Menurutku sangat menakutkan untuk meninggalkan Islam dan tidak banyak orang berani menghadapi toror yang ditebar Islam dalam menghalangi umatnya agar tidak keluar dari Islam. Teror itu dapat kita lihat: 1. Di salam al-Quran sudah dicantumkan, Awloh akan menyiksa di api neraka jahanam bagi mereka yang berani murtad dari Islam. 2. Para pemimpin Islam berusaha mati-matian menghalangi orang yang akan keluar dari Islam dan di beberapa negara hukumannya mati. Di Malaysia diatur dalam undang-undang bahwa yang akan keluar dari Islam harus lewat pengadilan agama dan kemungkinan pengadilan agama membiarkan orang keluar dari Islam sangat kecil. Pernah ada kasus wanita China kawin dengan pria Muslim terpaksa masuk Islam dan setelah cerai, wanita itu minta diizinkan keluar dari Islam tapi tidak pernah diizinkan oleh pengadilan. 3. Azan yang dikumandangkan lewat mesijid-mesjid merupakan teror juga mengingatkan agar orang tidak lupa sholat. 4. Sikap sesama Muslim yang membawa isu agama ke sembarang tempat dan sembarang waktu, memakai jilbab, baju Muslim, dan menanyakan kepada temannya "eh elu udah shalat belum" juga harus dilihat sebagai terror dan ikut campur urusan orang lain. 5. Orang tua dan keluarga akan bereaksi keras terhadap anggota keluarganya yang mau meninggalkan Islam Banyak cara orang tidak keluar dari Islam tetapi tidak terpengaruh pengakit menggunakan kekerasan, ada yang mencoba menafirkan seenak udelnya bahwa Islam agama damai (damai dimananya? Kalo al-Quran bilang musti jihad dan Muhammad kasih contoh nyata jihad adalah perang, naik Unta pedang pedang) ada lagi cara yang ditempuh kaum Sufi yang mengajarkan hidup baikan, tapi dia lupa dalam Islam sembahyang wajib engga bisa ditolerir. Agar kebebasan beragama dan memilih agama terjamin dengan baik sehingga orang yang sadar bahwa Islam adalah ajaran yang salah karena dari lahirnya juga sudah cacat dan mau meninggalkan Islam tidak lagi takut, menurutku kita perlu sama-sama berjuang agar pemerintah tidak ikut campur dalam urusan agama, Departeman Agama perlu dibubarkan, di KTP tidak boleh dicantumkan agama, di ruang publik yang tidak ada hubungan dengan masalah agama orang dilarang bicara soal agama, kebiasaan orang Indonesia ikut campur dalam agama orang lain perlu didik dan orang harus didorong berani mengatakan, itu bukan urusan lu, gua sembahyan atau kagak. Aku kira perjuangan seperti ini akan didukung bukan hanya oleh yang non-Muslim, aku dan kawan-kawanku yang senasib akan bersemangat berjuang untuk itu, sekarang tinggal cari orang yang mau memotori, karena aku sadar diri tidak dalam kapasitas menjadi pelopor.
Aku tunggu aja deh datangnya kesempatan yang baik untuk menjadi orang merdeka. --- In zamanku@yahoogroups.com, wirajhana eka <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > NIce: > Hidayatullah memang bacaan orang "sakit". Dan orang2 yg merayakan > kemenangan terhadap pembantai manusia memang juga orang2 sakit. > > Mamat: > Tugas kitas semualah yang sudah sembuh dari "sakit" kena sihir orang Arab, untuk menyembuhkan temen-temen kita yang lain. > -- > > > there is no such a free lunch! > Tidak ada masalah dengan Hidayatullah. > Hidayatullah tidaklah sakit, karena ia memang memenuhi ajaran di AQ yang meminta untuk menyerukan perang kepada KAFIR.. > dan ia berbuat tersebut pasti ada keuntungannya, sehingga buat hidayatullah itu bukanlah sakit namun komoditas.. > Dan Ini jelas bukan sihir orang arab... > > Tidak semua orang beruntung di lahirkan di komunitas bukan MUSLIM, atau > Tidak semua orang beruntung dapat melihat yang tersirat dan tersurat di AQ dan lolos darinya > > Dulu orang tidak mempunyai kesempatan mempelajari dan hanya di cekoki.. > Sekarang orang bisa mempelajarinya dan sekaligus cuci mata di super market doktrin agama dan mengetahui bahwa ia memang tidak sempurna > > Tapi mengapa sebagaian besar muslim tidak membuangnnya, setelah mengetahuinya (contohnya Mamat)? > Ada banyak faktor yang terlibat > > 1. Melangkah butuh keberanian dan takut adalah faktor utamanya > 2. adakah keuntungan yang didapatkan dengan melepaskan diri dari komunitas besar > 3. Hukuman formal dan informal dari masyarakat > 4. Tidak yakin dengan hasil cucimata di belantara doktrin > 5. anda bisa tambahkan sendiri daftarnya... > > Sehingga mereka memutuskan untuk mengambil saja yang lembut2 dan menafikan segala kekerasan yang tersurat dengan sejuta dalih pembenaran kemudian mencoba mengajarkan hasil modifikasi ini pada generasi2 kedepan.. > > jadi ini adalah sebuah metamorfosis! solusi yang win-win..tanpa mengalami guncangan besar... > > namun tetap saja mereka lupa..bahwa ratusan tahun sudah berlalu dan selalu ada kekerasan yang mengatasnamakan agama dan Tuhan..walaupun telah ada upaya untuk mengecilkan kekerasan yang tersurat...mereka lupa karena bagian produknya bisa saja di nafikan namun tetap saja ADA! > > but eniweiii..ini adalah masalah choise dan keberanian.. > > Lebih jelasnya adalah hak untuk TETAP menjadi sakit > > > ________________________________ > From: Mamat Suryanto <[EMAIL PROTECTED]> > To: zamanku@yahoogroups.com > Sent: Saturday, November 15, 2008 5:39:48 AM > Subject: Re: [zamanku] Re: Rakyat Indonesia sakit? > > > Aku kira pengertian sakit sering digunakan untuk orang yang sebelumnya sehat tetapi karena satu dan lain hal sekarang menjadi sakit. Aku juga dulunya Islam dan sekarang di KTP masih Islam, aku kira Islam bukan baru sekarang sakit, tetapi sejak lahir sudah cacat.. > Cacat moral, karena mengajarkan jihad yang membolehkan membunuh orang yang divonis musuh oleh Islam dan juga musuh Awloh (heran engga Awloh punya musuh dan musuh Awloh adalah manusia yang diciptakannya juga). Cacat moral, karena mengajarkan kekerasan terhadap perempuan, boleh punya banyak istri, boleh menyetubuhi budak. Kekerasan dan pelecehan seksual bukan cuma diajarkan al-Quran tapi juga diberi contoh oleh orang Arab yang namanya Muhammad dan dijunjung-junjung oleh saudara kita orang Indonesia yang masih "sakit". Tugas kitas semualah yang sudah sembuh dari "sakit" kena sihir orang Arab, untuk menyembuhkan temen-temen kita yang lain. > > > --- On Fri, 11/14/08, ttbnice <serikat_indonesia@ yahoo.com> wrote: > > From: ttbnice <serikat_indonesia@ yahoo.com> > Subject: [zamanku] Re: Rakyat Indonesia sakit? > To: [EMAIL PROTECTED] .com > Date: Friday, November 14, 2008, 10:46 AM > > > Saya juga rakyat Indonesia dan banyak teman2 saya juga yang rakyat > Indonesia. Dan kami merasa tidak "sesakit" itu. > > Hidayatullah memang bacaan orang "sakit". Dan orang2 yg merayakan > kemenangan terhadap pembantai manusia memang juga orang2 sakit. > > Tapi karena ini membawa nama Islam, sudah seharusnya Islam bertanggung > jawab atas pencemaran nama baik seperti ini. > > Hanya sayangnya, saya yang orang awam dalam ISlam, melihat Acmadiyah > yang saleh dan rahmat ilamin, diburu dan dianggap sesat. Sementara FPI > dan Amrozy cs malah di elu2kan. Dengan terpaksa menyimpulkan ternyata > Islamnya yang "sakit". Apalagi setelah melihat Tawang yg mendukung > pedofilia setelah belajar banyak Islam. > > Sekali lagi maaf, karena itulah wajah Islam yg terus dan terus saya > saksikan... > > --- In [EMAIL PROTECTED] .com, "teddy sunardi" <teddysunardi@ ...