Bung Rachmad,

1. Dilihat secara jumlah katanya Indonesia nomor 6 didunia. Dulu pernah 
ada taksiran Indonesia no2.
Tetapi kalau dibagi dengan jumlah manusianya yang juga banyak, maka SDA 
Indonesia biasa2 saja.
Tidak cukup untuk menjadi modal pokok negara kesejahteraan.
Tetapi memang jumlah dan kwalitas SDA Indonesia kalau diusahakan sudah 
lama bisa mencukupi kehidupan yang berkwalitas. Kalau langsung dijual 
tentu akan memakmurkan yang beli.

2. Saya kautir sistem beras murah sudah lama umurnya dibumi kita.
Subsidi ini punya tujuan yaitu upah yang murah.
Mungkin bisa dibuat perbandingan sistem upah Indonesia dengan Malaysia.
Disektor tertentu sudah ada penyesuaian. Setahu saya upah anggota DPR 
dan DPD sudah cukup tinggi.
Tetapi dibawah, terutama sektor pertanian rupanya belum.

3. Sistem subsidi di Indonesia bocor dan boros, sebab barang2 bersubsidi 
akan diekspor/diselundupkan  ke luar negeri.

Salam

Hok An


Rachmad M schrieb:
>  
>
>
> Pada dasarnya Indonesia ini adalah negara yang sangat kaya, hampir 
> semua jenis energi tersedia di negeri ini :-) Seharusnya pola 
> penanganannya juga berbeda sedikit dari negara lain yang apa-apanya 
> serba terbatas.
>
> Pada hakekatnya kesejahteraan negeri ini adalah kemampuan anak bangsa 
> Indonesia untuk dapat saling tukar menukar barang dan jasa secara 
> adil. Ada banyak pola yang dilakukan untuk saling tukar ini.
>
> Gotong Royong :
> Pola 'gotong royong' adalah pola dimana tukar menukar barang dan jasa 
> tidak dilakukan dengan ukuran 'uang'. Ukuran yang digunakan adalah 
> kebersamaan sosial. Ada untung ruginya menerapkan hal ini. 
> Keuntungannya adalah tersedianya kebutuhan masyarakat tanpa harus 
> menunggu adanya 'uang' dan hal ini sangat memungkinkan di negeri yang 
> sebenarnya segala sesuatunya telah disediakan oleh alam Indonesia yang 
> demikian kayanya.
>
> Kerugian dari pola ini adalah masyarakat bertransaksi barang/jasa 
> tanpa ukuran uang. Hal ini berakibat masyarakat ter'diskriminasi' pada 
> saat ia harus masuk dalam pergaualan masyarakat yang segala pertukaran 
> barang/jasa nya diukur dengan uang.
>
> Sebagai contoh, haji Ali yang biasa memarkir mobilnya dipasar sebuah 
> desa tidak dipungut bayaran meskipun hal itu dilakukan seharian :-) 
> Semua orang tahu itu mobil H. Ali dan ikut menjaga jika terjadi 
> hal-hal yang tidak diinginkan. Hal ini tidak berlaku ketika mobilnya 
> diparkir di Jakarta yang satu jam dipungut 2000 perak.
>
> Hal-hal semacam ini juga mengakibatkan terjadinya urbanisasi dimana 
> masyarakat lebih berharap tenaganya diukur dengan uang dan itu berlaku 
> dalam masyarakat modern sehingga mereka rela untuk menjadi PRT 
> diibukota bahkan TKI :-)
>
> Subsidi :
>
> Subsidi sebenarnya adalah bentuk peralihan dari masyarakat 'gotong 
> royong' menjadi masyarakat modern. Pertukaran barang/jasa tidak diukur 
> penuh dengan uang yang berlaku global. Pertukaran barang/jasa 
> dilakukan dengan 'uang' ukuran lokal karena sebagian biaya yang 
> seharusnya dibayar penuh ditanggung oleh pemerintah.
>
> Hal ini juga berdampak buruk. Masyarakat kotapun ikut ter 
> 'diskriminasi' karena ada kecendrungan untuk tidak dibayar dengan 
> ukuran pasar modern mengingat sebagian kebutuhannya telah dibayar oleh 
> Pemerintah dalam bentuk subsidi.
>
> Padahal masyarakat perkotaan yang 'modern' sebagian kebutuhannya di 
> sediakan oleh pasar global, akibatnya gaji tidak cukup sehingga 
> diperlukan 'obyek'an sampai hal-hal yang berbau korupsi hanya sekedar 
> untuk pemenuhan kebutuhan standard saja.
>
> Pasar Modern :
>
> Segala pertukaran barang/jasa diukur dengan ukuran 'uang'. Hal ini 
> terjadi akibat begitu banyak dan ruwetnya pertukaran barang dan jasa. 
> Seperti parkir mobil H. Ali tadi sudah tidak mungkin lagi dilakukan 
> mengingat begitu banyak jumlah mobil dan lebarnya pergerakan sehingga 
> dibutuhkan tangan-tangan profesional untuk menjaga properti dari 
> tangan usil :-)
>
> Karena kompleksnya pertukaran barang/jasa ini maka ketika ada subsidi 
> yang ditarik akan terjadi penyesuaian disana sini sampai tiba pada 
> rasa keadilan semua pihak untuk dapat saling bertukar barang/jasa 
> dengan perasaan adil dalam ukuran uang.
>
> Pada kondisi yang demikian maka seharusnyalah negara memberikan 
> subsidi pada konsumen yang tak berdaya dalam bentuk jaminan Sosial 
> Nasional yang berbentuk Bantuan Tunai Langsung (BLT). Tujuannya adalah 
> masyarakat yang terkendala karena fisik/mental/ usia atau masalah 
> sosial lainnya tetap dapat mengakses produk berupa barang/jasa yang 
> dihasilkan oleh mereka yang bergerak dibidang komersial tanpa 
> mengganggu hitungan keuangan yang dilakukan.
>
> Hal ini akan lebih baik lagi jika Pemerintah juga bisa mendaya gunakan 
> mereka yang memperoleh Jaminan Sosial Nasional untuk mengisi hal-hala 
> kebutuhan sosial masyarakat. Jika penerima enggan untuk mengisi 
> kebutuhan sosial masyarakat maka dipersilahkan untuk bindah ke komersial.
>
> Ketika masyarakat sudah tidak terdiskriminasi lagi, maka tidak ada 
> alasan untuk tidak menjual produk-produk seperti CPO didalam negeri 
> karena ongkosnya pengiriman juga jauh lebih murah :-)
>
> Salam
>
> RM
>

Reply via email to