Mbak,
Saya baca mail ini, ada beberapa kesan, tapi disini saya ingin membahas mengenai rumah
sakit dan dokter di Indonesia.
Beberpa waktu lalu juga banyak mailist yang tumpahkan uneg-uneg mengenai para dokter,
yang ada dalam pikiran saya, selain kita saling tumpahkan uneg-uneg, adakah jalur yang
bisa mail ke rumah sakit tersebut? Sehingga mereka akan membaca tulisan-tulisan itu,
bahkan mungkin yang bersangkutan...
Kalau budaya malu ada dalam diri mereka, ya... bisalah instropeksi dan perbaiki
sikap... kita butuh dokter khan karena mereka bekerja dibidangnya, dan kita tidak
semata-mata meminta bantuan... ada timbal balik...(ada timbal balik aja mereka begitu
ya, apalagi kalo diminta bantuannya????)
----- Original Message -----
From: surya.pratiwi
To: [EMAIL PROTECTED]
Sent: Tuesday, September 30, 2003 11:48 AM
Subject: Re: [balita-anda] OOT: A Hospital with Heart and Love -- True Story
Sorry buat yang nggak berkenan.
Menemani Ayah ke Madras Medical Centre, INDIA
Saya dilahirkan dan dibesarkan dalam 2 tradisi dan kebudayaan yg berbeda, ayah
keturunan India, sedangkan Ibu keturunan Tionghoa. Cara kedua orangtua membesarkan
saya adalah dengan ajaran yang mereka pandang paling bagus dan masuk akal. Kehidupan
kami sekeluarga amatlah bahagia.
Sewaktu saya masih kanak-kanak, belum bersekolah, Ayah mencari nafkah dengan menjadi
seorang guru Bahasa Inggris. Kemudian pada suatu ketika, Ayah melamar kerja pada MOBIL
OIL Company, bagian Accounting. Banyak sekali fasilitas yang diperoleh dengan bekerja
pada perusahaan asing tersebut. Mulai dari tunjangan kesehatan, tunjangan hari raya,
bonus, klinik kesehatan dengan dokter perusahaan, pesawat perusahaan untuk para
karyawan, bahkan villa untuk karyawan dan keluarganya berlibur pun disediakan.
Ketika saya masih di Sekolah Dasar (SD), Ayah sering mengeluh terasa nyeri pada
dadanya. Hal ini sering dianggap sepele dan disangka hanya sekedar masuk angin saja.
Sementara itu, keluhan nyari dada masih terus sering dirasakan oleh Ayah. Akhirnya
Ayah melakukan check-up kesehatan. Namun ketika itu saya lupa di RS mana beliau
melakukan check-up. Hanya seingat saya, semua test yang dilakukan diarahkan pada
kondisi jantung Ayah. Dokter menyatakan bahwa kondisi jantung beliau baik, sehat tanpa
ada tanda2 yang mengkhawatirkan.
Menonton film, terutama film action, merupakan hobby keluarga kami. Kecurigaan Ibu
terhadap penyakit jantung Ayah mulai timbul kembali, yaitu ketika melihat kedua betis
Ayah berkeringat tidak sebagaimana biasanya ketika Ayah menonton film action. Keadaan
ini terus berlangsung, sehingga Ibu mendesak Ayah untuk berobat kembali ke seorang
Professor ahli penyakit jantung. Setelah pemeriksaan kedua ini, Ayah dinyatakan
positif menderita kelainan pada jantung, tepatnya penyakit jantung koroner dan harus
segera dioperasi kalau tidak ingin kehilangan nyawanya.
Pada saat itu, perekonomian keluarga kami dapat dikatakan telah mapan. Karenanya
baik kerabat dari pihak Ayah maupun pihak Ibu mengusulkan agar Ayah sebaiknya
melakukan medical check-up di luar negeri. Lalu dipilih lah Penang, Malaysia.
Setelah melakukan pemeriksaan-pemeriksaan, dokter di sana mengatakan bahwa benar
Ayah mengidap penyakit jantung koroner dimana terdapat sebagian pembuluh darah ke
jantung tersumbat. Katanya, ada 3 bagian yang tersumbat, salah satunya adalah pembuluh
darah (nadi) utama. Namun demikian, dokter tidak menyarankan untuk dilakukan tindakan
operasi mengingat usia Ayah yang relatif masih terlalu muda untuk dilakukan operasi
karena tubuhnya masih mampu bertahan sekalipun ada kelainan pada pembuluh darah
jantungnya. Sementara itu dokter tetap masih merekomendasikan agar Ayah berobat juga
pada dokter di Singapura.
Selang beberapa bulan kemudian, Ayah baru berangkat ke Singapura untuk melakukan
konsultasi. Dokter Singapura juga mempunyai pandangan yang sama dengan dokter
Malaysia, bahwa Ayah tidak perlu dioperasi, mengingat masih muda usia, karena amat
disayangkan apabila operasi dilakukan juga, kondisi tubuh Ayah hanya tinggal 50% saja,
artinya tidak akan lagi se-fit seperti sebelum operasi.
Dokter menasehati Ayah agar menjaga pola makan dengan meninggalkan kebiasaan makan
yang merugikan kesehatan. Memang, Ayah mempunyai kebiasaan makan yg boleh dikatakan
berlebihan. Semua itu harus ditinggalkan. Dokter menganjurkan Ayah hanya makan daging
putih, sedangkan minyak sayur yang biasa harus diganti dengan minyak jagung.
Dokter mengatakan, apabila ingin dioperasi juga, sebaiknya dilakukan oleh dokter
Australia karena memang pada saat itu ada seorang dokter ahli penyakit jantung yang
terkenal di Australia.
Keadaan ini terus berlanjut sampai bertahun-tahun. Sementara Ayah juga menjalani
kehidupannya secara normal seperti tidak mengalami sakit. Sampai pada tahun 1996
ketika Ayah pergi ke Anyer bersama supir, dalam perjalanan pulang, supir mengantuk
lalu menabrak lampu jalan tol. Pada saat itu Ayah terlempar keluar kaca depan. Ayah
tidak mengalami luka yg parah, hanya penyakit jantung yang semula tidak pernah kambuh,
mendadak kambuh lagi.
Demikian sejak itu Ayah terus menderita sakit, bahkan ketika berjalan, baru beberapa
langkah harus berhenti istirahat karena merasa sesak dadanya.
Akhirnya, Ayah dibawa ke Rumah Sakit HARAPAN KITA, pada saat itu masih ditangani
oleh Professor ahli penyakit jantung semula yang pernah menanganinya. Dokter
menyatakan bahwa tidak ada jalan lain, kecuali dilakukan tindakan operasi.
Ayah menyiapkan diri menghadapi operasi. Pihak keluarga diminta untuk menyediakan 10
donor darah dgn golongan darah yg sama dgn ayah, dan menyiapkan 5 org donor darah yang
stand-by di tempat ketika operasi berlangsung. Sementara itu, segalanya telah
disiapkan menjelang operasi. Kami sempat merayakan Tahun Baru di RS.
Pada sore hari sebelumnya menjelang pelaksanaan operasi pada keesokan harinya,
keluarga dan kerabat datang berkumpul menjenguk ayah; pada saat yang bersamaan, dokter
pun datang memeriksa Ayah.
Salah seorang kerabat Ibu bertanya kepada dokter tentang kemungkinan keberhasilan
dari operasi yang akan dilaksanakan. Sangat disayangkan sekali jawaban yang keluar
dari mulut dokter tidak seperti yang kami harapkan. Dokter tersebut menyatakan: "Kalau
dilakukan operasi, begitu masuk kamar operasi, kemungkinan berhasilnya adalah 50-50!
Berarti keluar dari kamar operasi kalau tidak hidup, berarti mati."
Mendengar itu kami sangat terpukul sekali, terutama Ayah langsung menemui dokter
tersebut untuk meminta penjelasan kata-kata yang baru saja ia ucapkan. Dokter tsb lalu
mengulangi kata2 yg sama.
Kakek saya (dari pihak Ayah) mengusulkan untuk membatalkan rencana operasi dan
keluar dari RS pada malam itu juga. Merespons usul kakek, Ayah tanpa banyak komentar
langsung mencabut selang infus dan menggunting selang plastik di tangan, lalu tanpa
pamit langsung pulang ke rumah.
Kebetulan juga, ketika kami dalam perjalanan pulang, bertemu dengan salah seorang
pasien yg terus menerus menghujat dokter2 di RS tsb, karena ia baru saja menjalani
operasi dan masih harus menjalani operasi berikutnya lagi karena adanya KLIP yg
tertinggal di dalam tubuhnya. Mendengar hal ini, Ayah semakin bulat tekadnya untuk
pulang dan membatalkan operasi yg akan dilaksanakan dalam waktu kurang dari 12 jam ke
depan.
Pada saat itu, keluarga berkumpul semua dan saling bertukar pikiran, langkah apa yg
harus diambil. Ayah hanya mempunyai 2 pilihan, kembali ke Singapura atau Malaysia.
Sedangkan ke Australia, dokter yg ingin ditemui sudah meninggal karena ditembak orang
tak dikenal.
Dalam kebimbangan, kakek saya (dari pihak Ayah) mengusulkan agar Ayah segera
berangkat saja berobat ke India. Suatu ide yang secara spontan muncul ke permukaan.
Sementara itu, pihak keluarga Ibu tidak dapat menerima ide tsb. Terus terang, saya
sendiripun pada saat itu sama sekali tidak dapat menerima ide tsb. Hati saya berontak
tidak percaya dengan ide itu, karena yg terlintas dalam benak saya adalah: India yg
miskin, kotor, mustahil dapat menyembuhkan penyakit Ayah saya. Sedangkan yang masuk
dalam pilihan kami adalah Singapura dan Australia yang jauh di atas India dalam segala
hal. Saya telah meremehkan India.
Kakek saya seorang India asli, dan beliau adalah seorang apoteker yang belajar ilmu
farmasi di India. Pada akhirnya, beliau bersikeras untuk menyuruh Ayah berobat saja ke
India. Dalam kebimbangannya, karena bingung tidak mengerti apa yg harus dilakukan,
akhirnya Ayah menerima baik usuk kakek tsb.
Mengingat banyak hal2 yg harus disiapkan/diurus dalam rangka operasi Ayah di India,
dan untuk memudahkan kelancaran segala sesuatunya baik aspek administratif maupun
teknis, maka diputuskan yg menemani Ayah berangkat ke India adalah seorang temannya.
Sementara, Ibu, saya dan adik tetap di Jakarta dengan 1000 harapan dan doa semoga ayah
segera memperoleh kesembuhan. Pada saat itu, kami benar2 tenggelam dalam kesedihan yg
mendalam.
Setibanya di Madras, India, Ayah langsung dimasukkan ke ruang ICU Madras Medical
Centre. Dokter India meminta hasil katerisasi dari Jakarta dalam bentuk film yang
menunjukkan tempat terjadinya penyumbatan pada pembuluh darah jantung; hal itu diminta
karena kondisi Ayah yg semakin melemah yg tidak memungkinkan lagi utk dilakukan
katerisasi ulang.
Kami di Jakarta memohon kepada Dokter yg merawat Ayah sebelumnya untuk memberikan
film yang diminta, tetapi Dokter tidak mau memberikan. Namun akhirnya film tersebut
tetap berhasil kami dapatkan. Ibu langsung berangkat ke India untuk mengantarkan film
tersebut.
Dokter India yang memeriksa dan merawat Ayah bernama Dr. Cherian, berusaha
menenangkan Ayah, dan melalui berbagai cara dan contoh yang dia berikan kepada Ayah,
semangat hidup Ayah bangkit kembali.
Dr. Cherian menyatakan bahwa masalah operasi jantung tsb adalah masalah sepele,
bahkan dia dapat melakukannya dengan mata tertutup. Karenanya, keberhasilan dari
operasi yg akan dilakukan adalah 80-20. 20% yg tidak berhasil adalah mereka yg
tergolong telah berusia lanjut dgn kondisi yg benar2 sulit. Dr. Cherian selanjutnya
mengatakan bhw operasi yg akan dilakukan sangat mudah dan tidak perlu ditakutkan.
"Masalah sepele tidak dapat menjadi besar!" tambahnya.
Sangat berbeda dgn yang dokter Jakarta lakukan. Hal ini membuat kami tenang. Banyak
sekali perbedaan2 yg menyolok antara Dokter India dan dokter Indonesia. Di sana Ibu
tidak perlu mencari-cari darah untuk keperluan operasi.
Hal yg paling dipentingkan dokter sebelum operasi adalah kesiapan mental pasien. Di
Jakarta, pembiusan baru dilakukan setelah pasien benar2 masuk kamar operasi, jadi
sebelumnya pasien telah melihat dan merasakan dinginnya kamar operasi yg membuat
pasien menjadi takut. Sedang di India, pembiusan dilakukan pada malam hari sebelum
keesokannya dilakukan operasi, tanpa pemberitahuan lagi kepada pasien. Pembiusan yg
dilakukan ini bukan pembiusan total, hanya setengah yg membuat pasien fly, sehingga yg
ada dalam pikiran pasien adalah hal2 indah, dgn demikian ia masuk kamar operasi tanpa
rasa takut.
Yang membuat kami salut dan kagum adalah bahwa Ayah dapat berada kembali dalam
keadaan sadar tepat setelah dokter menyatakan bahwa operasi telah selesai. Ketepatan
perhitungan kekuatan pembiusan benar2 dilakukan dgn cermat.
Selanjutnya, setelah keluar dari kamar operasi, pasien diwajibkan masuk ke ruang ICU
selama 3 hari. Sementara itu, Ayah tetap dibuat masih berada dlm keadaan fly oleh
dokter, dgn harapan agar pasien tidak merasakan sakit dan dapat beristirahat dengan
baik sehingga lebih menunjang keberhasilan proses pemulihan pasca operasi.
Di ruang ICU, seorang pasien dijaga oleh 2 orang perawat khusus, sedang seorang
dokter menangani 2 orang pasien. Berbeda sekali dengan ruang ICU di Jakarta. Di India,
benar2 perawatan intensif! Setelah 3 hari dalam perawatan di ruang ICU, Ayah disuruh
meniup balon sampai besar dan diwajibkan untuk berlatih jalan serta menghisap semacam
"opium" dgn alat khusus berbentuk pipa panjang dgn tabung di pangkalnya untuk
kepentingan medis dalam rangka membantu proses penyembuhan. Yang juga mengherankan
adalah, bhw selesai operasi dokter langsung mempersilakan pasien makan dan minum apa
saja yg disukai, tidak ada pantangan.
Setelah 10 hari dirawat di RS, Ayah diwajibkan keluar dari RS, sekalipun Ayah telah
membayar biaya RS untuk 10 hari lagi ke depan. Jadi pihak RS tidak mengijinkan Ayah
tinggal lebih lama dari 10 hari di RS. Berbeda sekali dengan perawatan di RS Jakarta
yg memungkinkan pasien untuk tinggal di RS paling sedikit satu bulan setelah operasi
by pass dilakukan.
Kami bersyukur kepada Tuhan bhw akhirnya Ayah dapat kembali ke Jakarta dengan
selamat dan dalam keadaan sehat.
Ternyata, Dr. Cherian adalah Ketua Perhimpunan Dokter Ahli Bedah Jantung se-Asia.
Hal ini kami ketahui beberapa bulan setelah Ayah pulang, yaitu ketika Dr. Cherian
menyurati Ayah untuk datang ke Bali, karena ia akan mengadakan seminar di sana. Pada
saat itu lah kami baru mengetahui, rupanya ia adalah seorang ketua perhimpunan dokter
ahli bedah jantung se-Asia.
Satu tahun telah berlalu, telah tiba waktunya Ayah melakukan medical check-up
ulangan. Lalu, kami sekeluarga berangkat ke Madras, India, menemai Ayah check up.
Disana, saya baru melihat dgn mata kepala sendiri, betapa bagus RS-nya, bukan
seperti RS buruk yg ada dalam bayangan saya. Di samping dekorasi interior yg bagus dan
fasilitas yg lengkap, terdapat kuil, gereja dan mesjid di komplek RS tersebut.
Fasilitas2 ibadah tsb sengaja disediakan agar keluarga2 pasien yg berobat, dapat
berdoa sesuai agama dan kepercayaannya. Pada saat itu yg saya masuki adalah Gereja yg
dibangun dgn bentuk langit2 setengah lingkaran model kubah, dgn hiasan langit biru
beserta awan, dan tepat di tengah ruangan terpasang sebuah salib kayu yg besar dgn
patung Yesus tersalib dgn ukuran yg hampir sama dgn ukuran manusia sebenarnya. Benar2
sebuah ruangan doa yg bagus.
Di RS itu saya dapat melihat berbagai bangsa: ada orang Korea, Afrika, China,
Filipina, Nepal, Thailand, mulai dari orang dewasa sampai anak2. Semua bangsa dapat
ditemui di sana. Menakjubkan! Benar2 di luar dugaan saya, sangat lain sekali dgn India
dan RS-nya dalam bayangan saya sebelumnya. Bahkan mereka benar2 menghormati dgn
memprioritaskan org2 luar yg datang berobat kesana.
India, suatu negara yg sebelumnya saya bayangkan sbg kumuh, kotor, seperti yg nampak
dalam film2 India yg biasa saya tonton, ternyata lain sekali dalam kenyataannya! Sama
seperti Indonesia, yg dalam pandangan negara2 lain adalah negara miskin, tetapi
kenyataannya Indonesia tidaklah semiskin yg mereka bayangkan. Begitu juga India, tidak
semiskin dalam bayangin kita pada umumnya. Bahkan India jauh lebih maju daripada
Indonesia.
Hal tersebut, berkat pengaruh Mahatma Gandhi dgn ajaran Swadesi (menolong diri
sendiri). Pengaruh kuat ajaran/prinsip hidup ini terasa dan dapat dilihat dimana
bangsa India sangat menghargai dan bangga dgn produk dalam negeri sendiri. Mereka
membuat, memproduksi sendiri semua kebutuhan mereka, bahkan sepatu Hush Puppies pun
adalah made in India.
Sejauh pengelihatan saya, hal yang paling lucu adalah dimana para pengemis di India
tangan2nya penuh dgn perhiasan emas, dan kain sari mereka yg paling murah pun apabila
dirupiahkan masih bernilai sekitar Rp 300.000,- ke atas.
Madras Medical Centre, sebuah RS di India dgn dokter2 terbaik yg sempat saya pandang
remeh, ternyata telah memberikan suatu mujizat kesembuhan bagi Ayah saya tercinta.
Beribu-ribu ucapan terima kasih saya sampaikan atas pengobatan dan perawatan yg telah
diberikan kepada Ayah saya.
Semoga tulisan saya ini dapat membantu memberikan informasi bagi siapa saja yg
memerlukan, yg mungkin menderita penyakit serupa dgn yg Ayah saya derita, sekaligus
memperkenalkan Madras Medical Centre, India, yg tak berlebihan kalau dikatakan:
"Sebuah Rumah Sakit dengan Hati dan Cinta Kasih", "A Hospital with Heart and Love!".
Sungguh!!
Penulis: Sherlin
MSD Property Management
SimasRed
------------------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------------
>> Mau kirim bunga hari ini ? Klik, http://www.indokado.com/
>> Info balita, http://www.balita-anda.com
>> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]