*Mata Uang yang Paling Tak Bernilai**  Vietnam dong 19.095  Sao Tome
dobra 18.655
 Turkmenistan manat 14.250  Iran riyal 10.000  Indonesia rupiah 8.957  Laos
kip 8.243  Guinea franc 5.150  Paraguay guarani 4.770  Zambia kwacha
4.870  Kamboja
riel 4.233

**) per dolar AS Sumber: yahoo.com*
Redenominasi tidak mempengaruhi daya beli uang, sangat beda jauh dengan
sanering yang memotong daya beli uang tsb. Saya sangat setuju dengan
redenominasi, tentu pelaksanaannya harus diawali dengan sosialisasi yang
masif dahulu agar masyarakat tidak salah paham & mengerti perbedaan antara
redenominasi & sanering.

Mengenai fungsi intermediasi bank dalam meningkatkan sektor riil, dengan
atau tanpa adanya redenominasi, tentu harus terus ditingkatkan.

Salam,

Falah



Pada 9 Agustus 2010 20.21, Habibie Nugroho Wicaksono <
habibie.nugroho.wicaks...@gmail.com> menulis:

>
>
> Artikel ini juga dapat dibaca di : untaianmakna.wordpress.com
>
> Saat saya tengah asik-asiknya membaca milis yang masuk dalam email saya,
> saya kaget dengan adanya informasi dari salah satu rekan saya bahwa BI
> berencana melakukan redenominasi rupiah. Seakan tak percaya, saya segera
> menyalakan televisi saya dan saya dapati pemberitaan di salah satu televisi
> berita mengenai hal ini.
>
> Jujur saja, saya kaget dengan wacana ini. Di tengah kondisi moneter yang
> relatif tidak berbahaya kok mendadak ada rencana seperti ini. Indonesia saat
> ini bisa dibilang cukup stabil dalam hal moneter, meskipun memiliki potensi
> besar untuk digoyang bila sewaktu-waktu bila hot money dalam pasar modal
> kita berpindah.
>
> Melihat bagaimana wacana ini dilontarkan oleh seorang Gubernur Bank
> Indonesia, saya jadi teringat banyak kisah rontoknya perusahaan
> multinasional raksasa ketika akhirnya ada fraud yang tidak bisa
> disembunyikan lagi dan mulai bocor katup pengamanannya yang ditandai dengan
> pemberitaan kecil yang aneh seperti ini. Seringkali, wacana nyeleneh seperti
> ini menunjukkan adanya ketidakberesan. Tetapi sudahlah, saya tidak akan
> berspekulasi apa-apa tentang hal ini karena saya sendiri juga tidak mengerti
> dapur BI dan saya pun berharap bahwa tulisan saya di atas tadi hanyalah
> sebuah keparanoidan saya dalam melihat sebuah wacana digulirkan.
>
> Risiko Redenominasi
>
> Yang perlu saya soroti adalah potensi besar bila redenominasi dilakukan.
> Saya sangat khawatir akan terjadi rush besar-besaran di perbankan dan di
> pasar modal. Perlu diingat komposisi 5%:95%, yakni 5% penduduk menguasai 95%
> uang di suatu negara. Kita harus sadar bahwa si 5% ini memiliki kemampuan
> untuk memindahkan uangnya dari Indonesia (tentu saja setelah mengkonversinya
> terlebih dahulu ke dalam mata uang lain atau dalam bentuk emas dan aset riil
> lainnya). Begitu juga dengan hot money yang saat ini ada di pasar modal
> kita. Nasabah dan investor kelas kakap ini saya prediksi memilih langkah
> aman ini untuk menghindari seandainya redenominasi tidak berjalan mulus,
> yakni ketika jumlah nilai rupiah yang dipotong tidak singkron dengan
> turunnya harga.
>
> Dan saya rasa, sudah banyak yang tahu apa yang akan terjadi bila rush ini
> menjadi kenyataan. Sektor perbankan mengalami krisis likuiditas sehingga
> mengakibatkan tersendatnya sektor riil. Tersendatnya sektor riil akan
> meningkatkan jumlah pengangguran yang akan menurunkan daya beli masyarakat.
> Turunnya daya beli masyarakat akan menurunkan konsumsi yang ujung-ujungnya
> menurunkan penjualan dan memaksa semakin banyak sektor riil gulung tikar.
>
> Apakah Redenominasi Dapat Dilakukan?
>
> Melihat penjelasan Anggito Abimanyu dalam sebuah acara di televisi swasta,
> saya memang sependapat dengan beliau bahwa bila redenominasi memang akan
> dilakukan maka sekaranglah saatnya. Melakukan redenominasi di kala kondisi
> perekonomian sedang tidak dalam krisis memang opsi terbaik karena di saat
> seperti ini kepercayaan terhadap rupiah bukan sebuah masalah. Sehingga,
> kunci pentingnya ada di sosialisasi.
>
> Tapi, kembali saya akan bertanya, sejauh apakah manfaat dari redenominasi.
> Apakah penyederhanaan dalam pembayaran (sebagaimana pendapat beberapa ahli)
> sepadan dengan risiko yang saya paparkan. Memang, risiko di atas adalah
> kondisi ekstrim, yaitu bila redenominasi gagal total. Dan yang namanya
> risiko tentu saja belum tentu akan terjadi. Namun, risiko tetaplah risiko,
> yang memiliki peluang untuk terjadi.
>
> Solusi untuk Membuat Rp 1,00 Berarti
>
> Menurut saya, tindakan terbaik yang dapat dilakukan oleh BI beserta
> pemerintah bukanlah melakukan redenominasi secara langsung, tapi buatlah
> kebijakan untuk meredenominasi rupiah secara alamiah, yakni kebijakan yang
> bisa menekan inflasi tanpa membuat likuiditas moneter yang dibutuhkan untuk
> pertumbuhan ekonomi terganggu. Memang, kebijakan seperti ini tidak akan
> membuat rupiah berkurang nominalnya secara instan, tapi kebijakan seperti
> ini akan membuat struktur perekonomian kita lebih stabil dan kuat.
>
> BI perlu belajar dari sejarah mengapa rupiah bisa menjadi selemah ini dan
> segera merevisi kebijakannya dalam pencetakan uang. Mengurangi peredaran
> uang menggunakan metode redenominasi adalah cara instan yang tidak mengobati
> akar masalah. Rupiah nantinya benar-benar berkurang (tentu saja dengan
> risiko kekacauan ekonomi) namun akan segera mengalami inflasi karena memang
> penyebab inflasinya tidak pernah diobati. Apalah artinya nominal rupiah saat
> ini diturunkan yang pada akhirnya hanya akan diredenominasi lagi pada 40
> tahun mendatang.
>
> BI seharusnya tidak fokus pada mengurangi jumlah nominal rupiah yang
> beredar di masyarakat, melainkan membuat kebijakan yang mendorong perbankan
> benar-benar menjalankan fungsi mediasinya sehingga mendorong produktivitas
> di sektor riil. Nantinya, tercipta perbandingan nominal uang beredar dengan
> barang yang sesuai dengan yang diharapkan pemerintah sehingga keinginan BI
> untuk membuat Rp 1,00 berarti dapat tercapai.
>
> Jadi, bagaimana BI?
>
> Salam,
>
> Habibie Nugroho Wicaksono
>
> [Non-text portions of this message have been removed]
>
> 
>


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke