Hayek, pernah nuli "made the idea of evolution a commonplace in the social sciences of the nineteenth century long before Darwin". Lama, aku baru "ngeh" kemudian interplay antara evolusinya Darwin dgn society.
[Aku ngak masuk nih..ke hal agama lho], cuma evolusi rasanya bisa jauh lebih menerangkan fenomena sosial dan ekonomi, ketimbang hal-hal mekanistik yg ada. Gini, teori evolusi bilang. Awal mulanya ada sesuatu yang sederhana, dan karena ada mekanisme, maka yg sederhana itu bisa jd complex. Apa mekanismenya, yah itu "natural selection". Gimana terjadinya, by random mutation. Kejadian-kejadian kecil dalam sejarah membentuk sesuatu menjadi sedikit complex dalam kurun waktu yg lama. Sekali sampai pada momentumnya, nah dgn dgn kecepatan eksponensial hal itu tumbuh menjadi sesuatu yg sangat complex. By historical accidents, Jakarta jd ibukota. Apa yg terjadi kemudian ialah bisnis mulai tumbuh subur di daerah yg banyak duit (karena secara sejarah, proyek dulu banyak datang dari pemerintah). Itu kemudian menarik lagi lebih banyak pihak utnuk ngumpul di Jakarata. Perguruan tinggi jd marak di Jakarta. mahasiswa masuk kesini. Lulusannya kemudian bisnis & kerja disini, karena udah familiar dan tahu suasana (relatif dibanding tempat lain). Lihat juga pejabat, banyak cita2 akhirnya ke Jkt, karena disini lebih banyak lagi pejabat penentu yg bisa dilobi, sehingga bisa naik lagi. Pointku ialah: sukses jakartalah yang sebenarnya membuat jakarta sukses (dibanding kota2 lain). Sekarang, kalau kita cabut. Bayangkan kayak satu sel yg dicabut dari jaringan, mereka pasti resist. Formasi diatur lagi, dlsb. Pointku. Filosofer Daniel Dennet bilang evolusi tuh algoritme yg membuat "design without designer". Jakarta yg sekarang ngak pernah merupakan produk design dari perencana pembangunan. Memang rasanya banyak rencana, cuma kalau tanya para perencana pembangunan, mereka pasti kaget dan ngebayangin jakarta bisa seperti ini. Society -dimanapun- merupakan produk dari evolusi dari individu yang terjadi sepanjang sejarah. Jd kali para perencana pembangunan & intelektual bilang harus begini atau begitu..mereka mungkin ngak cukup digging sejarah bhw ngak ada satupun society yg merupakan produk rasional. Semua percobaan kesana rasanya selalu gagal. Aku tutup lagi dgn 2 quotes dari Hayek. Yg pertama rasanya lebih bersifat mengingatkan "the economist can not claim special knowledge which qualifies him to co-ordinate the efforts of all the other specialists. What he may claim is that his professional occupation with the prevailing conflicts of aims has made him more aware then others of the fact that no human mind can comprehend all the knowledge which guides the actions of society and of the consequent need for an impersonal mechanism, not dependent on individual human judgments, which will co-ordinate the individual efforts" Yg kedua kali lebih merupakan tantangan yah. "The curious task of economics is to demonstrate to men how little they really know about what they image they can design"." Cheer Enda --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, Heri Setiono <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > berbagai daerah. Kebetulan tadi malam saya melihat acara di Metro TV yang membahas banjir di Jakarta. Usaha untuk menanggulangi Jakarta dari kebanjiran sudah dilakukan sejak jaman Belanda. Namun apalah artinya perencanaan tersebut jika laju pembangunan yang menggebu-gebu dengan statusnya yang strategis sebagai kota pusat bisnis merangkap ibu kota negara mampu mengalahkan segalanya. Tata ruang menjadi tidak bermakna. Ruang hijau kota merosot drastis. Apalagi transmigrasi sekarang tidak bergema sehingga laju > urbanisasi ke Jakarta masih tinggi yang menambah makin ruwetnya Jakarta (bisa kita lihat bahwa pengamen, gelandangan dan anak jalanan melonjak sangat tajam sejah jatuhnya Orde Baru yang sukses dalam program transmigrasi). Akibatnya terjadi ledakan penduduk Jakarta yang bahkan mungkin lebih dari separuh penduduk benua Australia. Ini tentu akan menyulitkan siapapun Gubernurnya maupun siapapun Presiden yang berkuasa terlebih dengan tingkat disiplin dan kesadaran lingkungan yang sangat rendah. Sebagus-bagusnya usaha perencanaan saat ini jika masih mempertahankan Jakarta sebagai Ibu Kota Negara sepertinya akan tidak bermakna. > > Tentang ibu kota negara saya pernah membaca artikel (saya pernah membaca tapi lupa ada di mana) sebenarnya Jakarta tidak didesain untuk Ibukota di Jaman Belanda dulu (kalo tidak salah Bogor yang dipilih). Dengan segala keterbatasannya, Jakarta didesain sebagai Venesianya Indonesia dimana banyak kanal-kanal sebagai usaha mengatasi problem banjir sekaligus tempat parawisata. > > Tentunya untuk memilih ibukota baru tidak harus Bogor, Jonggol dan tidak harus di Jawa. Beberapa alternatif misalkan : Palangkaraya, Cirebon, Jayapura dsb. Ini sekedar mengambil contoh yang masih harus dipertimbangkan lagi dengan banyak hal. >