Saat ini status redenominasi masih dalam kajian...tahap study dan masih jauh
untuk dijadikan policy, makanya masih terbuka untuk didiskusikan...termasuk
melalui milis ini...thanks teman2 untuk postingannya yang mencerahkan...

topik ini pasti akan kontroversial, seperti kata woodrow wilson : "If you
want to make enemies, try to change something..." jadi sangat wajar kalau
ada penolakan/kekhawatiran masyarakat, apalagi jika informasinya masih belum
lengkap dan sepotong2.

Saya sendiri termasuk yang setuju dengan redenominasi, karena spirit
utamanya adalah untuk memangkas transaction cost dan meruntuhkan
administrative barrier agar transaksi lebih efektif dan efisien.

Sebagai gambaran, di luar negeri kita bisa membeli mobil hanya dengan
menggunakan 3 lembar bank note saja, sementara di indonesia mungkin butuh 1
tas kresek penuh berisi uang, untuk beli mobil seharga 30 juta. Bisa jadi
sasaran empuk jambret, dan yang pasti baik penjual dan pembeli harus
menghitung berkali2 (dengan perasaan was was di bawah pohon agar tidak
terlihat jambret).

Alasan lain tentu saja untuk meningkatkan kredibilitas Rupiah di mata
perdagangan internasional. Saat ini rupiah yang kita pakai maksimal hanya
berlaku sampai cengkareng.Susah laku di negeri orang dan jarang dipilih
sebagai mata uang untuk transaksi perdagangan internasional. Money changer
di amerika dan eropa jarang ada yang mau menerima rupiah. Rupiah tak pernah
ditaruh dalam papan valuta, karena nominalnya tidak enak ditulis. 1 Rp =
0.0001 USD  (coba anda cek dengan yahoo currency converter, nilai Rp 1
adalah 0.0001 sama utk USD dan Eur; padahal ini jelas jelas SALAH!!).
Malaysia masih terlihat gagah : 1 RM = 0,293 Eur.

walaupun terlihat sepele, masalah ini bisa menjadi pertimbangan serius saat
perusahaan luar ingin berinvestasi ke Indonesia. Secara psikis indonesia
menjadi sangat "menakutkan" untuk tujuan investasi (karena terlalu banyak
nol dan problematika konversi). Salah satu yang membuat amerika cukup maju
adalah karena mata uangnya bisa diterima dimana-mana, sehingga tidak akan
ada hambatan psikis dan administratif untuk keluar masuknya investasi.
Logika ini yang dipakai ekuador dan timor2 ketika memutuskan untuk memakai
USD sebagai mata uang mereka.

Tapi redenominasi ini tentu bukan hal yang gampang. Pasti akan ada gejolak
dimasa transisi, inflasi karena round up dsb. Tapi saya yakin nanti pasti
akan terkoreksi dengan sendirinya. Jadi kunci dari kebijakan ini terletak
pada sosialisasinya. Jangan sampai muncul keresahan, rush dsb  yang justru
memperburuk kondisi ekonomi. Tugas kita sebagai agent of change masyarakat,
seharusnya bisa memberi informasi yang cukup dan objektif untuk
menghindarkan dampak buruk  dari redenominasi ini.
Berikut saya kirim ulang rilis pers dari BI ttg wacana redenominasi
ini..maaf kalau repost.

just my two cents.... eh my Rp 20


Rangga Almahendra





2010/8/10 Muh. Nurul Falah <matfa...@gmail.com>

>
>
> *Mata Uang yang Paling Tak Bernilai** Vietnam dong 19.095 Sao Tome
> dobra 18.655
> Turkmenistan manat 14.250 Iran riyal 10.000 Indonesia rupiah 8.957 Laos
> kip 8.243 Guinea franc 5.150 Paraguay guarani 4.770 Zambia kwacha
> 4.870 Kamboja
> riel 4.233
>
> **) per dolar AS Sumber: yahoo.com*
> Redenominasi tidak mempengaruhi daya beli uang, sangat beda jauh dengan
> sanering yang memotong daya beli uang tsb. Saya sangat setuju dengan
> redenominasi, tentu pelaksanaannya harus diawali dengan sosialisasi yang
> masif dahulu agar masyarakat tidak salah paham & mengerti perbedaan antara
> redenominasi & sanering.
>
> Mengenai fungsi intermediasi bank dalam meningkatkan sektor riil, dengan
> atau tanpa adanya redenominasi, tentu harus terus ditingkatkan.
>
> Salam,
>
> Falah
>
> Pada 9 Agustus 2010 20.21, Habibie Nugroho Wicaksono <
> habibie.nugroho.wicaks...@gmail.com<habibie.nugroho.wicaksono%40gmail.com>>
> menulis:
>
>
> >
> >
> > Artikel ini juga dapat dibaca di : untaianmakna.wordpress.com
> >
> > Saat saya tengah asik-asiknya membaca milis yang masuk dalam email saya,
> > saya kaget dengan adanya informasi dari salah satu rekan saya bahwa BI
> > berencana melakukan redenominasi rupiah. Seakan tak percaya, saya segera
> > menyalakan televisi saya dan saya dapati pemberitaan di salah satu
> televisi
> > berita mengenai hal ini.
> >
> > Jujur saja, saya kaget dengan wacana ini. Di tengah kondisi moneter yang
> > relatif tidak berbahaya kok mendadak ada rencana seperti ini. Indonesia
> saat
> > ini bisa dibilang cukup stabil dalam hal moneter, meskipun memiliki
> potensi
> > besar untuk digoyang bila sewaktu-waktu bila hot money dalam pasar modal
> > kita berpindah.
> >
> > Melihat bagaimana wacana ini dilontarkan oleh seorang Gubernur Bank
> > Indonesia, saya jadi teringat banyak kisah rontoknya perusahaan
> > multinasional raksasa ketika akhirnya ada fraud yang tidak bisa
> > disembunyikan lagi dan mulai bocor katup pengamanannya yang ditandai
> dengan
> > pemberitaan kecil yang aneh seperti ini. Seringkali, wacana nyeleneh
> seperti
> > ini menunjukkan adanya ketidakberesan. Tetapi sudahlah, saya tidak akan
> > berspekulasi apa-apa tentang hal ini karena saya sendiri juga tidak
> mengerti
> > dapur BI dan saya pun berharap bahwa tulisan saya di atas tadi hanyalah
> > sebuah keparanoidan saya dalam melihat sebuah wacana digulirkan.
> >
> > Risiko Redenominasi
> >
> > Yang perlu saya soroti adalah potensi besar bila redenominasi dilakukan.
> > Saya sangat khawatir akan terjadi rush besar-besaran di perbankan dan di
> > pasar modal. Perlu diingat komposisi 5%:95%, yakni 5% penduduk menguasai
> 95%
> > uang di suatu negara. Kita harus sadar bahwa si 5% ini memiliki kemampuan
> > untuk memindahkan uangnya dari Indonesia (tentu saja setelah
> mengkonversinya
> > terlebih dahulu ke dalam mata uang lain atau dalam bentuk emas dan aset
> riil
> > lainnya). Begitu juga dengan hot money yang saat ini ada di pasar modal
> > kita. Nasabah dan investor kelas kakap ini saya prediksi memilih langkah
> > aman ini untuk menghindari seandainya redenominasi tidak berjalan mulus,
> > yakni ketika jumlah nilai rupiah yang dipotong tidak singkron dengan
> > turunnya harga.
> >
> > Dan saya rasa, sudah banyak yang tahu apa yang akan terjadi bila rush ini
> > menjadi kenyataan. Sektor perbankan mengalami krisis likuiditas sehingga
> > mengakibatkan tersendatnya sektor riil. Tersendatnya sektor riil akan
> > meningkatkan jumlah pengangguran yang akan menurunkan daya beli
> masyarakat.
> > Turunnya daya beli masyarakat akan menurunkan konsumsi yang
> ujung-ujungnya
> > menurunkan penjualan dan memaksa semakin banyak sektor riil gulung tikar.
> >
> > Apakah Redenominasi Dapat Dilakukan?
> >
> > Melihat penjelasan Anggito Abimanyu dalam sebuah acara di televisi
> swasta,
> > saya memang sependapat dengan beliau bahwa bila redenominasi memang akan
> > dilakukan maka sekaranglah saatnya. Melakukan redenominasi di kala
> kondisi
> > perekonomian sedang tidak dalam krisis memang opsi terbaik karena di saat
> > seperti ini kepercayaan terhadap rupiah bukan sebuah masalah. Sehingga,
> > kunci pentingnya ada di sosialisasi.
> >
> > Tapi, kembali saya akan bertanya, sejauh apakah manfaat dari
> redenominasi.
> > Apakah penyederhanaan dalam pembayaran (sebagaimana pendapat beberapa
> ahli)
> > sepadan dengan risiko yang saya paparkan. Memang, risiko di atas adalah
> > kondisi ekstrim, yaitu bila redenominasi gagal total. Dan yang namanya
> > risiko tentu saja belum tentu akan terjadi. Namun, risiko tetaplah
> risiko,
> > yang memiliki peluang untuk terjadi.
> >
> > Solusi untuk Membuat Rp 1,00 Berarti
> >
> > Menurut saya, tindakan terbaik yang dapat dilakukan oleh BI beserta
> > pemerintah bukanlah melakukan redenominasi secara langsung, tapi buatlah
> > kebijakan untuk meredenominasi rupiah secara alamiah, yakni kebijakan
> yang
> > bisa menekan inflasi tanpa membuat likuiditas moneter yang dibutuhkan
> untuk
> > pertumbuhan ekonomi terganggu. Memang, kebijakan seperti ini tidak akan
> > membuat rupiah berkurang nominalnya secara instan, tapi kebijakan seperti
> > ini akan membuat struktur perekonomian kita lebih stabil dan kuat.
> >
> > BI perlu belajar dari sejarah mengapa rupiah bisa menjadi selemah ini dan
> > segera merevisi kebijakannya dalam pencetakan uang. Mengurangi peredaran
> > uang menggunakan metode redenominasi adalah cara instan yang tidak
> mengobati
> > akar masalah. Rupiah nantinya benar-benar berkurang (tentu saja dengan
> > risiko kekacauan ekonomi) namun akan segera mengalami inflasi karena
> memang
> > penyebab inflasinya tidak pernah diobati. Apalah artinya nominal rupiah
> saat
> > ini diturunkan yang pada akhirnya hanya akan diredenominasi lagi pada 40
> > tahun mendatang.
> >
> > BI seharusnya tidak fokus pada mengurangi jumlah nominal rupiah yang
> > beredar di masyarakat, melainkan membuat kebijakan yang mendorong
> perbankan
> > benar-benar menjalankan fungsi mediasinya sehingga mendorong
> produktivitas
> > di sektor riil. Nantinya, tercipta perbandingan nominal uang beredar
> dengan
> > barang yang sesuai dengan yang diharapkan pemerintah sehingga keinginan
> BI
> > untuk membuat Rp 1,00 berarti dapat tercapai.
> >
> > Jadi, bagaimana BI?
> >
> > Salam,
> >
> > Habibie Nugroho Wicaksono
> >
> > [Non-text portions of this message have been removed]
> >
> >
> >
>
> [Non-text portions of this message have been removed]
>
>  
>


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke