http://www.suarapembaruan.com/index.php?detail=News&id=11682

Kasus Bank Century: Istilah "Sistemik" yang Bersayap

Kwik Kian Gie

Untuk pertama kalinya, Boediono, yang begitu erat keterkaitannya dengan 
kasus Bank Century (BC) dan sekarang wakil presiden, memberikan keterangan 
tentang BC seusai salat Jumat, 6 November yang lalu. Jelas saja dia harus 
membela bahwa suntikan dana yang demikian besar untuk bank yang demikian 
kecil memang diperlukan, karena dia dalam kedudukan sebagai Gubernur Bank 
Indonesia (BI) adalah tokoh kunci ketika bail out yang kontroversial 
dilakukan.

Dikatakan bahwa bail out dilakukan untuk menghindari efek domino yang 
sistemik, tidak untuk menyelamatkan bank, dan juga tidak untuk menyelamatkan 
kepentingan deposan besar. Dikatakan juga, harus dibedakan antara tindak 
kejahatan dan tindakan penyelamatan. Dan penyelamatan itu tidak untuk 
kepentingan eksistensi bank-nya, tidak untuk kepentingan deposan besar, 
tetapi untuk menghindari kerusakan dunia perbankan secara sistemik.

Wapres Boediono tidak mengemukakan data dan fakta dalam pernyataannya. Kalau 
dia boleh membentuk opini publik dengan cara demikian, saya merasa juga 
boleh mengemukakan data dan fakta yang termuat dalam berbagai media massa 
dan yang termuat dalam "Laporan Kemajuan Pemeriksaan Investigasi atas Kasus 
Bank Century" yang ditulis oleh BPK dan ditandatangani pada tanggal 26 
September 2009 oleh Suryo Ekawoto Suryadi selaku Penanggung Jawab 
Pemeriksaan. Apa semua data dan fakta tersebut? Antara lain sebagai berikut.

Kelahiran BC yang sangat bermasalah beserta keseluruhan proses kerusakannya 
dibiarkan secara sistemik oleh BI. Laporan Keuangan Bank Pikko dan Bank CIC, 
yang dinyatakan disclaimer oleh Kantor Akuntan Publik (KAP), dijadikan dasar 
merger. Pemegang saham pengendali yang tidak memenuhi fit and proper test 
tetap dipertahankan. Pengurus bank, yaitu direksi dan komisaris, ditunjuk 
tanpa melalui fit and proper test. Oleh karena kesulitan likuiditas yang 
dihadapinya, BC mengajukan permohonan fasilitas pinjaman jangka pendek 
(FPJP) kepada BI pada tanggal 30 Oktober 2008 sebesar Rp 1 triliun. 
Permohonan tersebut diulangi pada 3 November 2008. Karena pada saat 
mengajukan permohonan FPJP, posisi CAR BC menurut analisis BI adalah positif 
2,35% (posisi 30 September 2008), sedangkan persyaratan untuk memperoleh 
FPJP sesuai dengan PBI No. 10/26/PB/2008 tentang FPJP Bank Umum, CAR-nya 
minimal harus 8%, BC tidak memenuhi syarat untuk memperoleh FPJP.

Secara sistemik, pada 14 November 2008, BI mengubah Peraturan Bank Indonesia 
(PBI) mengenai persyaratan pemberian FPJP dari semula CAR minimal 8% menjadi 
CAR minimal positif (asalkan di atas 0%). Dengan perubahan ketentuan 
tersebut dan dengan menggunakan posisi CAR per 30 September 2008 sebesar 
positif 2,35%, BI menyatakan bahwa BC memenuhi syarat untuk memperoleh FPJP.

Sementara itu, hasil penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa CAR BC pada 
31 Oktober 2008 sudah negatif 3,53%, sehingga seharusnya BC tidak memenuhi 
syarat untuk memperoleh FPJP. Selain itu, sebagian jaminan FPJP yang 
diperjanjikan sebesar Rp. 469,99 miliar ternyata tidak secured.

Berdasarkan perubahan PBI tersebut, pada 14 November 2008, BI menyetujui 
pemberian FPJP kepada BC. Jumlah FPJP yang telah disalurkan kepada BC adalah 
Rp 689,39 miliar yang dicairkan pada 14 November 2008 sebesar Rp 356,81 
miliar, 17 November 2008 sebesar Rp 145,26 miliar, dan 18 November 2008 
sebesar Rp. 187,32 miliar.


