Hall rekan Sumarko,
>Apakah kita masih akan memisahkan antara agama dengan kehidupan?

Itu tergantung dari keyakinan kita masing2.  Keyakinan itu sendiri datang 
setelah melalui suatu proses berpikir dan penghayatan yang dalam.  Memaksa 
(apalagi mengintimidasi) orang untuk tidak memisahkan agama dengan 
kehidupan sama saja jeleknnya dengan memaksa orang untuk memisahkan agama 
dengan kehidupan. 

Contoh2 yang anda sebut tidak saya bantah, karena semua agama memang 
memberikan inspirasi dan 'hints' kepada kita mengenai alam semesta ini. 
Lagi pula, seperti saya sudah singgung di email saya yang terdahulu, para 
ahli agama, pasti akan selalu berusaha menarik garis penghubung antara 
ayat2 yang ada didalam kitab suci dengan keadaan yang kita hadapi hari 
ini, yang menurut saya wajar2 saja.  Tinggal kita yang musti menentukan, 
apakah inspirasi atau 'hints' itu akan kita pergunakan untuk menunjukkan 
bahwa agama tsb. adalah yang paling benar, yang paling diakui oleh Tuhan, 
sehingga semua orang di dunia ini harus menganut dan patuh pada agama itu 
serta bersikap hidup sesuai dengan aturan2 agama itu, atau apakah 
inspirasi dan 'hints' itu akan kita pergunakan untuk mengembangkan ilmu 
pengetahuan sebanyak-banyaknya demi kemaslahatan umat manusia serta 
keseimbangan jagad raya ini?

Saya setuju dengan pendapat rekan Sodik yang berbunyi:

>Saya yakin anda sependapat dengan saya bahwa tidak ada ilmuwan yang tidak
>memiliki kepercayaan tersebut. Keadaan ini dapat diungkapkan dengan suatu
>citra; ilmu tanpa agama adalah lumpuh, dan agama tanpa ilmu adalah buta.

Perlu juga saya tambahkan bahwa sebenarnya ilmu pengetahuan mulai 
berkembang sejak sekitar 400 tahun sebelum Masehi, yang melahirkan filsuf2 
besar sepanjang masa, yaitu: Socrates, Plato dan Aristoteles.  Mereka ini 
mencoba mencari jawaban mengenai kehidupan ini, yang 'terinsipirasi' oleh 
mythos Dewa2 Yunani.  Kita juga kenal Archimides dan Phytagoras yang 
menjadi the founding fathers ilmu fisika dan matematika.  Sejak itu ilmu 
pengetahuan terus berkembang hingga sekarang.  Menurut saya, tanpa atau 
dengan agama manusia akan terus menerus mencari jawaban mengenai alam 
semesta dan kehidupan ini, yang akan berakibat pada berkembangnya ilmu 
pengetahuan dan teknologi.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu suatu saat pasti akan 
bersinggungan dengan prinsip2 moral yang dianut, seperti yang kita sudah 
lihat sendiri seperti misalnya: apakah bom atom boleh digunakan, apakah 
clonning, abortus, euthanasia boleh dilakukan, apakah kondom untuk 
mencegah HIV/AIDS boleh dipergunakan, apakah Keluarga Bercelana, eh.. 
Berencana boleh dilakukan, dsb.,..dst.  Sudah pasti pelaksanaan hal2 
diatas bertentangan dengan agama, akan tetapi, agama tidak memberikan 
jawaban bagaimana mencegah meningkatnya korban HIV/AIDS, bagaimana 
mencegah meningkatnya kelahiran bayi2 yang tidak inginkan beserta ibu2 
muda tanpa masa depan yang menjadi korbannya itu, dst., dsb., kecuali 
hanya melarang dan melarang, sementara kita tahu manusia itu tidak bisa 
dilarang, dan tidak setiap orang dapat mengendalikan nafsunya, lalu 
memandang lurus kedepan, tidak lirik kiri kanan dan dada dibusungkan 
seperti rekan Doedoeng bilang.  Padahal, larang melarang ini sudah pakai 
ancaman masuk neraka segala, dgn imbalan dikelilingi bidadari yang cantik2 
dengan sungai2 yang dialiri susu.  (Dalam hati saya bertanya2, kenapa kok 
imbalannya musti bidadari yang cantik2?, lalu kenapa nggak ada bidadara 
yang tampan2?)

