8<--  
Temu akbar HANATA 2004, 3-4 Januari 2004 di Ciater      
Pendaftaran di Milis Anggota, atau SMS ke 0815-9500-697   
-->8 
  
   Nambahin informasi rekan Made sedikit ah,
Saya nggak tahu gimana sistem SD di Gouda, tempat rekan Made tinggal, tapi 
kalau di Delft ada 3 sistem SD:
1- Sistem Klasik
2- Sistem Dalton
3- Sistem Montessori

Sistem Klasik sama dengan SD di Indonesia -segala sesuatunya ditentukan 
oleh guru-, namun beberapa tahun terakhir ini sudah mulai mengarah ke 
sistem Dalton.  Sistem Dalton sendiri merupakan perpaduan antara sistem 
Klasik dan Sistem Montessori.  Sistem Montessori adalah sistem dimana anak 
dibimbing secara individual dan dilatih untuk mandiri dengan antara lain 
dibimbing membuat planning belajar setiap minggu.  Planning mingguan ini 
setelah diakumulatif harus dapat mencapai target bulanan  yang ditentukan 
oleh guru.  Karena planning mingguan ini sifatnya sangat individual, maka 
nggak heran kalau dalam suatu minggu seorang anak didik lebih banyak pergi 
ke ruang workshop untuk membuat prakarya, sementara anak didik yang lain 
justru ke ruang komputer untuk membuat karya tulis.  Sekalipun demikian, 
guru juga tidak melupakan pemberian tugas2 kelompok, karena ini penting 
untuk proses sosialisasi anak didik.

Dalam sistem Montessori ini anak didik belajar dengan didukung oleh 
berbagai macam alat bantu, sehingga anak tidak belajar secara menghapal 
buta, melainkan selalu ada visualisasinya.  Cara ini membuat suatu pokok 
bahasan menjadi semakin mudah dicerna.

Anak saya bersekolah di SD Montessori ini sebelum di SMP.  Barangkali 
anaknya Made bersekolah di SD yang juga menerapkan sistem Montessori ini.

Dalam setiap sekolah apapun tipenya, peran Orang Tua dalam membantu 
sekolah sangat krusial, dan semua dilakukan dengan senang hati dan saling 
bantu membantu tanpa bayaran.  Istri saya sempat bertugas selama 2 tahun 
sebagai Pengasuh Perpustakaan Sekolah bersama para orang tua murid 
lainnya.  Para orang tua murid ini seminggu sekali secara bergantian 
melayani anak2 mereka meminjam dan mengembalikan buku perpustakaan.

Keterlibatan orang tua terhadap sekolah ini juga berlanjut sampai ke 
tingkat sekolah menengah.  Anak saya tahun ini duduk di kelas 1 SMP. Buku2 
pelajarannya dipinjamkan sekolah.  Para orang tua murid yg dapat 
meluangkan waktunya diminta menyusun buku2 tsb kedalam box-box sebelum 
dibagikan kepada para murid.  Ini semua dilakukan secara suka rela tanpa 
bayaran.  Paling2 dapet kopi, teh dan kue-kue kecil dari sekolah.

Di tingkat Sekolah Menengah ini, yang baru saja diperbaiki lagi 
kurikulumnya (kalau nggak salah th. 2002) sekolah juga memberikan porsi 
individual yang semakin besar kepada anak didik.  Dalam 3 tahun pertama, 
peran guru dan mentor dalam proses belajar-mengajar masih dominan, tapi 
dalam 3 tahun kedua, sudah mendekati sistem di universitas, dimana 
kemandirian dan kesadaran anak didik yang lebih dominan.

Salam hangat,
HermanSyah XIV.






"Made Mahardika" <[EMAIL PROTECTED]>
12/10/2003 13:48
Please respond to yonsatu

 
        To:     <[EMAIL PROTECTED]>
        cc: 
        Subject:        [yonsatu] Re: Buku Pemberantasan Korupsi


8<-- 
Temu akbar HANATA 2004, 3-4 Januari 2004 di Ciater 
Pendaftaran di Milis Anggota, atau SMS ke 0815-9500-697 
-->8 
 
 