Digerogoti Pemilik

Secara sistemik, BC digerogoti oleh pemilik dan atau manajemennya sendiri, 
yang secara sistemik pula dibiarkan oleh BI. Faktanya sebagai berikut. 
Setelah BC ditempatkan dalam pengawasan khusus pada 6 November 2008, BI 
tidak mengizinkan penarikan dana dari pihak terkait yang tersimpan dalam BC. 
(PBI No. 6/9/PBI/2004 yang diubah dengan PBI No. 7/38/PBI/2005 tentang 
Tindak Lanjut Pengawasan dan Penetapan Status Bank). Namun, setelah itu toh 
ada penarikan dana oleh pihak terkait sebagai berikut.

- Rp. 454,898 miliar

- USD 2,22 juta

- AUD 164,81 ribu

- SGD 41,28 ribu.

Pada 14 November 2008, Robert Tantular (RT) memerintahkan BC Cabang Surabaya 
memindahkan deposito milik salah satu nasabah BC senilai USD 96 juta dari 
kantor Cabang Surabaya-Kertajaya ke Kantor Pusat Operasional (KPO) Senayan. 
Setelah itu, Dewi Tantular (DT) dan RT mencairkan deposito tersebut senilai 
USD 18 juta tanggal 15 November 2008 yang digunakan oleh DT (Kepala Divisi 
Bank Notes) untuk menutupi kekurangan bank notes yang telah digunakan untuk 
keperluan pribadi DT; DT telah menjual bank notes ke luar negeri dengan 
jumlah yang melebihi jumlah yang tercatat, sehingga secara akumulatif 
terjadi selisih kurang antara fisik bank notes dan catatan akuntansi. 
Deposito milik nasabah tersebut kemudian diganti oleh BC dengan dana yang 
berasal dari FPJP.

Suntikan dana sebesar Rp 6,72 triliun kepada BC, dinyatakan untuk 
menghindari kerusakan sistem perbankan Indonesia secara sistemik. Mari kita 
lihat angka-angkanya sebagai berikut. Fungsi BC dalam industri perbankan 
hanya 0,68 % dalam rasio DPB bank/DPK industri dan rasio kredit bank/kredit 
industri hanya 0,42 %. Maka, fungsi BC dalam industri perbankan tidak ada 
artinya sama sekali. Di mana sistemiknya ? Mungkin sangat berarti untuk 
pihak-pihak tertentu yang menggunakan BC sebagai pencuci uang dan berbagai 
praktik kotor yang masih harus dibuktikan oleh laporan final oleh BPK.

Aspek psikologis pasar dibuat-buat dengan tameng "tidak bisa diukur", 
padahal kalau semua kewajiban kepada bank dibayar sepenuhnya dan 
dilikuidasi, sedangkan kewajiban kepada deposan lainnya dibayar maksimum Rp 
2 miliar per account sesuai peraturan, sama sekali tidak ada dampak 
sistemiknya. Mengapa? Karena aktiva antarbank BC 24,28 % dan pasiva 
antarbank 19,34 %, sehingga per saldo BC mempunyai tagihan neto sebesar 4,94 
% kepada bank-bank lain dalam hubungan inter bank call money market. Maka, 
kalau BC dilikuidasi, tidak ada bank yang dirugikan. Yang dirugikan para 
deposan besar yang menyimpan uangnya dalam BC dan akhirnya dirampok 
(istilahnya JK) oleh para pemegang sahamnya sendiri.

Kalau mau memasukkan faktor psikologis, mestinya pemerintah dan BI 
memperhatikan demikian banyaknya uang yang kehilangan tabungan seumur 
hidupnya, karena penipuan oleh Antaboga ala Madoff yang sangat terkait 
dengan BC. Pemerintah tidak mempedulikannya sama sekali, apakah sudah ada 
yang bunuh diri atau tidak, apakah banyak yang menangis atau tidak, apakah 
ada yang akan mati karena tidak mampu membayar biaya pengobatannya. atau 
tidak.

Penulis adalah mantan Menko Ekuin 

Kirim email ke