Untuk mengatasi problem2 kongkret yang jawabannya tidak ada di agama 
itulah, maka saya kira manusia mencoba mencari jawaban melalui pendekatan 
sekular.  Artinya segala dogma2 agama tidak diikutsertakan dalam proses 
kreatifitas yang dilakukan, karena teori psikologi membuktikan bhw segala 
larangan akan menghambat proses berpikir kreatif seseorang.  Bahwasanya 
dalam proses berpikir kreatif itu si manusia berpedoman pada keyakinan 
kepada agamanya, dan karenanya memohon perlindungan dan petunjuk Yang Maha 
Kuasa, tentu ini akan memberikan efek positif yang sangat besar.

Tapi, mohon jangan salah paham, saya tidak mengatakan bahwa keyakinan anda 
terhadap ayat2 suci Alqur'an itu salah atau benar.  Itu sepenuhnya hak 
anda.  Saya akan menghargai sepenuhnya pendirian anda itu.  Hanya saja, 
saya tidak sependapat kalau keyakinan anda itu harus dijadikan referensi 
dalam memecahkan suatu masalah duniawi, karena tidak setiap orang memiliki 
referensi keimanan yang sama dengan anda.

Selanjutnya, mengomentari pendapat rekan Doedoeng, berikut beberapa 
pendapat saya:

>Saya jelas khawatir, karena konsep sekularisme dan Islam berbeda secara
>diametral.

Barangkali inilah yang seringkali menjadi sebab sering timbulnya konflik, 
kesalah pahaman, dan prejudice terhadap Islam, karena para ulamanya, atau 
orang2 yang mengaku/dianggap sebagai ulama seringkali memberikan kartu 
mati dan menutup kemungkinan adanya orientasi dan cara berpikir lain. 
Agama2 lain setahu saya juga ketat pada aturan2 mereka, akan tetapi mereka 
tidak punya masalah apalagi mempertentangkan konsep sekularisme dengan 
keyakinan mereka.  Barangkali rekan2 yang beragama Kristen/Katholik, Hindu 
dan Budha bisa memberikan masukannya dalam hal ini.

>Karena itu menurut
>saya kalau agama (Islam) tanpa sanksi (misalnya dipecat dari keanggotaan
>Islam, seperti halnya anggota partai yang melakukan pelanggaran berat
>terhadap partainya) maka tidak akan ada/ setidaknya kurang loyalitasnya,
>akibatnya seorang muslim lebih loyal terhadap partai atau kantornya 
tempat
>bekerja dari pada terhadap Islam.

Kelihatannya ini ide yang menarik.  Daripada Islam punya banyak penganut 
tapi sebagian besar 'bunglon', mendingan memang punya pengikut sedikit 
tapi berbobot dan bermanfaat untuk sekelilingnya.  Hanya saja siapa yang 
berhak memecat seseorang dari keyakinannya beragama Islam?  Saya saja yang 
barangkali sudah dibilang murtad ini, tidak bisa anda pecat dari keislaman 
saya kalau bukan saya sendiri yang melepaskannya.

>Untuk menjadi negara Islami (bukan negara Islam) tidak harus 100%
>penduduknya muslim (karena itu tidak mungkin. Zaman Rasululloh dulu 
banyak
>komunitas Yahudi dan Kristen di Medinah. 

Setuju, kalau kita ingin membangun negara yang demokratis ya memang nggak 
harus menang mutlak 100%.  Dengan memperoleh suara mayoritas kita sudah 
dianggap sah mewakili suara keseluruhan.  Ini juga sudah saya singgung di 
email saya yang terdahulu.  Tapi, anda kan tidak mau mendirikan negara 
Islam, melainkan negara Islami.  Dapatkah anda jelaskan seperti apa negara 
Islami yang anda maksud itu?