> -----Original Message-----
> From: Syafril Hermansyah [mailto:[EMAIL PROTECTED]
> Sent: Wednesday, December 10, 2003 1:11 PM
> To: [EMAIL PROTECTED]
> Subject: [yonsatu] Re: Buku Pemberantasan Korupsi
>
>
> 8<--
> Temu akbar HANATA 2004, 3-4 Januari 2004 di Ciater
> Pendaftaran di Milis Anggota, atau SMS ke 0815-9500-697
> -->8
>
>    On Wed, 10 Dec 2003 12:52:18 +0100
> Made Mahardika wrote:
>
> > Sebagai tambahan yang cukup menarik. Konsep diatas sudah diterapkan di
> > Sekolah dasar di Belanda. Anak saya yang sekarang duduk di kelas 5,
> > setiap awal minggu mereka mendefiniskan pelajaran2 apa saja yang akan
> > di perlajari dalam minggu yang bersangkutan. Ini dilakukan oleh guru
> > bersama degan si murid.
>
> Wow level SD sudah begitu ?
Saya juga kaget. Tapi melihat kesibukan kita yang sangat ketat, dengan 
cara
ini kita bisa me-match antara program kerja kita dan jatah waktu untuk
membantu si anak. Hal ini sangat penting karena guru tidak bisa memberikan
sepenuhnya waktu yang dibutuhkan oleh si murid. Untungnya, sekolah sudah
memberikan program mereka untuk setahun ke depan. Jadi paling nggak hal2
pokok kita sudah bisa plan. Tetapi kadang2 ada perubahan mendadak. 
Disinilah
kita butuh "korupsi" waktu kerja dalam batas2 toleransi. Tanpa adanya
toleransi yang diceritakan rekan Hermansyah, roda kehidupan di Belanda 
nggak
bisa jalan.
>
> Seingat saya dosen saya dulu yg menggunakan cara ini cuma 1 orang y.i.
> Pak Sulaiman Nasseri (Elektro), dan yg rada mirip-2x adalah Pak Hariadi
> Supangkat (Fisika). Berat akan tetapi menarik caranya Pak Sulaiman itu,
> yg membuat mudah hanyalah krn di Elektro (kala itu) kami cuma punya 1
> buku pegangan (acuan) utk satu mata kuliah, shg silabusnya praktis
> mengikuti buku itu saja (bisa dibilang ngikutin daftar isi).
> Kalau mahasiswanya banyak baca dari buku-2x lain, pasti seru diskusi di
> kelas saat itu.
>

Lucunya di Belanda ini, tidak ada buku standard. Pemerintah hanya 
memberikan
guidelines saja, apa2 yang harus diketahui/dipahami. Detail gimana 
pelajaran
diberikan diserahkan kepada sekolah masing2. Kita tahu ada banyak cara 
untuk
mendidik anak dari sudut psikologi anak. Karena itu dibelanda ada beberapa
type sekolah. Ditiap sekolah ada juga perwakilan murid. Kita bersama-sama
dengan guru dan pengurus sekolah, merinci secara lebih detail bagaimana
sebaiknya pelajaran itu diberikan kepada anak. Gimana kegiatan extra
kurikuler diberikan guna mendukung pendidikan. Kontribusi orang tua sangat
dominan baik uang, terutama tenaga. Tanpa bantuan tenaga orang tua, nggak
ada sekolah di belanda yang bisa jalan. Dengan demikian majoritas anak2
(paling nggak ditingkat SD, saya baru tahu ditingkat ini) dibelanda 
mendapat
bimbingan yang intensif baik dari lingkungan sekolah dan juga keluarga.
Dengan keikutsertaan orang tua, tingkat percaya diri anak jadi tinggi 
karena
mereka tidak merasa berada dilingkungan asing. Kalau saya lihat keluarga 
di
Indonesia, perhatian orang tua kurang aktif guna mendukung proses belaja
anak.

Salam,
Made Mahardika


--[YONSATU - 
ITB]---------------------------------------------------------- 
Arsip                            : http://yonsatu.mahawarman.net 
News Groups              : gmane.org.region.indonesia.mahawarman 
News Arsip               : http://news.gmane.org/gmane.org.region.indonesia.mahawarman 




--[YONSATU - ITB]----------------------------------------------------------   
Arsip           : http://yonsatu.mahawarman.net  
News Groups     : gmane.org.region.indonesia.mahawarman  
News Arsip      : http://news.gmane.org/gmane.org.region.indonesia.mahawarman  

Kirim email ke