seperti kegiatan penelitian dll. Kegiatan penelitian mahasiswa
sekarang ini yang saya dengar teman ITB (yang baru lulsu dan baru
datang ke jepang) meningkat, apalagi dengan perubahan status ITB
sebagai BHMN, dimana lab-lab penelitian-penelitian dikampus dipaksa
untuk menjadi mesin duit di ITB. Hampir 95 % mahasiswa ITB khususnya
S-1 ketika memasuki tingkat 3 atau 4 tidak memiliki topik untuk tugas
akhirnya, pencarian topik ini memakan waktu dan menyusahkan, dan
menyebabkan waktu kuliah molor. Riset bidang hankam meberikan
alternatif buat mahasiswa ITB. 
Teman diskusi saya, yang saat ini kuliah bareng di Osaka university,
yang pernah menjabat kepala laboratorium sistem rudal dan informasi
di LIPI, menyayangkan sedikitnya partisipasi perguruan tinggi dalam
penelitian bidang teknologi hankam, padahal dana proyek untuk bidang
ini tersedia secara besar-besaran (apalagi dengan naiknya alokasi
dana APBN buat militer ). Menwa ITB yang yang memiliki basis
teknologi yang kuat seharusnya memanfaatkan peluang ini, minimal ikut
berpartisipasi dengan kegiatan ini. Mengingat segmen pasar bergerak
kearah tadi seharusnya batalyon I bisa menyikapi, image tentang menwa
menurut saya saat ini tidak seburuk dulu, dimana menwa disebut antek,
musuh mahsiwa dll. Aktivis-aktivis mahasiswa yang dulu menyerang
markas menwa, mengejek secara terang-terangan diforum-forum ITB,
mungkin sekarang jauh berkurang. Aktivitas politik mahasiswa kampus
kelihatannya tidak segarang dulu lagi, mahsiswa sudah muak dengan
kegiatan semacam itu, apalagi setelah melihat kenyataan kondisi
bangsa dan politik nasional sekarang ini.


> Aktivitas yang menjurus pada teknologi militer tsb, diatas,
> barangkali 
> lebih cocok untuk anggota Menwa yang sudah senior, jadi anggota
> yang 
> berumur diatas 21 tahun.  Tapi, ini kan ini bukan masalah utamanya.

ITB kedepannya, yang saya tahu dari wawancara rektor ITB dimasmedia,
akan menjadi semacam graduate school, seperti osaka university, jadi
masuk sebagai S-1 keluar akan sebagai S-3. Jangan heran kalau nanti
menwa-menwa ITB didominasi mahasiswa S-3, itu baguskan, dan tentunya
sangat disegani oleh pihak manapun.
 
> Masalah utamanya kan bagaimana bisa merekrut anggota baru sebanyak 
> mungkin, dan apa program yang cocok untuk anggota2 yunior tsb.,
> supaya 
> mereka tetap bisa aktif sampai pada suatu ketika ikut serta mikirin
> pengembangan teknologi militer di tanah air?

Saya melihat jumlah ideal (dari dana pembinaan, job staf dll)
perangkatan batalyon I/ITB adalah 20 orang, jadi nggak perlu
banyak-banyak. Kurang berhasilnya perekrutan anggota baru batalyon
I/ITB saat ini menurut saya karena promosinya kurang (baik metoda,
biaya maupun isinya). Saya 4 kali terlibat dalam perekrutan anggota
baru (1993-1997), dan dua kali menjadi komandan perekrutan, bisa
dibilang sukses. Anggaran yang kami keluarkan untuk perekrutan
sekitar 2 juta rupiah (1/4 dari anggaran rutin tahunan kegiatan
batalyon), mungkin sekarang ini setara dengan 6 juta rupiah. Anggaran
sebesar itu membuat komandan saya marah-marah dan sering perang mulut
dengan saya. Setiap mahasiswa ITB angkatan baru dan satu angkatan
diatasnya, kami surati dengan melampirkan brosur tentang batalyon
I/ITB 8 halaman. Ada sekitar 4000 surat kami kirim, dan selain
berbagai spanduk, 4000 poster kami sebar di setiap hari dikampus dari
berbagai ukuran. Tak mau kalah, selebaran ala mahasiswa entah berapa
ribu lembar kami genangi kampus. Markas batalyon kami bersihkan dan
ditambah dengan berbagai asesoris supaya meriah dan indah. Untuk
mengubah wajah posko kami pernah mengeluarkan biaya hampir 1 juta
(mungkin 3 juta sekarang ini), untuk membeli bunga dan potnya di
balubur, memperbaiki taman depan posko, membeli kursi, menghiasi
posko dengan foto-foto dan berbagai tulisan "bersemangat". Selain itu
album-album foto kegiatan yang ditaruh diruang tamu kami perbaiki dan
diberi berbagai hiasan yang lucu dan menarik, juga da koleksi majalah
ksatria ganesha jilid 1 dan 2. Di ruang tamu kami sediakan lemari
kaca, dan didalamnya akan mudah terlihat judul buku-buku manajemen
dan kepemimpinan dan kewirausahaan yang sering kita temui di
gramedia, tak ketinggalan buku manajemen militer "shunsu" pemberian
pak Budiono. Khusus buku Steven covey tentang pengubahan karakter
saya copykan sebanyak 15 buah, agar para staf menjadiaknnaya pegangan
dan mahasiswa baru tahu, bahwa menwa adalah jalan pintas untuk
mengubah karakter.
Target kami hanya 1 % dari mahasiswa baru itb, nggak banyak-banyak.
saya percaya dari ribuan surat, poster, selebaran dll, sedikitnya 1
persen mahasiswa baru ITB akan kami miliki. Hasilnya, sedikitnya 40
mahasiswa mendaftar (bahkan pernah mencapai 96 orang) dan antara 15
s.d 20 orang menjadi anggota. Kalau saja tidak ada semster pendek dan
ospek ketika itu(yang waktunya berbarengan dengan diksar) ataupun
kalau saja kegiatan diksar dan latrak tidak panjang (lebih dari
sebulan) saya yakin 50 orang mahasiswa baru bisa menjadi anggota.
Kondisi sekarang menurut saya lebih baik, image mahasiswa tentang
menwa nggak brutal seperti dulu, diksar singkat dan latrak mungkin
tidak perlu, selain itu pendidikan menwa sangat realistis dan
pragmatis buat mereka setelah lulus dari ITB, hanya satu yang kurang
seprtinya, uang, teknik dan isi perikrutan. Ini seharusnya kita
pikirkan.

Rifki Muhida 



__________________________________
Do you Yahoo!?
Yahoo! SiteBuilder - Free, easy-to-use web site design software
http://sitebuilder.yahoo.com

--[YONSATU - ITB]----------------------------------------------------------
Online archive : <http://yonsatu.mahawarman.net>
Moderators     : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
Unsubscribe    : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
Vacation       : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>


Kirim email ke