Kalau negara Islami yang anda maksudkan adalah negara dimana a.l: narkoba 
tidak boleh dipergunakan dengan alasan apapun, pelacuran, lesbi dan gay 
dianggap 'kriminal', sehingga harus dihukum, dsb., dst., wah menurut saya 
ini amat tidak realistis, karena larangan2 dan hukuman2 itu menurut saya 
bukanlah pemecahan terhadap masalah2 yang riil ada didepan mata, yang 
berdasarkan ilmu pengetahuan bisa ditemukan sebab musabab dan akibatnya. 
Saya sendiri jadi agak ngeri nih sama anda setelah membaca sedikit berita 
tentang Iran yang menurut anda adalah contoh negara Islam yang baik 
(lihat: http://www.hrw.org/reports/world/iran-pubs.php).  Jangan2, anda 
pengikutnya Amrozi nih, ha ha ha, sorry...becanda!

>Masalahnya adalah, apakah kita
>(terutama Muslim), siap untuk menyatakan bahwa sumber kekuasaan dan
>kedaulatan itu Alloh Swt, yang berarti semua manusia equal.
>Tidak ada keharusan untuk menyebut "Negara Islam", itu instrumen saja,

Saya kira semua orang yang beragama Islam sudah mengakui itu.  Bahkan yang 
bukan beragama Islampun mengakui adanya kekuataan yang maha agung, yang 
menciptakan alam semesta dan jagad raya ini beserta isinya, yaitu Tuhan 
Yang Maha Kuasa.
Kalau tidak perlu menyebut Negara Islam, nah berarti untuk kasus 
Indonesia, Republik Indonesia 'saja'  tanpa embel2 Islam sudah pas dan 
cukup dong ya.  Kalau begitu, sekarang bagaimana caranya supaya orang2 
yang jadi penghuni Republik Indonesia itu, baik yang mengatur maupun yang 
diatur mau dan dapat menjalankan tugas2 kehidupannya dengan segala sikap 
terpuji seperti yang diajarkan agama.  Inilah saya kira yang perlu kita 
carikan pemecahannya. 

>Persis Bu Utami, karena itu Alloh menurunkan ayat sebelum
>perintah berjilbab kepada perempuan beriman adalah keharusan
>laki-laki untuk menahan nafsunya.
>Prinsip jilbab adalah menutup aurat, sedangkan
>aurat wanita adalah seluruh tubuhnya kecuali muka dan telapak
>tangan. Jadi kalau ditambah cadar, menurut saya sekedar
>asesoris, bukan kewajiban. Penting untuk diperhatikan juga
>bahwa baju tersebut tidak menampakkan lekukan tubuh dan
>transparan. Jadi kalau di Indonesia ditemukan jilbaber dengan
>celana ketat dan kaos yang (kalau mengangkat tangan) udelnya
>kelihatan, belum dikategorikan sebagai menutup aurat.

Tapi toch perempuan harus berjilbab juga.  Ini kan nggak adil menurut 
saya.  Kalau menurut logika saya yang lebih tepat adalah: Kalau laki2 
nggak bisa menahan nafsunya, lalu memperkosa si perempuan, maka si laki2 
itu musti masuk bui, kalau perlu dihukum mati, habis perkara!   Bukannya 
si perempuannya yang musti pakai jilbab.  Lagipula di sisi lain, apakah 
kita tidak bisa melihat kecantikan seorang wanita itu sebagai sesuatu yang 
indah, sebagai salah satu karya besar Sang Maha Pencipta yang patut 
dikagumi, tanpa embel2 nafsu?  Rasanya rendah sekali manusia itu kalau 
apa2 selalu dikaitkan dengan nafsu.  Kita kan sudah tidak hidup dijaman 
batu lagi?, yang rumahnya adalah gua2 gelap?,  yang lampunya adalah obor?, 
yang kalau melihat betis atau paha menganggur syahwat langsung berdiri dan 
langsung menerkam mangsa?  Ah, saya sungguh2 amat sangat tidak mengerti 
cara pandang yang menurut saya sudah sangat amat tidak cocok dengan 
peradaban manusia masa kini itu.

Menurut saya, kita tidak akan pernah bisa mengontrol nafsu dan syahwat 
kita kalau kita sendiri tidak berani mengkonfrontasikan diri kita dengan 
sumber2 penyebab timbulnya nafsu atau syahwat itu.  Semakin kita mengenal 
sumber2 itu, dan semakin kita melihat sumber2 tsb. dengan cara pandang 
yang lain, semakin kita bisa mengendalikan nafsu syahwat itu (tentu saja 
hukum publik juga harus dipersiapkan untuk jaga-jaga atas terjadinya hal2 
yang tak diinginkan seperti misalnya pemerkosaan, dsb., dst.), dan 
akibatnya, semakin wajar pulalah kita dalam bersikap terhadap hal yang 
disebut  'aurat'  itu.

Menurut saya sudah saatnya sekarang ini Islam memperlakukan manusia itu 
sebagai manusia yang beradab.  Bukan sebagai manusia yang mempunyai nafsu 
hewani, yang sepanjang masa harus dipecuti.

Terakhir, menanggapi pendapat rekan Darmawan:
>Lihatlah betapa 'frame' berpikir atau 
>logika manusia bisa berubah-ubah. Dan ini terus akn berkembang, sampai 
>mungkin sekrang kata si Hawking, alam semesta kita adalah berada dalam 
>suatu membrane (?).

So what?  Apakah manusia tidak boleh berubah dan berkembang pikiran dan 
pengetahuannya?

Salam hangat, 
HermanSyah XIV.





[EMAIL PROTECTED]
11/10/2003 09:21
Please respond to yonsatu

 
        To:     [EMAIL PROTECTED]
        cc: 
        Subject:        [yonsatu] Re: Sekularisme


Contoh pembahasan dari kawan kita dibawah ini, menunjukkan bahwa dengan
berjalannya waktu dan berkembangnya ilmu pengetahuan, hal-hal yang dulu
tidak
masuk akal dan hanya orang beriman saja yang meyakininya, sekarang dapat
dijelaskan.
Apakah kita masih akan memisahkan antara agama dengan kehidupan?
Silahkan untuk merenungkannya.

MEMAHAMI AL-QUR'AN LEWAT ILMU PENGETAHUAN.
MEMAHAMI ILMU PENGETAHUAN LEWAT AL-QUR'AN.

Al-Qur'an diturunkan sejak sekitar tahun 612 - 632 Masehi. Pada waktu itu
masih jaman main kekuasaan, memperluas pengaruh kerajaan dengan jalan
perang,. Pada jaman itu yang namanya ilmu pengetahuan masih belum menjadi
perhatian orang. Banyak ayat2 al-Qur'an yang berhubungan dengan ilmu
pengetahuan tidak bisa dipahami oleh sahabat2 Nabi, tetapi mereka percaya
begitu saja. Nabi Muhammad saw pasti bisa memahami isi al-Qur'an melalui
hidayah dari Allah, tetapi beliau mengalami kesulitan untuk menjelaskan
kepada para sahabat, karena ada perbedaan dasar pengetahuan. Nabi pernah
mengatakan bahwa ummat sesudahnya akan lebih mudah memahami isi al-Qur'an.

Ilmu pengetahuan mulai dipelajari, dibahas, diperdebatkan sejak tahun
1525-an, sejak jaman Gallileo, Copernicus yang membahas tentang susunan 
tata
surya. Pengetahuan tentang biologi baru dimulai tahun 1590 sejak ditemukan
mikroskop. Sedangkan pengetahuan tentang bakteri baru dimulai sejak tahun
1800 an. Mari kita lihat beberapa ayat al-Qur'an berikut ini:

QS Al Hijr 15:22,
"Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh2-an) dan Kami
turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan
sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya".

Pada tahun 630-an, bagaimana mungkin ummat bisa memahami tentang 
perkawinan
pada tumbuhan?. Perkawinan pada tumbuhan terjadi jika ada benang-sari, 
yang
jika bertemu dengan putik, akan mengasilkan tumbuhan baru? Benang-sari 
bisa
dibawa oleh angin, jatuh ke bunga betina (berupa putik), putik sedang
terbuka, benang-sari masuk, putik menutup kembali. Selanjutnya terjadilah
proses pembentukan buah dan bisa menjadi tanaman baru.
Pengetahuan tentang tumbuhan, baru ada pada tahun 1600-an. Artinya ada
rentang waktu hampir 1000 tahun untuk bisa memahami kandungan isi ayat
al-Qur'an ini.

QS An'Aam 6:95,
" Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir tumbuh2-an dan biji buah2-an. Dia
mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari 
yang
hidup. (Yang memiliki sifat2) demikian ialah Allah, maka mengapa kamu 
masih
berpaling?".

Biji jagung, kedele, kacang kering yang nampaknya sudah mati, ternyata 
bisa
hidup jika ditanam dan disiram. Di dalam biji kering tersebut, ada suatu 
sel
yang akan bisa tumbuh jika kondisi lingkungannya mendukung. Dalam ilmu
pengetahuan modern tentang kloning, sel yang nampak sudah mati dari suatu
fossil, dari kuku atau rambut, bisa dibuat hidup kembali.
Biji2an yang nampak mati diperoleh dari tumbuhan yang masih hidup. Allah
mengeluarkan yang mati dari yang hidup.

QS An Nahl 16:79.
" Tidakkah mereka memperhatikan burung2 yang dimudahkan terbang di angkasa
bebas. Tidak ada yang menahannya selain daripada Allah. Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar2 terdapat tanda2 (kebesaran Tuhan) bagi orang2 
yang
beriman".

Kita diminta untuk memperhatikan bagaimana burung bisa terbang. Burung 
yang
nampak mudah terbang melayang dan tambah tinggi adalah burung elang yang
hanya dengan cara berputar. Bentuk sayap pesawat, bentuk sayap gantole
dibuat mirip dengan sayap burung dengan bentuk melengkung ke atas, 
sehingga
secara aerodinamis aliran udara di bagian atas lebih cepat daripada yang
bagian bawah. Hukum Bernouli mengatakan pada aliran yang lebih cepat, maka
tekanannya turun. Artinya tekanan di atas sayap lebih kecil daripada 
tekanan
di bagian bawahnya, sehingga sayap bisa terangkat. Disamping itu, udara 
yang
hangat akan ikut mendorong burung, gantole, pesawat terbang layang naik ke
atas. Inilah yang dinamakan sunnatullah, hukum Allah yang mesti berlaku.

QS An Naml 27:88,
"Dan kamu lihat gunung2 itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal 
dia
berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat
dengan kokoh tiap2 sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang 
kamu
kerjakan".
Menurut pengetahuan modern, daratan Asia, Eropa, dan Afrika dulu menyatu.
Indonesia juga merupakan daratan benua Asia. Akibat adanya pergerakan 
tanah,
maka benua Afrika terpisah, Indonesia juga terpisah dari benua Asia. Di
Indonesia banyak terdapat gunung di Sumatra, Jawa. Kalau daratannya
bergerak, artinya gunungnya juga ikut bergerak. Menurut ahli geologi, 
Prof.
Dr. Katili dari Bandung, gunung2 ternyata bergerak sekitar 2 - 5 cm per
tahun, saling menjauhi atau saling mendekati.

QS Yaasin 36:65,
" Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkata kepada Kami tangan
mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu 
mereka
usahakan".

QS Fushshilat 41:20,
" Sehingga apabila mereka sampai ke neraka, pendengaran, penglihatan dan
kulit mereka menjadi saksi terhadap mereka tentang apa yang mereka 
kerjakan"
.

QS Fushshilat 41:21,
" Dan mereka berkata kepada kulit mereka: " Mengapa kamu menjadi saksi
terhadap kami?". Kulit menjawab: " Allah yang menjadikan segala sesuatu
pandai berkata, telah menjadikan kami pandai (pula) berkata, dan Dia lah
yang menciptakan kamu pada kali yang pertama dan hanya kepada Nya lah kamu
dikembalikan".

QS Fushshilat 41:22,
" Kamu se-kali2 tidak dapat bersembunyi dari persaksian pendengaran,
penglihatan dan kulitmu terhadapmu bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak
mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan".

Bagaimana cara memahami bahwa tangan, kaki, panca indera bisa menjadi 
saksi
atas segala perbuatan kita? Mari kita tinjau dari segi iptek yang ada
sekarang.

