Assalamualaikum.
Kalau menurut saya semua peresepan tergantung indikasinya. Banyak pasien yg 
tidak mau diberi obat generik, terutama kalau datang ke spesialis. Mungkin 
kalau lebih aman dokter nya bikin apotik saja. Saya belum pernah lihat apotik 
memberi diskon ke pasien. Kalau apotik biasanya mengambil keuntungan sekitar 30 
persen. Jadi kalau resep harganya 500000 apotik bisa dapat untung 150 ribu an. 
Sementara dokter yg sekolah spesialis hampir selama 30 tahun cuma menarik fee 
50 ribu. Sebetulnya sama saja, kalau dokter menyediakan obat di praktekkan. 
Pasti pasien diuntungkan karena diskonnya langsung diberikan ke pasien. Tapi 
pemerintah tidak membolehkan dokter menyediakan obat harus lewat apotik. 
Sehingga obat jadi sangat mahal. Kalau saya generik sama paten tergantung 
kebutuhan. Kalau pasien miskin ya diberi generik, kalau pasien mampu ya diberi 
paten. Dokter itu adalah seni. Tidak bisa hitam dan putih. Bahkan ada satu 
cerita seorang pasien berobat ke spesialis kulit, diberi obat generik harga 
3500, akhirnya pasien tersebut cerita kemana-mana bahwa dokternya tidak bagus, 
obatnya lebih murah dibanding dia berobat ke dokter umum. Buat apa mahal-mahal 
ke spedialis. Dan saya yakin kalau pasien saya diberi obat generik semua, pasti 
pasien saya akan lari semua dan berobat ke puskesmas. Saya sering menangis 
melihat pasien yg meninggal perlahan-lahan karena miskin dan tidak mampu 
membeli obat berkualitas karena mampunya generik.

Wassalamualaikum.

Heru
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!


-----Original Message-----
From: "Toko" <tokoi...@yahoo.com>
Date: Mon, 27 Dec 2010 07:00:03
Subject: [assunnah] Re:>>Bonus untuk dokter<<

Assalamu Alaikum
Afwan ana sedikit terdorong untuk ikut menjawab problem antum ini,
mudah-mudahan ada manfaatnya. Ana sendiri pernah bekerja di beberapa perusahaan 
farmasi PMDN maupun PMA seperti PT. Interbat, PT. Dexa Medica, Fresenius Kabi, 
dan terakhir di Pfizer.
Dokter bukanlah konsumen sesungguhnya, dia bukanlah pembeli obat dari 
perusahaan farmasi karena dia hanya meresepkan. Jadi apa yang diberikan 
perusahaan farmasi (detailer) kepada dokter dalam rangka untuk memuluskan 
maksud perusahaan adalah termasuk suap. hadiah, ataupun disc seharusnya 
diberikan kepada apotek selaku pembeli obat, kemudian apotek memberi disc 
kepada pasien atau konsumen. distribusi obat generik adalah lebih islami 
ketimbang obat paten. obat paten harganya menjadi mahal adalah karena beaya 
promosinya yang sangat tinggi. Jika sistem pemasaran obat paten tidak diubah, 
maka pasien adalah sebagai korban..dan sampai kapankah? dimanakah hati nurani 
kita. berfoya diatas penderitaan orang lain.
Memang ada beberapa perusahaan yang sgt ketat dalam masalah pengelolaan dana 
promosi, biasanya PMA, tapi kebanyakan perusahaan telah bermain kotor, terutama 
perusahaan PMDN.
Saya akhiri karir di dunia Farmasi karena hati ini selalu tidak tenang dengan 
dosa-dosa.....


From: probo.abuhamz...@gmail.com
Date: Tue, 14 Dec 2010 13:49:02 +0700
Assalamualaykum,
Saya ingin menanyakan, bagaimana hukumnya seorang sales perusahaan obat
memberikan bonus kepada dokter?
Perlu saya gambarkan ilustrasi mekanisme dokter menggunakan obat kepada pasien.
Setelah pasien didiagnosa penyakitnya, dokter memutuskan untuk memberikan obat
tertentu. Misalnya dokter ingin memberi antibiotik. Ada beberapa merk antibiotik
yang secara medis cocok, misalnya merk A, B, C. Dokter memutuskan meresepkan
merk A, kemudian pasien menebus resep obat A tsb ke apotek.

Peran sales perusahaan obat adalah adalah mendorong dan mempromosikan pada
dokter agar meresepkan merknya. Misalnya sales dari pabrik A mempromosikan agar
dokter meresepkan merk A. Tetapi dokter tidak membeli atau kulakan obat ke
pabrik, dia hanya meresepkan saja berdasar pertimbangan-pertimbangan medis dll,
sedangkan obat disediakan oleh apotek. Cara mendorong dan mempromosikan
bermacam-macam, salah satunya dengan memberikan iming-iming bonus pada dokter
apabila dokter tersebut meresepkan dalam jumlah tertentu. Bonusnya bisa berupa
uang tunai atau barang atau sponsorship acara ilmiah. Nilai bonus ini
bervariasi, ada yang sekitar 10% dari omzet si dokter. Jadi bila bonusnya dokter
senilai 1jt maka dokter tersebut harus bisa meresepkan obat yang bersangkutan
senilai 10jt. Yang membayar bisnis dokter dengan sales obat tadi adalah pasien,
karena pasienlah yang mengeluarkan uang untuk membeli obat itu. Banyak terjadi,
dokter memberikan obat tertentu pad pasien bukan semata-mata karena pertimbangan
medis tapi pertimbangan bonus yang diberikan. Misalnya obat A, B,C mutu sama dan
harganya B dan C lebih murah, tapi obat A memberi bonus lebih besar, maka si
dokter akan memilih A. Dan target penjualan dari pabrik A tersebut makin naik
maka si sales juga harus menggenjot si dokter agar makin banyak meresepkan,
tentu dengan imbalan bonus makin besar pula. Dari sisi sales obat, dia merasa
sah-sah saja memberi bonus seperti itu karena sebagai imbalan pada dokter yang
melariskan obatnya. Dari sisi si dokter dia merasa berhak mendapat bonus itu,
karena kalau tidak dia resepkan tidak mungkin obat A dibeli pasien, jadi
sama-sama diuntungkan.

Bagaimanakah tinjauan secara syar'i terhadap bentuk muamalah sales obat dan
dokter seperti di atas, apakah termasuk suap?

Mohon maaf apabila ada anggota milis ini yang berprofesi dokter, saya tidak
bermaksud meng-generalisir semua dokter begitu, masih ada dokter yang tetap
memperhatikan pertimbangan medis dan kemanusiaan. Jadi yang saya contohkan di
atas adalah oknum dokter. Saya hanya ingin tahu hukumnya karena praktek seperti
ini sudah umum dalam dunia marketing produk farmasi meskipun sulit dibuktikan di
atas kertas.
Probo
>>>>>>>>>>>>
From: abu_har...@hotmail.com
Date: Fri Dec 17, 2010 8:49 am

Sedikit yang dapat disampaikan dalam masalah diatas adalah sebagai berikut :

Secara bahasa tidaklah tepat apabila pemberian kepada dokter disebut bonus,
karena dokter tersebut bukanlah karyawan dari perusahaan farmasi.

Definisi bonus adalah : http://kamusbahasaindonesia.org/bonus
Upah tambahan di luar gaji atau upah sbg hadiah atau perangsang; gaji, upah
ekstra yg dibayarkan kpd karyawan.

Juga, tidak tepat kalau dikatakan sebagai hadiah, karena salah satu kaidah
hadiah adalah : "Hadiah yang diberikan tidak mempengaruhi harga jual produk.
Dalam arti, harga jual produknya tetap seperti halnya ketika tidak disertai
hadiah". Sedangkan yang terjadi dalam kasus obat (menurut akhi Probo) adalah
terjadinya transaksi bisnis antara dokter dan sales. Dan yang membayar bisnis
dokter dengan sales obat tadi adalah pasien, karena pasienlah yang mengeluarkan
uang untuk membeli obat itu (menjadi lebih mahal).