> wrote: > > > > Cukup dengan membaca artikel ini saya berkesimpulan bahwa rakyat > Indonesia > > sudah sakit.... > > > > > http://www.hidayatu llah.com/ index.php? option=com_ content&view= article&id= 7905:keluarga- amrozi-adakan- syukuran- kemenangan& catid=1:nasional &Itemid=54 > > > > Ada yang istimewa di rumah keluarga Amrozi dan Ali Ghufron. Hari kedua > > setelah pelaksanaan eksekusi mereka menggelar syukuran "kemenangan" . > Bukan > > bersedih, justru bergembira. Lha kok? > > > > > > > > Hidayatullah. com--Ada pemandangan menarik di hari kedua, Selasa , > (11 /11) > > sore. Sekitar 50 an orang duduk berkumpul penuh hikmat di rumah orangtua > > Amrozi, Mbok Tariyem. Mereka menggelar acara syukuran "kemenangan" . > > > > Acara bertajuk "Tasyakuran Kemenangan Umat Islam dalam Menyambut Syahid > > (Insyaallah) Ali Ghufron dan Amrozi, Mereka Bukan Teroris", digelar > dalam > > rangka menyambut dan member dukungan terhadap keluarga korban. > > > > Acara dilaksanakan dengan sangat sederhana dan sepi dari liputan media > > massa. Satu-satunya media yang beruntung melihat pemandangan ini > hanyalah > > hidayatullah. com. > > > > Pelaksanaan tasyakuran dilakukan usai shalat Ashar itu hanya > dihadiri pihak > > keluarga dan sahabat terdekat. Acara diisi dengan tausiyah beberapa > sahabat > > dekat dan wakil keluarga. > > > > "Acara ini dilaksanakan untuk menunjukkan bahwa kita tidak bersedih, > " ujar > > ustad Ashari. > > > > Ia juga menampik berita-berita di berbagai media massa di mana > dijelaskan > > bahwa almarhum Ali Ghufron dan Amrozi digambarkan meninggal dalam > keadaan > > pucat. Gambaran seperti itu menurutnya hanya ditujukan agar pihak > keluarga > > dan sahabatnya dalam keadaan sedih dan takut. Padahal yang terjadi > tidaklah > > demikian. > > > > "Mungkin bagi banyak kalangan, kehadiran almarhum tidak ada yang > menyambut, > > tidak ada yang simpati atau bahkan ditolak masyarakat. > Alhamdulillah, tidak > > seperti itu", tambahnya. Bahkan menurutnya, yang terjadi justru > sebaliknya. > > Pelayat dan masyarakat yang hadir ribuan orang sampai harus berjalan > > berkilo-kilo jaraknya. Berdasarkan pantauan hidayatullah. com, sampai > Selasa > > sore kemarin, pelayat yang datang masih antri dari berbagai kota. > > > > Selain itu, menurut Ashari, tasyakuran ini untuk mengenang tauladan > kedua > > almarhum. Diantaranya sikap konsisten, selalu menjauhkan hal-hal > yang subhat > > dan optimisme yang luar biasa terhadap perjuangan Islam. "Sampai akhir > > hayat, mereka berdua tidak pernah memakan makanan yang diberikan dari > > Lembaga Pemasyarakatan (LP)", tambahnya. > > > > Menurut Ashari, apakah kedua almarhum diberi gelar syuhada atau tidak, > > terserah masyarakat yang menilai. Tapi ketiganya (Imam Samudra, Ali > Ghufron > > dan Amrozi, red) telah menjadi "tauladan" sepanjang yang diyakininya > benar > > dan dibawa dengan konsisten. > > > > Ashari kemudian menutup tausiyah nya dengan membacakan kisah Ibnu > Taimiyyah > > saat dimasukkan dalam jeruji besi oleh penguasa di sebuah penjara di > benteng > > Damaskus. > > > > Menurutnya, kala itu Ibnu Taimiyah sempat berkata, "Apakah gerangan yang > > akan diperbuat musuh-musuhku kepadaku? Syurgaku dan kebunku ada di > dadaku. > > Ke mana pun aku pergi, dia selalu bersamaku dan tidak pernah > meninggalkanku. > > Sesungguhnya penjaraku adalah tempat khuluwat-ku, kematianku adalah mati > > syahid, dan terusirnya diriku dari negeriku adalah rekreasiku". > > > > Acara kemudian dilanjutkan dengan makan gulai kambing yang merupakan > > sumbangan dari para kerabat dan sahabat dekat Amrozi dan Ali Ghufron. > > [cha/amz/tho/ atw/www.hidayatu llah.com] > > >