Nggak heran kenapa waktu terjadi pembantaian (orang2 yang dituduh) PKI tahun 1965/1966 dulu, korbannya hanya di JaTeng, JaTim dan Bali saja (ref: posting saya sebelumnya). Di JaBar korbannya sangat kecil, karena Pangdam Siliwangi ketika itu (Ibrahim Adjie) juga melakukan pendekatan manusiawi kepada masyarakat dan melarang anak buahnya membunuh orang2 yang dituduh/diduga anggota PKI. Para pimpinan Kodam Siliwangi kelihatannya lebih berpendidikan, lebih terbuka dan lebih open minded (nggak tahu sekarang, apakah memang sudah berubah sejak tahun 1978 berdasarkan email mas Priyo ini). Ini jelas sangat berpengaruhi pada perilaku seluruh jajaran/anggota Kodam Siliwangi.
Berikut pendapat Prof. Ben Anderson (Cornell Univ.) yang membandingkan Kodam Siliwangi dengan Kodam Diponegoro: >Dari dulu ada persaingan antara Diponegoro dan Siliwangi. Perwira Siliwangi >dianggap orang yang statusnya lebih tinggi, biasa pakai bahasa >Belanda diantara mereka sendiri dan biasa kebarat-baratan, dan paling >dekat dengan Amerika. > >Perwira Jawa Tengah sebagian besar berasal dari Peta, bikinan Jaman >Jepang. >Waktu revolusi mereka merasa diri sebagai orang Jogya lah. Orang >yang mempertahankan nilai-nilai dari revolusi 45, patriotisme Jawa, >dsb. Pokoknya kalau jenderal-jenderal Bandung omong, mereka tidak >pernah pakai?ken, ken. Tapi ini bukan masalah suku. Karena tokoh >utama dari semuanya itu orang Jawa... Salam hangat, HermanSyah XIV "Priyo Pribadi Soemarno" <[EMAIL PROTECTED]> 09/24/2003 19:48 Please respond to anggota To: [EMAIL PROTECTED] cc: [EMAIL PROTECTED] Subject: [anggota] Sikap Himawan Sutanto menghadapi gerakan mahasiswa 1978 Assalamu'alaikum Rekans CORPS sekalian , Setelah tulisan beberapa waktu yang lalu tentang perjumpaan dengan pak Tanto , jenderal bintang tiga pensiun yang pernah menjadi Panglima Siliwangi , kebetulan saya mendapat sedikit cuplikan dari otobiografi beliau yang saat ini sedang disusun oleh Daud Sinjal . Saya hanya mengutip bagian yang terkait dengan peristiwa 1978 , karena menurut hemat saya , pada saat inilah saat terjadinya perubahan paradigma TNI , yang dulu membela rakyat dan bahu-membahu dengan rakyat , sejak tahun 1978 , saat kekuatan TNI digunakan untuk menumpas gerakan mahasiswa yang melakukan koreksi terhadap pemerintahan Suharto . Bukan hanya mahasiswa yang merasa terluka dengan penindasan tersebut , tetapi juga seorang Himawan Sutanto , yang Panglima Siliwangi ,..... Ketika mahasiswa mulai melakukan demo dan memasang spanduk sepanjang 50 meter dipagar kampus ITB dengan tulisan menyolok :"tidak mempercayai lagi kepemimpinan Suharto" , Himawan membiarkan saja dan prajurit Siliwangi yang dikirim ke ITB malah berbaur main gaple dengan mahasiswa . Himawan menyebut kebijakannya dengan strategi pendekatan tak langsung , diilhami teori Liddle Hart (strategy of indirect approach) , yang kelihatannya berhasil menjinakkan mahasiswa ITB ketika itu . Tetapi para kolega dan atasannya di Jakarta mulai panik dan mendirikan "crisis centre" . Ketika 18 Januari 1978 KOPKAMTIB melancarkan "operasi Kilat" dengan menyerang kampus2 dengan empat target , yaitu : menangkap serentak semua pimpinan dewan dan senat mahasiswa yang menandatangani ikrar 28 Oktober 1977 , melokalisasi dan menangkap dalang yang menggerakkan pressure group mahasiswa , melarang terbit untuk sementara waktu Koran Kampus , Kompas , Sinar Harapan, Pelita dan Merdeka , menindak tegas perwira tinggi ABRI yang memberi angin pada gerakan mahasiswa . Himawan Sutanto tidak mengetahui tentang gerakan pasukan tersebut , dan Himawan juga tidak mengetahui darimana pasukan yang menembaki rumah Iskandar Alisyahbana itu berasal , dia juga tidak bisa berbuat apa2 , ketika Iskandar menemuinya dan bertanya dalam bahasa Belanda : "mengapa anda bertindak begitu pengecut?" . Belakangan diketahui , bahwa kekerasan militer tersebut ditempuh bukan sekedar memulihkan ketertiban dan keamanan Sidang Umum MPR 1978 , tetapi karena Rektor ITB dan Pangdam Siliwangi membiarkan Presiden dipermalukan oleh mahasiswa dengan spanduk sepanjang 50 meter tersebut . Peristiwa 1978 di ITB tersebut adalah gerakan terakhir mahasiswa Indonesia , karena dibekukan habis oleh kebijakan Pemerintah dengan program "normalisasi Kampus" , yang akhirnya duapuluh tahun kemudian , gerakan mahasiswa tersebut bangkit kembali untuk menumbangkan pemerintahan Suharto . Sementara bagi tentara , tahun 1978 adalah tahun terakhir ketika para Komandan Teritorial mencoba bertindak arief bijaksana dan cerdas dalam menanggapi perintah atasannya . Dstnya , dstnya ,............... Makanya jangan heran kalau pada saat ini sulit sekali mencari tokoh TNI yang betul2 bisa diharapkan menjadi pemimpin bangsa yang kita segani . Keteladanan Panglima Besar Sudirman juga sudah sulit dicari bandingannya . Sikap beliau yang terkenal : "satunya kata dengan perbuatan" . Okay , Rekans sekalian , cuplikan buku sudah saya bacakan dan buku bisa dipesan mulai akhir Oktober 2003 di Gramedia - Kompas Group . Terimakasih atas perhatiannya , Wassalam , Priyo PS ---------------------------- _________________________________________________________________ MSN 8 with e-mail virus protection service: 2 months FREE* http://join.msn.com/?page=features/virus ---[Anggota YON-1 ITB]------------------------------------------ Milis Internal Keluarga Besar YON-1 ITB Bandung. Diluar anggota dilarang masuk, anggota dilarang keluar, hanya boleh cuti :-) --[YONSATU - ITB]---------------------------------------------------------- Online archive : <http://yonsatu.mahawarman.net> Moderators : <mailto:[EMAIL PROTECTED]> Unsubscribe : <mailto:[EMAIL PROTECTED]> Vacation : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>