Penjelasannya saya kutip dari almanhaj.or.id

KAIDAH SEPUTAR HADIAH
http://assunah.1bigtree.com/content/2237/slash/0.html
5. Hadiah tersebut tidak mengelabui konsumen atau terkandung unsur pemaksaan.
6. Produsen tidak menggantungkan keuntungannya pada hadiah yang dia berikan atau
undian yang dia adakan.
7. Pemberian hadiah tersebut tidak bertujuan melariskan produknya yang tidak
laku, karena hal seperti itu tidak sesuai dengan kebutuhan konsumen, tidak
sesuai dengan norma konsumen, bertentangan dengan agama, dan lain sebagainya.
8. Hadiah tidak mengandung unsur isrâf dari kedua belah pihak, baik produsen
maupun konsumen.
9. Pemberian hadiah bukan untuk persaingan yang dilarang antar produsen.
10. Dalam melakukan sosialisasi tentang hadiah, tidak disertai dengan penggunaan
media lain yang diharamkan.
11. Hadiah yang diberikan tidak mempengaruhi harga jual produk. Dalam arti,
harga jual produknya tetap seperti halnya ketika tidak disertai hadiah.

DEFINISI SUAP, HADIAH DAN BONUS
http://assunah.1bigtree.com/content/2283/slash/0.html
Banyak sebutan untuk pemberian sesuatu kepada petugas atau pegawai diluar
gajinya, seperti suap, hadiah, bonus, fee dan sebagainya. Sebagian ulama
menyebutkan empat pemasukan seorang pegawai, yaitu gaji, uang suap, hadiah dan
bonus.[2]

Suap, disebut juga dengan sogok atau memberi uang pelicin. Adapun dalam bahasa
syariat disebut dengan risywah. Secara istilah disebut “memberi uang dan
sebagainya kepada petugas (pegawai), dengan harapan mendapatkan kemudahan dalam
suatu urusan”. [3]

Hadiah diambil dari kata bahasa Arab, dan definisinya, pemberian seseorang yang
sah memberi pada masa hidupnya, secara kontan tanpa ada syarat dan balasan”.[4]

Adapun bonus, ia memiliki definisi, yang mendekati makna hadiah, yaitu upah
diluar gaji resmi (sebagai tambahan). [5]
_________
[2]. Lihat Subulussalam, Shan’ani, 1/216.
[3]. Kamus Besar Bahasa Indenesia, hlm. 720, dan semakna dengan defimsi para
ulama. Lihat juga Mukhtarush Shihah, hlm. 244 dan Qamus Muhith, 4/336.
[4]. Aqrabul Masalik, 5/341,342.
[5]. Kamus Besar Bahasa Indenesia, hlm. 154.

Terjadinya penyebutan sesuatu (pemberian kepada seseorang) dengan tidak
menggunakan nama yang sebenarnya menurut syar’i merupakan suatu kesalahan.

Kesalahan Kedua
http://assunah.1bigtree.com/content/2457/slash/0.html
Penyebutan sesuatu tidak menggunakan nama yang sebenarnya menurut syar’i.
seperti penyebutan riba bank diganti dengan faidah bank, khamr telah diberi nama
dengan nama dan atau label yang banyak dan bermacam-macam, hingga ada yang
menamainya minuman untuk membangkitkan semangat dan sebagainya, zina diganti
dengan hubungan sex dan sebagainya.

Yang benar, seharusnya kita menyebut hal-hal tersebut berdasarkan apa yang telah
Allah Subhanahu wa Ta’ala namakan. Karena dalam penamaan (yang Allah berikan
tersebut) terdapat banyak faidah. Di antaranya, agar manusia mengetahui apa-apa
yang telah diharamkan Allah, baik nama ataupun sifatnya. Sehingga mereka
menjauhinya, setelah mengetahui bahaya dan ancaman siksa (bagi yang melanggar).
Dan tidak timbul kesan meremehkan pada jiwa kita mengenai keharaman tersebut
setelah namanya diganti.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba
(yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak
mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasulnya
akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu
pokok hartamu ; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya” [Al-Baqarah :
278]

Itulah yang dapat disampaikan, mohon koreksi dan meluruskan kesalahan apabila
terdapat kekeliruan.

Wallahu a'lam bish-Shawab.


------------------------------------

Website anda http://www.almanhaj.or.id
Berhenti berlangganan: assunnah-unsubscr...@yahoogroups.com
Ketentuan posting : http://milis.assunnah.or.id/aturanmilis/
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    assunnah-dig...@yahoogroups.com 
    assunnah-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    assunnah-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke