Buat masyarakat pedesaan yang cenderung bersifat homogen dan sederhana - mungkin konsep kekeluargaan ini masih relevan.
Inilah dia, baik gotong-royong maupun kekeluargaan adalah salah satu ciri masyarakat homogen. Kalau bisa dibilang masing-masing "desa" umumnya bisa memenuhi 90% kebutuhannya sendiri. Jadi kalau perlu ini-itu harus kenal siapa, ketemuan. Masing-masing tetangga kenal baik dan membahas ini desa perlu bikin jalan atau bagaimana. Kalau mereka sendiri tidak bergerak, tidak ada orang lain yang membantu. Kasusnya lain sekarang. Mentang-mentang sudah bayar pajak, urusan ini itu akhirnya dilimpahkan semua pada pemerintah. Lurah tidak ada budget terpaksa nunggu dari atasan, dll. Dan karena lurah (misalnya) tidak bisa berbuat apa-apa (gara-gara tidak terima budget), maka dianggap cuma gentong nasi dan respek masyarakat berkurang banyak. Padahal dulu proyek kecil ini itu sih ditanggung bersama masyarakat, sekarang musti tunggu dana pusat dulu. Harus diakui rasa kepemilikan rakyat atas daerah-daerah yang ada diluar batas pagar rumahnya menjadi sangat-sangat kecil. Bagaimana bisa musyawarah dan mufakat, ketemu saja dengan masyarakat sekitar untuk membahas isu-isu daerah lokalnya hampir tidak pernah. Padahal dulu sebelum ada TV, hiburan masyarakat kan ngerumpi di balai kota/desa.... Ngopi-ngopi, eh tau-tau ada proyek kecil yang bisa di "gotong-royongi" bersama. Yang beginian sih semakin lama sudah semakin langka.... Perubahan sosiologi masyarakat.... 2009/10/5 Poltak Hotradero <hotrad...@gmail.com> > > [Non-text portions of this message have been removed]