Hall rekan Sumarko, >Apakah kita masih akan memisahkan antara agama dengan kehidupan?
Itu tergantung dari keyakinan kita masing2. Keyakinan itu sendiri datang setelah melalui suatu proses berpikir dan penghayatan yang dalam. Memaksa (apalagi mengintimidasi) orang untuk tidak memisahkan agama dengan kehidupan sama saja jeleknnya dengan memaksa orang untuk memisahkan agama dengan kehidupan. Contoh2 yang anda sebut tidak saya bantah, karena semua agama memang memberikan inspirasi dan 'hints' kepada kita mengenai alam semesta ini. Lagi pula, seperti saya sudah singgung di email saya yang terdahulu, para ahli agama, pasti akan selalu berusaha menarik garis penghubung antara ayat2 yang ada didalam kitab suci dengan keadaan yang kita hadapi hari ini, yang menurut saya wajar2 saja. Tinggal kita yang musti menentukan, apakah inspirasi atau 'hints' itu akan kita pergunakan untuk menunjukkan bahwa agama tsb. adalah yang paling benar, yang paling diakui oleh Tuhan, sehingga semua orang di dunia ini harus menganut dan patuh pada agama itu serta bersikap hidup sesuai dengan aturan2 agama itu, atau apakah inspirasi dan 'hints' itu akan kita pergunakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya demi kemaslahatan umat manusia serta keseimbangan jagad raya ini? Saya setuju dengan pendapat rekan Sodik yang berbunyi: >Saya yakin anda sependapat dengan saya bahwa tidak ada ilmuwan yang tidak >memiliki kepercayaan tersebut. Keadaan ini dapat diungkapkan dengan suatu >citra; ilmu tanpa agama adalah lumpuh, dan agama tanpa ilmu adalah buta. Perlu juga saya tambahkan bahwa sebenarnya ilmu pengetahuan mulai berkembang sejak sekitar 400 tahun sebelum Masehi, yang melahirkan filsuf2 besar sepanjang masa, yaitu: Socrates, Plato dan Aristoteles. Mereka ini mencoba mencari jawaban mengenai kehidupan ini, yang 'terinsipirasi' oleh mythos Dewa2 Yunani. Kita juga kenal Archimides dan Phytagoras yang menjadi the founding fathers ilmu fisika dan matematika. Sejak itu ilmu pengetahuan terus berkembang hingga sekarang. Menurut saya, tanpa atau dengan agama manusia akan terus menerus mencari jawaban mengenai alam semesta dan kehidupan ini, yang akan berakibat pada berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu suatu saat pasti akan bersinggungan dengan prinsip2 moral yang dianut, seperti yang kita sudah lihat sendiri seperti misalnya: apakah bom atom boleh digunakan, apakah clonning, abortus, euthanasia boleh dilakukan, apakah kondom untuk mencegah HIV/AIDS boleh dipergunakan, apakah Keluarga Bercelana, eh.. Berencana boleh dilakukan, dsb.,..dst. Sudah pasti pelaksanaan hal2 diatas bertentangan dengan agama, akan tetapi, agama tidak memberikan jawaban bagaimana mencegah meningkatnya korban HIV/AIDS, bagaimana mencegah meningkatnya kelahiran bayi2 yang tidak inginkan beserta ibu2 muda tanpa masa depan yang menjadi korbannya itu, dst., dsb., kecuali hanya melarang dan melarang, sementara kita tahu manusia itu tidak bisa dilarang, dan tidak setiap orang dapat mengendalikan nafsunya, lalu memandang lurus kedepan, tidak lirik kiri kanan dan dada dibusungkan seperti rekan Doedoeng bilang. Padahal, larang melarang ini sudah pakai ancaman masuk neraka segala, dgn imbalan dikelilingi bidadari yang cantik2 dengan sungai2 yang dialiri susu. (Dalam hati saya bertanya2, kenapa kok imbalannya musti bidadari yang cantik2?, lalu kenapa nggak ada bidadara yang tampan2?) Untuk mengatasi problem2 kongkret yang jawabannya tidak ada di agama itulah, maka saya kira manusia mencoba mencari jawaban melalui pendekatan sekular. Artinya segala dogma2 agama tidak diikutsertakan dalam proses kreatifitas yang dilakukan, karena teori psikologi membuktikan bhw segala larangan akan menghambat proses berpikir kreatif seseorang. Bahwasanya dalam proses berpikir kreatif itu si manusia berpedoman pada keyakinan kepada agamanya, dan karenanya memohon perlindungan dan petunjuk Yang Maha Kuasa, tentu ini akan memberikan efek positif yang sangat besar. Tapi, mohon jangan salah paham, saya tidak mengatakan bahwa keyakinan anda terhadap ayat2 suci Alqur'an itu salah atau benar. Itu sepenuhnya hak anda. Saya akan menghargai sepenuhnya pendirian anda itu. Hanya saja, saya tidak sependapat kalau keyakinan anda itu harus dijadikan referensi dalam memecahkan suatu masalah duniawi, karena tidak setiap orang memiliki referensi keimanan yang sama dengan anda. Selanjutnya, mengomentari pendapat rekan Doedoeng, berikut beberapa pendapat saya: >Saya jelas khawatir, karena konsep sekularisme dan Islam berbeda secara >diametral. Barangkali inilah yang seringkali menjadi sebab sering timbulnya konflik, kesalah pahaman, dan prejudice terhadap Islam, karena para ulamanya, atau orang2 yang mengaku/dianggap sebagai ulama seringkali memberikan kartu mati dan menutup kemungkinan adanya orientasi dan cara berpikir lain. Agama2 lain setahu saya juga ketat pada aturan2 mereka, akan tetapi mereka tidak punya masalah apalagi mempertentangkan konsep sekularisme dengan keyakinan mereka. Barangkali rekan2 yang beragama Kristen/Katholik, Hindu dan Budha bisa memberikan masukannya dalam hal ini. >Karena itu menurut >saya kalau agama (Islam) tanpa sanksi (misalnya dipecat dari keanggotaan >Islam, seperti halnya anggota partai yang melakukan pelanggaran berat >terhadap partainya) maka tidak akan ada/ setidaknya kurang loyalitasnya, >akibatnya seorang muslim lebih loyal terhadap partai atau kantornya tempat >bekerja dari pada terhadap Islam. Kelihatannya ini ide yang menarik. Daripada Islam punya banyak penganut tapi sebagian besar 'bunglon', mendingan memang punya pengikut sedikit tapi berbobot dan bermanfaat untuk sekelilingnya. Hanya saja siapa yang berhak memecat seseorang dari keyakinannya beragama Islam? Saya saja yang barangkali sudah dibilang murtad ini, tidak bisa anda pecat dari keislaman saya kalau bukan saya sendiri yang melepaskannya. >Untuk menjadi negara Islami (bukan negara Islam) tidak harus 100% >penduduknya muslim (karena itu tidak mungkin. Zaman Rasululloh dulu banyak >komunitas Yahudi dan Kristen di Medinah. Setuju, kalau kita ingin membangun negara yang demokratis ya memang nggak harus menang mutlak 100%. Dengan memperoleh suara mayoritas kita sudah dianggap sah mewakili suara keseluruhan. Ini juga sudah saya singgung di email saya yang terdahulu. Tapi, anda kan tidak mau mendirikan negara Islam, melainkan negara Islami. Dapatkah anda jelaskan seperti apa negara Islami yang anda maksud itu? Kalau negara Islami yang anda maksudkan adalah negara dimana a.l: narkoba tidak boleh dipergunakan dengan alasan apapun, pelacuran, lesbi dan gay dianggap 'kriminal', sehingga harus dihukum, dsb., dst., wah menurut saya ini amat tidak realistis, karena larangan2 dan hukuman2 itu menurut saya bukanlah pemecahan terhadap masalah2 yang riil ada didepan mata, yang berdasarkan ilmu pengetahuan bisa ditemukan sebab musabab dan akibatnya. Saya sendiri jadi agak ngeri nih sama anda setelah membaca sedikit berita tentang Iran yang menurut anda adalah contoh negara Islam yang baik (lihat: http://www.hrw.org/reports/world/iran-pubs.php). Jangan2, anda pengikutnya Amrozi nih, ha ha ha, sorry...becanda! >Masalahnya adalah, apakah kita >(terutama Muslim), siap untuk menyatakan bahwa sumber kekuasaan dan >kedaulatan itu Alloh Swt, yang berarti semua manusia equal. >Tidak ada keharusan untuk menyebut "Negara Islam", itu instrumen saja, Saya kira semua orang yang beragama Islam sudah mengakui itu. Bahkan yang bukan beragama Islampun mengakui adanya kekuataan yang maha agung, yang menciptakan alam semesta dan jagad raya ini beserta isinya, yaitu Tuhan Yang Maha Kuasa. Kalau tidak perlu menyebut Negara Islam, nah berarti untuk kasus Indonesia, Republik Indonesia 'saja' tanpa embel2 Islam sudah pas dan cukup dong ya. Kalau begitu, sekarang bagaimana caranya supaya orang2 yang jadi penghuni Republik Indonesia itu, baik yang mengatur maupun yang diatur mau dan dapat menjalankan tugas2 kehidupannya dengan segala sikap terpuji seperti yang diajarkan agama. Inilah saya kira yang perlu kita carikan pemecahannya. >Persis Bu Utami, karena itu Alloh menurunkan ayat sebelum >perintah berjilbab kepada perempuan beriman adalah keharusan >laki-laki untuk menahan nafsunya. >Prinsip jilbab adalah menutup aurat, sedangkan >aurat wanita adalah seluruh tubuhnya kecuali muka dan telapak >tangan. Jadi kalau ditambah cadar, menurut saya sekedar >asesoris, bukan kewajiban. Penting untuk diperhatikan juga >bahwa baju tersebut tidak menampakkan lekukan tubuh dan >transparan. Jadi kalau di Indonesia ditemukan jilbaber dengan >celana ketat dan kaos yang (kalau mengangkat tangan) udelnya >kelihatan, belum dikategorikan sebagai menutup aurat. Tapi toch perempuan harus berjilbab juga. Ini kan nggak adil menurut saya. Kalau menurut logika saya yang lebih tepat adalah: Kalau laki2 nggak bisa menahan nafsunya, lalu memperkosa si perempuan, maka si laki2 itu musti masuk bui, kalau perlu dihukum mati, habis perkara! Bukannya si perempuannya yang musti pakai jilbab. Lagipula di sisi lain, apakah kita tidak bisa melihat kecantikan seorang wanita itu sebagai sesuatu yang indah, sebagai salah satu karya besar Sang Maha Pencipta yang patut dikagumi, tanpa embel2 nafsu? Rasanya rendah sekali manusia itu kalau apa2 selalu dikaitkan dengan nafsu. Kita kan sudah tidak hidup dijaman batu lagi?, yang rumahnya adalah gua2 gelap?, yang lampunya adalah obor?, yang kalau melihat betis atau paha menganggur syahwat langsung berdiri dan langsung menerkam mangsa? Ah, saya sungguh2 amat sangat tidak mengerti cara pandang yang menurut saya sudah sangat amat tidak cocok dengan peradaban manusia masa kini itu. Menurut saya, kita tidak akan pernah bisa mengontrol nafsu dan syahwat kita kalau kita sendiri tidak berani mengkonfrontasikan diri kita dengan sumber2 penyebab timbulnya nafsu atau syahwat itu. Semakin kita mengenal sumber2 itu, dan semakin kita melihat sumber2 tsb. dengan cara pandang yang lain, semakin kita bisa mengendalikan nafsu syahwat itu (tentu saja hukum publik juga harus dipersiapkan untuk jaga-jaga atas terjadinya hal2 yang tak diinginkan seperti misalnya pemerkosaan, dsb., dst.), dan akibatnya, semakin wajar pulalah kita dalam bersikap terhadap hal yang disebut 'aurat' itu. Menurut saya sudah saatnya sekarang ini Islam memperlakukan manusia itu sebagai manusia yang beradab. Bukan sebagai manusia yang mempunyai nafsu hewani, yang sepanjang masa harus dipecuti. Terakhir, menanggapi pendapat rekan Darmawan: >Lihatlah betapa 'frame' berpikir atau >logika manusia bisa berubah-ubah. Dan ini terus akn berkembang, sampai >mungkin sekrang kata si Hawking, alam semesta kita adalah berada dalam >suatu membrane (?). So what? Apakah manusia tidak boleh berubah dan berkembang pikiran dan pengetahuannya? Salam hangat, HermanSyah XIV. [EMAIL PROTECTED] 11/10/2003 09:21 Please respond to yonsatu To: [EMAIL PROTECTED] cc: Subject: [yonsatu] Re: Sekularisme Contoh pembahasan dari kawan kita dibawah ini, menunjukkan bahwa dengan berjalannya waktu dan berkembangnya ilmu pengetahuan, hal-hal yang dulu tidak masuk akal dan hanya orang beriman saja yang meyakininya, sekarang dapat dijelaskan. Apakah kita masih akan memisahkan antara agama dengan kehidupan? Silahkan untuk merenungkannya. MEMAHAMI AL-QUR'AN LEWAT ILMU PENGETAHUAN. MEMAHAMI ILMU PENGETAHUAN LEWAT AL-QUR'AN. Al-Qur'an diturunkan sejak sekitar tahun 612 - 632 Masehi. Pada waktu itu masih jaman main kekuasaan, memperluas pengaruh kerajaan dengan jalan perang,. Pada jaman itu yang namanya ilmu pengetahuan masih belum menjadi perhatian orang. Banyak ayat2 al-Qur'an yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan tidak bisa dipahami oleh sahabat2 Nabi, tetapi mereka percaya begitu saja. Nabi Muhammad saw pasti bisa memahami isi al-Qur'an melalui hidayah dari Allah, tetapi beliau mengalami kesulitan untuk menjelaskan kepada para sahabat, karena ada perbedaan dasar pengetahuan. Nabi pernah mengatakan bahwa ummat sesudahnya akan lebih mudah memahami isi al-Qur'an. Ilmu pengetahuan mulai dipelajari, dibahas, diperdebatkan sejak tahun 1525-an, sejak jaman Gallileo, Copernicus yang membahas tentang susunan tata surya. Pengetahuan tentang biologi baru dimulai tahun 1590 sejak ditemukan mikroskop. Sedangkan pengetahuan tentang bakteri baru dimulai sejak tahun 1800 an. Mari kita lihat beberapa ayat al-Qur'an berikut ini: QS Al Hijr 15:22, "Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh2-an) dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya". Pada tahun 630-an, bagaimana mungkin ummat bisa memahami tentang perkawinan pada tumbuhan?. Perkawinan pada tumbuhan terjadi jika ada benang-sari, yang jika bertemu dengan putik, akan mengasilkan tumbuhan baru? Benang-sari bisa dibawa oleh angin, jatuh ke bunga betina (berupa putik), putik sedang terbuka, benang-sari masuk, putik menutup kembali. Selanjutnya terjadilah proses pembentukan buah dan bisa menjadi tanaman baru. Pengetahuan tentang tumbuhan, baru ada pada tahun 1600-an. Artinya ada rentang waktu hampir 1000 tahun untuk bisa memahami kandungan isi ayat al-Qur'an ini. QS An'Aam 6:95, " Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir tumbuh2-an dan biji buah2-an. Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. (Yang memiliki sifat2) demikian ialah Allah, maka mengapa kamu masih berpaling?". Biji jagung, kedele, kacang kering yang nampaknya sudah mati, ternyata bisa hidup jika ditanam dan disiram. Di dalam biji kering tersebut, ada suatu sel yang akan bisa tumbuh jika kondisi lingkungannya mendukung. Dalam ilmu pengetahuan modern tentang kloning, sel yang nampak sudah mati dari suatu fossil, dari kuku atau rambut, bisa dibuat hidup kembali. Biji2an yang nampak mati diperoleh dari tumbuhan yang masih hidup. Allah mengeluarkan yang mati dari yang hidup. QS An Nahl 16:79. " Tidakkah mereka memperhatikan burung2 yang dimudahkan terbang di angkasa bebas. Tidak ada yang menahannya selain daripada Allah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar2 terdapat tanda2 (kebesaran Tuhan) bagi orang2 yang beriman". Kita diminta untuk memperhatikan bagaimana burung bisa terbang. Burung yang nampak mudah terbang melayang dan tambah tinggi adalah burung elang yang hanya dengan cara berputar. Bentuk sayap pesawat, bentuk sayap gantole dibuat mirip dengan sayap burung dengan bentuk melengkung ke atas, sehingga secara aerodinamis aliran udara di bagian atas lebih cepat daripada yang bagian bawah. Hukum Bernouli mengatakan pada aliran yang lebih cepat, maka tekanannya turun. Artinya tekanan di atas sayap lebih kecil daripada tekanan di bagian bawahnya, sehingga sayap bisa terangkat. Disamping itu, udara yang hangat akan ikut mendorong burung, gantole, pesawat terbang layang naik ke atas. Inilah yang dinamakan sunnatullah, hukum Allah yang mesti berlaku. QS An Naml 27:88, "Dan kamu lihat gunung2 itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal dia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap2 sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan". Menurut pengetahuan modern, daratan Asia, Eropa, dan Afrika dulu menyatu. Indonesia juga merupakan daratan benua Asia. Akibat adanya pergerakan tanah, maka benua Afrika terpisah, Indonesia juga terpisah dari benua Asia. Di Indonesia banyak terdapat gunung di Sumatra, Jawa. Kalau daratannya bergerak, artinya gunungnya juga ikut bergerak. Menurut ahli geologi, Prof. Dr. Katili dari Bandung, gunung2 ternyata bergerak sekitar 2 - 5 cm per tahun, saling menjauhi atau saling mendekati. QS Yaasin 36:65, " Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkata kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan". QS Fushshilat 41:20, " Sehingga apabila mereka sampai ke neraka, pendengaran, penglihatan dan kulit mereka menjadi saksi terhadap mereka tentang apa yang mereka kerjakan" . QS Fushshilat 41:21, " Dan mereka berkata kepada kulit mereka: " Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami?". Kulit menjawab: " Allah yang menjadikan segala sesuatu pandai berkata, telah menjadikan kami pandai (pula) berkata, dan Dia lah yang menciptakan kamu pada kali yang pertama dan hanya kepada Nya lah kamu dikembalikan". QS Fushshilat 41:22, " Kamu se-kali2 tidak dapat bersembunyi dari persaksian pendengaran, penglihatan dan kulitmu terhadapmu bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan". Bagaimana cara memahami bahwa tangan, kaki, panca indera bisa menjadi saksi atas segala perbuatan kita? Mari kita tinjau dari segi iptek yang ada sekarang. Rekaman gambar dulu dilakukan dengan menggunakan selulosa (film) dengan menggunakan kamera, sementara rekaman suara menggunakan mikrofon dan disimpan dalam bentuk piringan hitam, benda keras (ebonit) yang dibuat bergelombang (tepatnya bergerigi halus) pada jalurnya. Kemudian ada teknologi baru cara merekam gambar dengan kamera digital, dan direkam dalam bentuk magnetik digital pada pita magnetik. Demikian juga rekaman suara diambil lewat mike dan disimpan dalam pita magnetik, kaset. Sekarang dengan menggunakan kamera digital dan wireless mike, gambar kejadian dan suara bisa direkam dalam bentuk CD, keping plastik keras dengan lapisan cermin. Segala perbuatan kita, bisa direkam dalam bentuk CD. CD adalah saksi nyata yang tidak bisa dibantah atas perbuatan kita. CD hanyalah kepingan plastik keras dengan lapisan cermin. Apakah masih ingat kasus CD mahasiswa Bandung? Bagaimana caranya Nabi menjelaskan kepada sahabat2 beliau bahwa sekeping plastik yang ditemukan di belantara Jakarta ini adalah "saksi" atas perbuatan yang dilakukan di Bali oleh 2 orang mahasiswa Bandung ?. Kalau manusia bisa membuat "saksi" dari kepingan plastik, apalah susahnya bagi Allah menjadikan saksi berupa tangan dan kaki ? Coba bayangkan mesin perekam Allah yang hebat ini: Mata adalah kamera, telinga adalah mikrofon, otak dan tubuh kita adalah mixer yang memproses signal digital, kulit dan kuku yang tumbuh di tangan dan kaki adalah media perekam. Sepanjang hidup kita, segala perbuatan kita direkam di dalam kuku, kulit, tulang telinga. Bagaimana kita bisa mengingkari, kalau video perbuatan kita diputar dihadapan kita? Subhanallah. Dulu, hanya dengan iman yang sangat kuat, para sahabat mempercayai kebenaran ayat al-Qur'an ini. Beruntunglah kita yang kebetulan sudah ada di jaman modern, yang lebih mudah memahami ayat-ayat ini. Alhamdulillah. Walaupun demikian, masih banyak ayat2 Qur'an yang masih menjadi misteri, belum bisa dipahami dengan jelas. Ini adalah kesempatan bagi kita untuk menggali iptek dari al-Qur'an, yang sudah pasti kebenarannya. Insya Allah. MahaBenar Allah dengan firmanNya. Kalo ada salah, itu salah saya. ----- Original Message ----- From: "Abdullah Sodik" <[EMAIL PROTECTED]> To: <[EMAIL PROTECTED]> Sent: Monday, November 10, 2003 10:57 AM Subject: [yonsatu] Re: Sekularisme > Bung Hermansyah....ikutan nimbrung yah ....... > Di Jakarta jam 10.50 di sono berarti lagi sahur...? > > Pada masa lalu tersebar luas pendangan bahwa ada pertentangan yang tidak > dapat didamaikan antara ilmu dan agama. Pandangan yang dianut oleh tokoh > jaman itu adalah bahwa sudah saatnya iman digantikan oleh pengetahuan. Iman > yang tidak bersandar pada pengetahuan adalah takhayul, dan karenanya harus > ditolak. Menurut konsepsi ini, fungsi satu-satunya pendidikan adalah untuk > membuka jalan kepada pemikiran dan manusia, haruslah memenuhi hanya tujuan > itu saja. > > Dewasa ini, meski wilayah agama dan ilmu masing-masing sudah saling > membatasi dengan jelas, tetapi bagaimanapun juga ada hubungan dan > ketergantungan timbal balik yang amat kuat di antara keduanya. Meskipun > agama adalah yang menentukan tujuan, tetapi agama telah belajar dalam arti > yang paling luas, dari ilmu, tentang cara-cara apa yang akan menyumbang > pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditetapkannya. Sedangkan ilmu hanya > dapat diciptakan oleh mereka yang telah terilhami aspirasi terhadap > kebenaran dan pemahaman. Sumber perasaan semacam ini kita ketahui tumbuh > dari wilayah agama. Termasuk juga disini adalah kepercayaan akan kemungkinan > bahwa pengaturan yang absah bagi dunia kemaujudan ini bersifat rasional, > yaitu dapat dipahami nalar. > > Saya yakin anda sependapat dengan saya bahwa tidak ada ilmuwan yang tidak > memiliki kepercayaan tersebut. Keadaan ini dapat diungkapkan dengan suatu > citra; ilmu tanpa agama adalah lumpuh, dan agama tanpa ilmu adalah buta. > > Salam > Asodik > > -----Original Message----- > From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] > Sent: Friday, November 07, 2003 7:14 PM > To: [EMAIL PROTECTED] > Subject: [yonsatu] Re: Sekularisme > > ----dihapus--------- > > Ya, dan seyogyanya kita memilih suatu agama dengan akal pula, jadi bukan > karena turun temurun atau karena dipaksa-paksa. Tapi untuk masyarakat > berkembang, hal ini pasti sangat sulit sekali dilakukan. > > Berdasarkan ilmu pengetahuan, agama adalah bagian dari suatu kebudayaan. > Dan kebudayaan termasuk sebagai sebuah cabang ilmu. Dengan demikian agama > bisa kita asumsikan sebagai bagian dari ilmu kebudayaan, yang berarti juga > merupakan bagian integral dari ilmu pengetahuan, sementara kalau dalam > Islam menurut anda, ilmu pengetahuanlah yang merupakan bagian integral > dari agama. > > Definisi mana yang lebih tepat? Barangkali kita bisa tinjau secara > matematis. Pertama, kita integralkan ilmu pengetahuan dari batas bawah > sampai batas atas, lalu kita katakan bahwa hasilnya adalah 'agama'. Lalu > kita coba diferensiasikan agama itu maka mustinya yang muncul adalah ilmu2 > pegetahuan. Ya psikologi, ya kedokteran, ya ekonomi, ya teknik, ya > pendidikan, ya dsb. dst. > > Sekarang kita integralkan ilmu pengetahuan dari batas bawah sampai batas > atas, dengan asumsi agama merupakan bagian dari ilmu kebudayaan, dan kita > sebut hasilnya adalah 'semesta pengetahuan', maka mustinya kalau kita > diferensiasikan semesta pengetahuan itu, yang muncul adalah cabang2 ilmu > pengetahuan yang saya sebut diatas, termasuk agama. > > Nah, sekarang kita tinggal memilih, mana dari 2 pernyataan diatas yang > lebih tepat? Apakah agama merupakan bagian integral dari pengetahuan atau > pengetahuan yang merupakan bagian integral dari agama? > > >Karena itu agama > >menjadi sangat dinamis, karena berbagai lapangan ilmu > >pengetahuan adalah lapangan agama juga. Dalam urusan duniawi, > >agama diserahkan kepada kita, "antum a'lamu biumuri dunyakum", > >kalian lebih mengetahui urusan duniamu, jawab Rasululloh ketika > >ditanya bagaimana cara menanam kurma yang baik. > > Menurut saya ini bukti bahwa agama belum tentu bisa memecahkan seluruh > masalah duniawi, karena misalnya ilmu pertanian tidak ada di dalam kitab > suci. Tapi bahwasanya agama itu dibutuhkan agar manusia itu senantiasa > berbuat baik, seimbang jiwanya, terkendali nafsunya, dan suci pikiran, > perkataan serta perbuatannya, itu tidak bisa ditawar-tawar lagi. > > Salam hangat, > HermanSyah XIV. > > > > --[YONSATU - ITB]---------------------------------------------------------- > Online archive : <http://yonsatu.mahawarman.net> > Moderators : <mailto:[EMAIL PROTECTED]> > Unsubscribe : <mailto:[EMAIL PROTECTED]> > Vacation : <mailto:[EMAIL PROTECTED]> > --[YONSATU - ITB]---------------------------------------------------------- Online archive : <http://yonsatu.mahawarman.net> Moderators : <mailto:[EMAIL PROTECTED]> Unsubscribe : <mailto:[EMAIL PROTECTED]> Vacation : <mailto:[EMAIL PROTECTED]> --[YONSATU - ITB]---------------------------------------------------------- Online archive : <http://yonsatu.mahawarman.net> Moderators : <mailto:[EMAIL PROTECTED]> Unsubscribe : <mailto:[EMAIL PROTECTED]> Vacation : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>