Sorry buat yang nggak
berkenan.
Menemani Ayah ke Madras
Medical Centre, INDIA
Saya dilahirkan dan
dibesarkan dalam 2 tradisi dan kebudayaan yg berbeda, ayah keturunan India,
sedangkan Ibu keturunan Tionghoa. Cara kedua orangtua membesarkan saya adalah
dengan ajaran yang mereka pandang paling bagus dan masuk akal. Kehidupan
kami sekeluarga amatlah bahagia.
Sewaktu saya masih kanak-kanak, belum bersekolah, Ayah mencari
nafkah dengan menjadi seorang guru Bahasa Inggris. Kemudian pada suatu
ketika, Ayah melamar kerja pada MOBIL OIL Company, bagian Accounting. Banyak
sekali fasilitas yang diperoleh dengan bekerja pada perusahaan asing tersebut.
Mulai dari tunjangan kesehatan, tunjangan hari raya, bonus, klinik kesehatan
dengan dokter perusahaan, pesawat perusahaan untuk para karyawan, bahkan villa
untuk karyawan dan keluarganya berlibur pun disediakan.
Ketika saya masih di Sekolah Dasar (SD), Ayah sering
mengeluh terasa nyeri pada dadanya. Hal ini sering dianggap sepele dan disangka
hanya sekedar masuk angin saja. Sementara itu, keluhan nyari dada masih terus
sering dirasakan oleh Ayah. Akhirnya Ayah melakukan check-up kesehatan. Namun
ketika itu saya lupa di RS mana beliau melakukan check-up. Hanya seingat
saya, semua test yang dilakukan diarahkan pada kondisi jantung Ayah. Dokter
menyatakan bahwa kondisi jantung beliau baik, sehat tanpa ada tanda2 yang
mengkhawatirkan.
Menonton film, terutama film action, merupakan hobby keluarga
kami. Kecurigaan Ibu terhadap penyakit jantung Ayah mulai timbul kembali, yaitu
ketika melihat kedua betis Ayah berkeringat tidak sebagaimana biasanya ketika
Ayah menonton film action. Keadaan ini terus berlangsung, sehingga Ibu
mendesak Ayah untuk berobat kembali ke seorang Professor ahli penyakit
jantung. Setelah pemeriksaan kedua ini, Ayah dinyatakan positif menderita
kelainan pada jantung, tepatnya penyakit jantung koroner dan harus segera
dioperasi kalau tidak ingin kehilangan nyawanya.
Pada saat itu, perekonomian keluarga kami dapat dikatakan telah
mapan. Karenanya baik kerabat dari pihak Ayah maupun pihak Ibu mengusulkan
agar Ayah sebaiknya melakukan medical check-up di luar negeri. Lalu dipilih lah
Penang, Malaysia.
Setelah melakukan pemeriksaan-pemeriksaan, dokter di sana
mengatakan bahwa benar Ayah mengidap penyakit jantung koroner dimana terdapat
sebagian pembuluh darah ke jantung tersumbat. Katanya, ada 3 bagian yang
tersumbat, salah satunya adalah pembuluh darah (nadi) utama. Namun demikian,
dokter tidak menyarankan untuk dilakukan tindakan operasi mengingat usia
Ayah yang relatif masih terlalu muda untuk dilakukan operasi karena tubuhnya
masih mampu bertahan sekalipun ada kelainan pada pembuluh darah jantungnya.
Sementara itu dokter tetap masih merekomendasikan agar Ayah berobat juga
pada dokter di Singapura.
Selang beberapa bulan kemudian, Ayah baru berangkat ke Singapura
untuk melakukan konsultasi. Dokter Singapura juga mempunyai pandangan yang sama
dengan dokter Malaysia, bahwa Ayah tidak perlu dioperasi, mengingat masih
muda usia, karena amat disayangkan apabila operasi dilakukan juga, kondisi tubuh
Ayah hanya tinggal 50% saja, artinya tidak akan lagi se-fit seperti sebelum
operasi.
Dokter menasehati Ayah agar menjaga pola makan dengan
meninggalkan kebiasaan makan yang merugikan kesehatan. Memang, Ayah
mempunyai kebiasaan makan yg boleh dikatakan berlebihan. Semua itu harus
ditinggalkan. Dokter menganjurkan Ayah hanya makan daging putih, sedangkan
minyak sayur yang biasa harus diganti dengan minyak jagung.
Dokter mengatakan, apabila ingin dioperasi juga, sebaiknya
dilakukan oleh dokter Australia karena memang pada saat itu ada seorang dokter
ahli penyakit jantung yang terkenal di Australia.
Keadaan ini terus berlanjut sampai bertahun-tahun. Sementara
Ayah juga menjalani kehidupannya secara normal seperti tidak mengalami sakit.
Sampai pada tahun 1996 ketika Ayah pergi ke Anyer bersama supir, dalam
perjalanan pulang, supir mengantuk lalu menabrak lampu jalan tol. Pada saat
itu Ayah terlempar keluar kaca depan. Ayah tidak mengalami luka yg parah, hanya
penyakit jantung yang semula tidak pernah kambuh, mendadak kambuh lagi.
Demikian sejak itu Ayah terus menderita sakit, bahkan ketika
berjalan, baru beberapa langkah harus berhenti istirahat karena merasa sesak
dadanya.
Akhirnya, Ayah dibawa ke Rumah Sakit HARAPAN
KITA, pada saat itu masih ditangani oleh Professor
ahli penyakit jantung semula yang pernah menanganinya. Dokter menyatakan
bahwa tidak ada jalan lain, kecuali dilakukan tindakan operasi.
Ayah menyiapkan diri menghadapi operasi. Pihak keluarga
diminta untuk menyediakan 10 donor darah dgn golongan darah yg sama dgn ayah,
dan menyiapkan 5 org donor darah yang stand-by di tempat ketika operasi
berlangsung. Sementara itu, segalanya telah disiapkan menjelang operasi.
Kami sempat merayakan Tahun Baru di RS.
Pada sore hari sebelumnya menjelang pelaksanaan operasi pada
keesokan harinya, keluarga dan kerabat datang berkumpul menjenguk ayah; pada
saat yang bersamaan, dokter pun datang memeriksa Ayah.
Salah seorang kerabat Ibu bertanya kepada dokter tentang
kemungkinan keberhasilan dari operasi yang akan dilaksanakan. Sangat disayangkan
sekali jawaban yang keluar dari mulut dokter tidak seperti yang kami harapkan.
Dokter tersebut menyatakan: "Kalau dilakukan operasi, begitu masuk kamar
operasi, kemungkinan berhasilnya adalah 50-50! Berarti keluar dari kamar operasi
kalau tidak hidup, berarti mati."
Mendengar itu kami sangat terpukul sekali, terutama Ayah
langsung menemui dokter tersebut untuk meminta penjelasan kata-kata yang baru
saja ia ucapkan. Dokter tsb lalu mengulangi kata2 yg sama.
Kakek saya (dari pihak Ayah) mengusulkan untuk membatalkan
rencana operasi dan keluar dari RS pada malam itu juga. Merespons usul
kakek, Ayah tanpa banyak komentar langsung mencabut selang infus dan
menggunting selang plastik di tangan, lalu tanpa pamit langsung pulang ke
rumah.
Kebetulan juga, ketika kami dalam perjalanan pulang, bertemu
dengan salah seorang pasien yg terus menerus menghujat dokter2 di RS tsb, karena
ia baru saja menjalani operasi dan masih harus menjalani operasi berikutnya
lagi karena adanya KLIP yg tertinggal di dalam tubuhnya. Mendengar hal ini, Ayah
semakin bulat tekadnya untuk pulang dan membatalkan operasi yg akan dilaksanakan
dalam waktu kurang dari 12 jam ke depan.
Pada saat itu, keluarga berkumpul semua dan saling bertukar
pikiran, langkah apa yg harus diambil. Ayah hanya mempunyai 2 pilihan, kembali
ke Singapura atau Malaysia. Sedangkan ke Australia, dokter yg ingin ditemui
sudah meninggal karena ditembak orang tak dikenal.
Dalam kebimbangan, kakek saya (dari pihak Ayah) mengusulkan agar
Ayah segera berangkat saja berobat ke India. Suatu ide yang secara spontan
muncul ke permukaan. Sementara itu, pihak keluarga Ibu tidak dapat menerima ide
tsb. Terus terang, saya sendiripun pada saat itu sama sekali tidak dapat
menerima ide tsb. Hati saya berontak tidak percaya dengan ide itu, karena yg
terlintas dalam benak saya adalah: India yg miskin, kotor, mustahil dapat
menyembuhkan penyakit Ayah saya. Sedangkan yang masuk dalam pilihan kami adalah
Singapura dan Australia yang jauh di atas India dalam segala hal. Saya telah
meremehkan India.
Kakek saya seorang India asli, dan beliau adalah seorang
apoteker yang belajar ilmu farmasi di India. Pada akhirnya, beliau bersikeras
untuk menyuruh Ayah berobat saja ke India. Dalam kebimbangannya, karena bingung
tidak mengerti apa yg harus dilakukan, akhirnya Ayah menerima baik usuk kakek
tsb.
Mengingat banyak hal2 yg harus disiapkan/diurus dalam rangka
operasi Ayah di India, dan untuk memudahkan kelancaran segala sesuatunya baik
aspek administratif maupun teknis, maka diputuskan yg menemani Ayah berangkat ke
India adalah seorang temannya. Sementara, Ibu, saya dan adik tetap di Jakarta
dengan 1000 harapan dan doa semoga ayah segera memperoleh kesembuhan. Pada saat
itu, kami benar2 tenggelam dalam kesedihan yg mendalam.
Setibanya di Madras, India, Ayah langsung dimasukkan ke ruang
ICU Madras Medical Centre. Dokter India meminta hasil katerisasi dari Jakarta
dalam bentuk film yang menunjukkan tempat terjadinya penyumbatan pada pembuluh
darah jantung; hal itu diminta karena kondisi Ayah yg semakin melemah yg tidak
memungkinkan lagi utk dilakukan katerisasi ulang.
Kami di Jakarta memohon kepada Dokter yg merawat Ayah sebelumnya
untuk memberikan film yang diminta, tetapi Dokter tidak mau memberikan. Namun
akhirnya film tersebut tetap berhasil kami dapatkan. Ibu langsung berangkat ke
India untuk mengantarkan film tersebut.
Dokter India yang memeriksa dan merawat Ayah bernama Dr.
Cherian, berusaha menenangkan Ayah, dan melalui berbagai cara dan contoh yang
dia berikan kepada Ayah, semangat hidup Ayah bangkit kembali.
Dr. Cherian menyatakan bahwa masalah operasi jantung tsb
adalah masalah sepele, bahkan dia dapat melakukannya dengan mata tertutup.
Karenanya, keberhasilan dari operasi yg akan dilakukan adalah 80-20. 20% yg
tidak berhasil adalah mereka yg tergolong telah berusia lanjut dgn kondisi yg
benar2 sulit. Dr. Cherian selanjutnya mengatakan bhw operasi yg akan dilakukan
sangat mudah dan tidak perlu ditakutkan. "Masalah sepele tidak
dapat menjadi besar!" tambahnya.
Sangat berbeda dgn yang dokter Jakarta lakukan. Hal ini membuat
kami tenang. Banyak sekali perbedaan2 yg menyolok antara Dokter India dan dokter
Indonesia. Di sana Ibu tidak perlu mencari-cari darah untuk keperluan
operasi.
Hal yg paling dipentingkan dokter sebelum operasi adalah
kesiapan mental pasien. Di Jakarta, pembiusan baru dilakukan setelah
pasien benar2 masuk kamar operasi, jadi sebelumnya pasien telah melihat dan
merasakan dinginnya kamar operasi yg membuat pasien menjadi takut. Sedang di
India, pembiusan dilakukan pada malam hari sebelum keesokannya dilakukan
operasi, tanpa pemberitahuan lagi kepada pasien. Pembiusan yg
dilakukan ini bukan pembiusan total, hanya setengah yg membuat pasien fly,
sehingga yg ada dalam pikiran pasien adalah hal2 indah, dgn demikian ia masuk
kamar operasi tanpa rasa takut.
Yang membuat kami salut dan kagum adalah bahwa Ayah dapat berada
kembali dalam keadaan sadar tepat setelah dokter menyatakan bahwa operasi telah
selesai. Ketepatan perhitungan kekuatan pembiusan benar2 dilakukan dgn
cermat.
Selanjutnya, setelah keluar dari kamar operasi, pasien
diwajibkan masuk ke ruang ICU selama 3 hari. Sementara itu, Ayah tetap dibuat
masih berada dlm keadaan fly oleh dokter, dgn harapan agar pasien tidak
merasakan sakit dan dapat beristirahat dengan baik sehingga lebih menunjang
keberhasilan proses pemulihan pasca operasi.
Di ruang ICU, seorang pasien dijaga oleh 2 orang perawat khusus,
sedang seorang dokter menangani 2 orang pasien. Berbeda sekali dengan ruang
ICU di Jakarta. Di India, benar2 perawatan intensif! Setelah 3 hari dalam
perawatan di ruang ICU, Ayah disuruh meniup balon sampai besar dan diwajibkan
untuk berlatih jalan serta menghisap semacam "opium" dgn alat khusus
berbentuk pipa panjang dgn tabung di pangkalnya untuk kepentingan medis dalam
rangka membantu proses penyembuhan. Yang juga mengherankan adalah, bhw selesai
operasi dokter langsung mempersilakan pasien makan dan minum apa saja yg
disukai, tidak ada pantangan.
Setelah 10 hari dirawat di RS, Ayah diwajibkan keluar dari RS,
sekalipun Ayah telah membayar biaya RS untuk 10 hari lagi ke depan. Jadi pihak
RS tidak mengijinkan Ayah tinggal lebih lama dari 10 hari di RS. Berbeda sekali
dengan perawatan di RS Jakarta yg memungkinkan pasien untuk tinggal di RS paling
sedikit satu bulan setelah operasi by pass dilakukan.
Kami bersyukur kepada Tuhan bhw akhirnya Ayah dapat kembali ke
Jakarta dengan selamat dan dalam keadaan sehat.
Ternyata, Dr. Cherian adalah Ketua Perhimpunan Dokter Ahli Bedah
Jantung se-Asia. Hal ini kami ketahui beberapa bulan setelah Ayah pulang, yaitu
ketika Dr. Cherian menyurati Ayah untuk datang ke Bali, karena ia akan
mengadakan seminar di sana. Pada saat itu lah kami baru mengetahui, rupanya ia
adalah seorang ketua perhimpunan dokter ahli bedah jantung se-Asia.
Satu tahun telah berlalu, telah tiba waktunya Ayah melakukan
medical check-up ulangan. Lalu, kami sekeluarga berangkat ke Madras, India,
menemai Ayah check up.
Disana, saya baru melihat dgn mata kepala sendiri, betapa bagus
RS-nya, bukan seperti RS buruk yg ada dalam bayangan saya. Di samping dekorasi
interior yg bagus dan fasilitas yg lengkap, terdapat kuil, gereja dan mesjid di
komplek RS tersebut.
Fasilitas2 ibadah tsb sengaja disediakan agar keluarga2 pasien
yg berobat, dapat berdoa sesuai agama dan kepercayaannya. Pada saat itu yg saya
masuki adalah Gereja yg dibangun dgn bentuk langit2 setengah lingkaran model
kubah, dgn hiasan langit biru beserta awan, dan tepat di tengah ruangan
terpasang sebuah salib kayu yg besar dgn patung Yesus tersalib dgn ukuran
yg hampir sama dgn ukuran manusia sebenarnya. Benar2 sebuah ruangan doa yg
bagus.
Di RS itu saya dapat melihat berbagai bangsa: ada orang Korea,
Afrika, China, Filipina, Nepal, Thailand, mulai dari orang dewasa sampai anak2.
Semua bangsa dapat ditemui di sana. Menakjubkan! Benar2 di luar dugaan saya,
sangat lain sekali dgn India dan RS-nya dalam bayangan saya
sebelumnya. Bahkan mereka benar2 menghormati dgn memprioritaskan org2 luar yg
datang berobat kesana.
India, suatu negara yg sebelumnya saya bayangkan sbg kumuh,
kotor, seperti yg nampak dalam film2 India yg biasa saya tonton, ternyata
lain sekali dalam kenyataannya! Sama seperti Indonesia, yg dalam pandangan
negara2 lain adalah negara miskin, tetapi kenyataannya Indonesia tidaklah
semiskin yg mereka bayangkan. Begitu juga India, tidak semiskin dalam bayangin
kita pada umumnya. Bahkan India jauh lebih maju daripada Indonesia.
Hal tersebut, berkat pengaruh Mahatma Gandhi dgn ajaran Swadesi
(menolong diri sendiri). Pengaruh kuat ajaran/prinsip hidup ini terasa dan dapat
dilihat dimana bangsa India sangat menghargai dan bangga dgn produk dalam negeri
sendiri. Mereka membuat, memproduksi sendiri semua kebutuhan mereka, bahkan
sepatu Hush Puppies pun adalah made in India.
Sejauh pengelihatan saya, hal yang paling lucu adalah dimana
para pengemis di India tangan2nya penuh dgn perhiasan emas, dan kain sari mereka
yg paling murah pun apabila dirupiahkan masih bernilai sekitar Rp 300.000,- ke
atas.
Madras Medical Centre, sebuah RS di India dgn dokter2 terbaik yg
sempat saya pandang remeh, ternyata telah memberikan suatu mujizat kesembuhan
bagi Ayah saya tercinta. Beribu-ribu ucapan terima kasih saya sampaikan atas
pengobatan dan perawatan yg telah diberikan kepada Ayah saya.
Semoga tulisan saya ini dapat membantu memberikan informasi bagi
siapa saja yg memerlukan, yg mungkin menderita penyakit serupa dgn yg Ayah saya
derita, sekaligus memperkenalkan Madras Medical Centre, India, yg tak berlebihan
kalau dikatakan: "Sebuah Rumah Sakit dengan Hati dan Cinta
Kasih", "A Hospital with Heart and Love!". Sungguh!!
Penulis: Sherlin
MSD Property Management
SimasRed |
--------------------------------------------------------------------- >> Mau kirim bunga hari ini ? Klik, http://www.indokado.com/ >> Info balita, http://www.balita-anda.com >> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]