Rekaman gambar dulu dilakukan dengan menggunakan selulosa (film) dengan
menggunakan kamera, sementara rekaman suara menggunakan mikrofon dan
disimpan dalam bentuk piringan hitam, benda keras (ebonit) yang dibuat
bergelombang (tepatnya bergerigi halus) pada jalurnya. Kemudian ada
teknologi baru cara merekam gambar dengan kamera digital, dan direkam 
dalam
bentuk magnetik digital pada pita magnetik. Demikian juga rekaman suara
diambil lewat mike dan disimpan dalam pita magnetik, kaset. Sekarang 
dengan
menggunakan kamera digital dan wireless mike, gambar kejadian dan suara 
bisa
direkam dalam bentuk CD, keping plastik keras dengan lapisan cermin. 
Segala
perbuatan kita, bisa direkam dalam bentuk CD. CD adalah saksi nyata yang
tidak bisa dibantah atas perbuatan kita. CD hanyalah kepingan plastik 
keras
dengan lapisan cermin.
Apakah masih ingat kasus CD mahasiswa Bandung? Bagaimana caranya Nabi
menjelaskan kepada sahabat2 beliau bahwa sekeping plastik yang ditemukan 
di
belantara Jakarta ini adalah "saksi" atas perbuatan yang dilakukan di Bali
oleh 2 orang mahasiswa Bandung ?.

Kalau manusia bisa membuat "saksi" dari kepingan plastik, apalah susahnya
bagi Allah menjadikan saksi berupa tangan dan kaki ?

Coba bayangkan mesin perekam Allah yang hebat ini:
Mata adalah kamera, telinga adalah mikrofon, otak dan tubuh kita adalah
mixer yang memproses signal digital,  kulit dan kuku yang tumbuh di tangan
dan kaki adalah media perekam.
Sepanjang hidup kita, segala perbuatan kita direkam di dalam kuku, kulit,
tulang telinga. Bagaimana kita bisa mengingkari, kalau video perbuatan 
kita
diputar dihadapan kita? Subhanallah.

Dulu, hanya dengan iman yang sangat kuat, para sahabat mempercayai 
kebenaran
ayat al-Qur'an ini. Beruntunglah kita yang kebetulan sudah ada di jaman
modern, yang lebih mudah memahami ayat-ayat ini. Alhamdulillah.

Walaupun demikian, masih banyak ayat2 Qur'an yang masih menjadi misteri,
belum bisa dipahami dengan jelas. Ini adalah kesempatan bagi kita untuk
menggali iptek dari al-Qur'an, yang sudah pasti kebenarannya. Insya Allah.

MahaBenar Allah dengan firmanNya.
Kalo ada salah, itu salah saya.


----- Original Message -----
From: "Abdullah Sodik" <[EMAIL PROTECTED]>
To: <[EMAIL PROTECTED]>
Sent: Monday, November 10, 2003 10:57 AM
Subject: [yonsatu] Re: Sekularisme


> Bung Hermansyah....ikutan nimbrung yah .......
> Di Jakarta jam 10.50 di sono berarti lagi sahur...?
>
> Pada masa lalu tersebar luas pendangan bahwa ada pertentangan yang tidak
> dapat didamaikan antara ilmu dan agama. Pandangan yang dianut oleh tokoh
> jaman itu adalah bahwa sudah saatnya iman digantikan oleh pengetahuan.
Iman
> yang tidak bersandar pada pengetahuan adalah takhayul, dan karenanya 
harus
> ditolak. Menurut konsepsi ini, fungsi satu-satunya pendidikan adalah 
untuk
> membuka jalan kepada pemikiran dan manusia, haruslah memenuhi hanya 
tujuan
> itu saja.
>
> Dewasa ini, meski wilayah agama dan ilmu masing-masing sudah saling
> membatasi dengan jelas, tetapi bagaimanapun juga ada hubungan dan
> ketergantungan timbal balik yang amat kuat di antara keduanya. Meskipun
> agama adalah yang menentukan tujuan, tetapi agama telah belajar dalam 
arti
> yang paling luas, dari ilmu, tentang cara-cara apa yang akan menyumbang
> pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditetapkannya. Sedangkan ilmu hanya
> dapat diciptakan oleh mereka yang telah terilhami aspirasi terhadap
> kebenaran dan pemahaman. Sumber perasaan semacam ini kita ketahui tumbuh
> dari wilayah agama. Termasuk juga disini adalah kepercayaan akan
kemungkinan
> bahwa pengaturan yang absah bagi dunia kemaujudan ini bersifat rasional,
> yaitu dapat dipahami nalar.
>
> Saya yakin anda sependapat dengan saya bahwa tidak ada ilmuwan yang 
tidak
> memiliki kepercayaan tersebut. Keadaan ini dapat diungkapkan dengan 
suatu
> citra; ilmu tanpa agama adalah lumpuh, dan agama tanpa ilmu adalah buta.
>
> Salam
> Asodik
>
> -----Original Message-----
> From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED]
> Sent: Friday, November 07, 2003 7:14 PM
> To: [EMAIL PROTECTED]
> Subject: [yonsatu] Re: Sekularisme
>
> ----dihapus---------
>
> Ya, dan seyogyanya kita memilih suatu agama dengan akal pula, jadi bukan
> karena turun temurun atau karena dipaksa-paksa.  Tapi untuk masyarakat
> berkembang, hal ini pasti sangat sulit sekali dilakukan.
>
> Berdasarkan ilmu pengetahuan, agama adalah bagian dari suatu kebudayaan.
> Dan kebudayaan termasuk sebagai sebuah cabang ilmu.  Dengan demikian 
agama
> bisa kita asumsikan sebagai bagian dari ilmu kebudayaan, yang berarti 
juga
> merupakan bagian integral dari ilmu pengetahuan, sementara kalau dalam
> Islam menurut anda, ilmu pengetahuanlah yang merupakan bagian integral
> dari agama.
>
> Definisi mana yang lebih tepat?  Barangkali kita bisa tinjau secara
> matematis.  Pertama, kita integralkan ilmu pengetahuan dari batas bawah
> sampai batas atas, lalu kita katakan bahwa hasilnya adalah 'agama'. Lalu
> kita coba diferensiasikan agama itu maka mustinya yang muncul adalah 
ilmu2
> pegetahuan. Ya psikologi, ya kedokteran, ya ekonomi, ya teknik, ya
> pendidikan, ya dsb. dst.
>
> Sekarang kita integralkan ilmu pengetahuan dari batas bawah sampai batas
> atas, dengan asumsi agama merupakan bagian dari ilmu kebudayaan, dan 
kita
> sebut hasilnya adalah 'semesta pengetahuan', maka mustinya kalau kita
> diferensiasikan semesta pengetahuan itu,  yang muncul adalah cabang2 
ilmu
> pengetahuan yang saya sebut diatas, termasuk agama.
>
> Nah, sekarang kita tinggal memilih, mana dari 2 pernyataan diatas yang
> lebih tepat?  Apakah agama merupakan bagian integral dari pengetahuan 
atau
> pengetahuan yang merupakan bagian integral dari agama?
>
>  >Karena itu agama
> >menjadi sangat dinamis, karena berbagai lapangan ilmu
> >pengetahuan adalah lapangan agama juga. Dalam urusan duniawi,
> >agama diserahkan kepada kita, "antum a'lamu biumuri dunyakum",
> >kalian lebih mengetahui urusan duniamu, jawab Rasululloh ketika
> >ditanya bagaimana cara menanam kurma yang baik.
>
> Menurut saya ini bukti bahwa agama belum tentu bisa memecahkan seluruh
> masalah duniawi, karena misalnya ilmu pertanian tidak ada di dalam kitab
> suci.  Tapi bahwasanya agama itu dibutuhkan agar manusia itu senantiasa
> berbuat baik, seimbang jiwanya, terkendali nafsunya, dan suci pikiran,
> perkataan serta perbuatannya, itu tidak bisa ditawar-tawar lagi.
>
> Salam hangat,
> HermanSyah XIV.
>
>
>
> --[YONSATU -
ITB]----------------------------------------------------------
> Online archive : <http://yonsatu.mahawarman.net>
> Moderators     : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
> Unsubscribe    : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
> Vacation       : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
>

--[YONSATU - 
ITB]----------------------------------------------------------
Online archive : <http://yonsatu.mahawarman.net>
Moderators     : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
Unsubscribe    : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
Vacation       : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>






--[YONSATU - ITB]----------------------------------------------------------
Online archive : <http://yonsatu.mahawarman.net>
Moderators     : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
Unsubscribe    : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
Vacation       : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>


Kirim email ke