dear parents, aku mau sharing pengalamanku dan terus terang aku bingung mau kasih judul apa. tapi aku pikir aku harus sharing dan kalau ada yang tidak berkenan mohon maaf. reva anakku sering sekali dirawat, mulai dari usia 8 bulan sampai sekarang usia 16 bulan sudah 5 kali dirawat. semuanya dikarenakan panas tinggi. reva kalau sudah panas susah sekali masuk obat atau apapun ke dalam mulutnya sehingga panasnya sulit untuk turun karena aku cuma bergantung dengan kompres. kalau aku paksa masukin tempra atau panadol drop dia akan muntah. panas reva bahkan bisa sampai 41 an (dgn termometer digital). beberapa kali dirawat ternyata anakku sudah hapal rasa obat penurun panas sehingga ada penolakan dari dia dan membuat dia muntah. jadi anakku diselang seling tempra dengan panadol dan pernah proris. terakhir dia cocok dengan tempra syirup (kalau dikasih panadol akan muntah). tapi tetep anakku sulit turun panasnya dan prosedurnya kalau sudah 3 hari panas nggak turun turun maka perlu dirawat. tapi dari pengalaman 3 kali dirawat dimana reva baru dirawat setelah panasnya 3 hari nggak turun turun (berkisar 39 - 41) ketika akan dirawat anakku sulit untuk diinfus karena dehidrasi katanya, oleh karena itu begitu anakku dua hari panasnya nggak turun aku langsung setuju untuk dirawat karena dengan diinfus anakku ada cairan masuk. setiap dirawat anakku selalu dianjurkan untuk foto rontgen, karena menurut dsanya ada banyak lendir. dan setiap dirawat anakku juga selalu di ambil darahnya untuk ditest. dsa nya selalu menjelaskan ke aku angka dan kalimat yang tertera pada hasil lab yang diagnosanya selalu tifus dan radang paru. karena aku nggak ngerti istilah kedokteran tersebut ya aku pasrah aja. belakangan aku baru tahu dari hasil seminar dengan dsa spesialisasi hati dan korespondensi email dgn dsa spesialisasi hati juga, kalau test untuk tifus hanya benar apabila menggunakan test yang namanya gal culture dan bukan widal. oleh karena itu ketika anakku untuk kelima kalinya dirawat aku meminta dsanya untuk tidak test widal tapi gal culture atau sekaligus saja keduanya. maka begitu diagnosa dijelaskan aku lihat disitu tetap ada widal dan ada juga gal culture, dan beliau bilang hasilnya positif tifus dan radang paru aku percaya aja karena aku udah minta dia untuk test dgn metode gal culture. waktu dirawat aku juga meminta dsanya untuk nggak masukin dosis antibiotik yang terlalu keras (karena akhir akhir ini aku sering ketemu dgn bbrp orang tua yang bilang kalau dsa anakku terkenal sering memberikan antibiotik keras) dsanya bilang nggak bu karena dia hanya masukin anti kuman dan penambah daya tahan tubuh (lewat injeksi) dan tempra sirup 3 kali sehari yang diberikan pada saat anak saya panas diatas 39,5. ketika akan pulang setelah 4 hari dirawat saya meminta fotokopi hasil lab dan rontgen karena saya ingin cari second opinion kenapa anakku sering sekali tifus padahal aku sudah over protektif terhadap anakku. dan juga mencari tahu apa benar anakku perlu segera vaksinasi tifus.
untuk opinion pertama aku ke kepala bagian anaknya disitu opininya begini, dia malah akan menambah test darah anakku yang mengarah ke TBC. dan pengobatan tifus mestinya sampai tuntas dan bisa memakan jangka waktu yang lama dan beberapa kali test darah per 2 minggu bukan per 3 hari. hasil test lab yang menunjukkan tifus anakku meningkat karena sedang dalam proses penyembuahan makanya angkanya meningkat. mengenai obat obatan yang dikasih antara lain thiamysin, cefspan, imboost, mycostatin disuruh teruskan. untuk opinion kedua aku ke dsa disitu juga yang punya sub spesialisasi penyakit tropis, opini beliau anakku sebenarnya belum tentu tifus hanya gangguan pencernaan saja (anakku waktu sakit dari pubnya bisa terlihat kalau dia makan wortel atau apa), dan hampir sama dengan dr tadi kalau angka tifus yang meningkat karena adanya pengobatan yang menandakan tercatatnya bakteri yang dimatikan justru kalau sedang aktif nggak begitu tinggi angkanya. dan menurut beliau obat yang ada dihabiskan saja tapi nggak perlu ditebus ulang sebagai mana perintah dsa anakku dan dsa opini I untuk memberikan pengobatan jangka panjang. dan dia juga tidak menyetujui kalau anakku dilakukan vaksinansi tifus menurutnya tunggu saja umur 2 tahun. untuk opinion ketiga aku ke dsa spesialis pulmonologi, dokter ini sebenarnya sudah lama jadi pilihan aku untuk mengontrol pemberian antibiotik ke anakku, jadi setiap anakku sakit dan diberi obat selalu aku bawa ke beliau untuk didiagnosa ulang dan hasilnya aku selalu batal menebus resep dsa anakku dan menggantinya dengan resep dsa ini. memang sayang setiap kali dsa ini meminta aku untuk membawa copy hasil lab dan foto saya selalu lupa. nah sewaktu anak aku kemarin panas tinggi dsa ini sedang diluar jakarta. begitu dia balik aku kemarin bawa semua hasil lab dan foto anak aku dari beberapa kali dirawat, beliau memeriksanya dan akhirnya menyarankan aku untuk pindah dokter, kalau aku nggak percaya dengan dia atau karena aku terlalu jauh dengan tempat prakteknya dan hanya bisa ke rumah sakit yang biasa, aku hanya diperbolehkan ke satu dokter saja yaitu dsa spesialisasi hati. menurut dia anakku cuma alergi karena terpapar terus atau terlalu berat maka anakku panas. dia hanya setuju untuk memberikan antibiotik untuk panas diatas 40 tapi begitu turun antibiotik mesti segera dihentikan. dia tampaknya sudah sangat kesal dengan dsa anakku. dia sampai ngomong ibu.. kalau perlu ayuk kita semua test dalam keadaan sehat dan rontgen dalamkeadaan sehat pasti hasilnya kaya gini. lihat anak ibu sehat dan cerdas dan badannya juga tidak kurus memang idealnya dia harus 10 kg tapi ini 9,5 tidak terlalu kurang. kalau dia TB apalagi pneumonia pasti dia nggak mungkin seceria dan seaktif sekarang. (oh iya rumah dsa ini dekat dengan aku jadi aku periksa dirumahnya, hanya tempat prakteknya di jantinegara). coba terus ibu cari second opinion lain cari yang paling meyakinkan ibu tapi syarat penjelasan harus akurat tapi saya tegas menyuruh ibu untuk rs yang biasa ibu datangi hanya satu dsa yang saya recomend. akhirnya aku hubungi bunda nisa, karena dia pasien dsa spesialisasi hati tersebut, kemudian aku hubungi semua tempat prakteknya dan jadwal terdekat adalah hermina jatinegara, opininya sama dengan dr spesialis pulmonologi, dia menyayangkan aku karena sudah ikut seminar tapi masih saja mengorbankan anakku untuk meminumkan antibiotik. opininya sama dgn dsa pulmonologi tersebut. untuk anakku yang panas dan susah minum obat bisa meminta obat yang dimasukkan dari dubur. pemberian obat thiamisin akan memberikan efek buruk di kemudian hari seperti anemia karena menyerang sumsumnya. sedangkan foto rontgen yang terlalu sering akan memberikan efek dikemudian hari pula untuk kesuburan. aku juga pernah ke dsa spesialis anak yang pengurus IDAI, waktu itu anakku reva diare dan dikasih nifural, dan kaopectate dari dsa ini yang waktu itu juga sudah recomend aku buat ninggalin dsa sekarang, kalau diare yang penting adalah menggantikan cairan yang hilang saja asal jangan sampai dehidrasi. aku juga mau nyampein kalau dsa anakku ini sebenarnya baik apabila dilihat dari sudut pandang kesabarannya melayani pertanyaan dan gangguan dari kita 24 jam seharinya. dan anakku sayang sama dia, pernah anakku nggak mau makan tapi begitu ketemu beliau dia langsung mau makan, tadinya aku pikir dia cukup care, tapi sayang terkadang dia terlalu berani dengan antibiotik dan laboratorium mungkin tujuannya untuk segera menyembuhkan tapi tidak melihat efek ke depan. kadang aku pikir mungkin karena dsa ini sudah terlalu senior karena harus aku akui terkadang dia tidak memberikan antibiotik tapi hanya vitamin atau saran saran saja jadi tanpa obat. dari beberapa opini dsa itu saat ini aku udah putusin untuk menghentikan pemberian antibiotik ke anakku reva sekarang dan sampai kapanpun juga. dan aku akan memohon semoga ALLAH SWT memberikan perlindungan bagi kesehatan anakku sehingga tidak memerlukan antibiotik sedikitpun dan sampai kapanpun. dan mudah-mudahan antibiotik yang selama ini sudah terlanjur masuk ke anakku karena kelalaian ortunya tidak memberikan pengaruh buruk bagi anakku sampai kapanpun juga. regard, bunda reva