Aku sangat2 setuju dengan artikel dibawah. Meski sebagai ibu kadang berat
juga buat melakukan hal itu, tapi demi masa depan anak yang akan menemui
banyak gesekan yang lebih dari jaman kita sekarang.

*Sedang mencoba menerapkan, meski kadang gak tega...


-----Original Message-----
From: sintia prasetio [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Tuesday, October 28, 2008 8:38 PM
To: balita-anda@balita-anda.com
Subject: [balita-anda] Untuk direnungkeun

dari milis tetangga,
what do you think, parents????
Kalo buat aku, kadang susah membuat si kecil merasa bahwa cara aku
"membiarkan" dia mengatasi sendiri masalahnya, bukan berarti aku tidak
sayang padanya, lebih sedih lagi lalu dia berpaling pada orang lain
dengan harapan akan mendapatkan pertolongan dan biasanya "orang lain"
itu akan menolongnya (misal : eyang, bude, eyang, bude, eyang ,
budeeeeeee)

cheers
Sintia

******


Jumat, 26 September 2008 | 04:34 WIB
Di sebuah shopping arcade di pusat kota Kyoto , saat sedang menikmati
segelas cappucino sambil mengamati orang berbelanja, tiba-tiba saya
dikejutkan suara keras tangisan anak kecil. Rupanya ada gadis kecil
berumur 4 tahunan tersandung dan jatuh. Lututnya berdarah. Kami heran
ketika melihat respons ibunya yang hanya berdiri sambil mengulurkan
tangan ke arah gadis kecilnya tanpa ada kemauan untuk segera meraih
anaknya. Cukup lama. Beberapa menit adegan ini berlangsung. Si ibu
tetap sabar dan keras hati untuk menunggu anaknya menyelesaikan
sendiri rasa shock dan sakitnya. Setelah beberapa menit berlalu,
akhirnya si gadis kecil mulai berusaha berdiri lagi, dan dengan
bantuan kecil tangan ibunya dia kembali berdiri. Masih sambil
terisak-isak ia pun berjalan lagi.

Dalam benak saya waktu itu, kok tak punya hati ibu si gadis kecil ini?
Tega membiarkan anaknya dalam kondisi kesakitan. Ingatan langsung
terbang ke Indonesia . Jika kejadian yang sama terjadi di Kota Jakarta
ataupun Yogyakarta , saya yakin si ibu pasti akan langsung meraih dan
menggendong untuk menenangkan anaknya.

Dari adegan itu, bisa kita bayangkan perbedaan cara pengasuhan anak
Jepang dan anak Indonesia . Dari pengamatan saya selama hampir setahun
tinggal di Jepang, anak Jepang cenderung dibiasakan dari kecil untuk
mengatasi berbagai kesulitan sendiri, sementara anak Indonesia selalu
disediakan asisten untuk mengatasi kesulitannya. Babysitter atau
pembantu rumah tangga pun tidak ada dalam kebiasaan keluarga-keluarga
di Jepang. Sebaliknya di Indonesia, khususnya di kota-kota besar
seperti Jakarta , Bandung , Yogyakarta dan lain-lain kehadiran mereka
wajib ada sebagai asisten keluarga maupun sebagai asisten
anak-anaknya.

Dalam sebuah studi perbandingan yang dilakukan oleh Heine, Takata dan
Lehman pada tahun 2000 yang melibatkan responden dari mahasiswa Jepang
dan mahasiswa Kanada dinyatakan bahwa mahasiswa Jepang lebih tidak
peduli dengan inteligensi dibandingkan orang Kanada. Hal ini
disebabkan orang Jepang lebih menghargai prestasi didasarkan pada
usaha keras daripada berdasarkan kemampuan inteligensi. Artinya, bagi
orang Jepang kemauan untuk menderita dan berusaha keras menjadi nilai
yang lebih penting daripada kemampuan dasar manusia seperti
inteligensi.

Dalam keseharian dengan mudah kita dapat menyaksikan mereka selalu
berjalan dalam ketergesaan karena takut kehilangan banyak waktu,
disiplin dan selalu bekerja keras. Suasana kompetitif dan kemauan
untuk menjadi yang lebih baik (yang terbaik) sangat menonjol. Studi
ini juga menemukan bahwa orang Jepang memiliki budaya kritik diri yang
tinggi, mereka selalu mencari apa yang masih kurang di dalam dirinya.
Untuk kemudian mereka akan segera memperbaiki diri.

Lain lagi Indonesia , yang saat ini terjebak dalam kesalahan umum di
mana hasil akhir menjadi segala-galanya. Hasil akhir lebih dihargai
dibandingkan usaha keras. Tengok saja kompetisi yang terjadi dari anak
usia sekolah tingkat SD hingga perguruan tinggi untuk mendapatkan
nilai kelulusan yang tinggi. Guru, orang tua maupun masyarakat umum
selalu menekan anak untuk mendapatkan nilai kelulusan yang tinggi,
sehingga mereka pun menghalalkan segala cara. Kita baca di koran
polisi menangkap para guru karena berlaku curang dalam ujian nasional,
sementara di tempat lain orang tua membeli soal ujian, siswa menyontek
dan lain sebagainya.

Pola pengasuhan ini, pada gilirannya pasti berperan besar dalam
pembentukan karakter anak dalam perkembangan berikutnya. Oleh
karenanya, memberi kesempatan seluas-luasnya pada anak untuk
mengembangkan semua potensinya adalah satu prinsip dasar dari satu
pola pengasuhan yang sangat baik bagi pembentukan karakter anak. Orang
tua, asisten, atau pun orang yang lebih dewasa jangan mengambil alih
tanggung jawab anak.

Sebagai contoh, beri kesempatan pada anak untuk belajar makan secara
benar dengan tangannya sendiri sejak dia mampu memegang sendok. Jangan
diambil alih hanya karena alasan akan membuat kotor. Atau beri
kesempatan pada anak untuk menghadapi dunia sekolah pertama kali tanpa
banyak intervensi dari pengasuh maupun orang tua. Memberi rasa aman
pada anak memang penting jika diberikan pada saat yang tepat. Tetapi
menunggui anak selama dia belajar di sekolah adalah pemberian rasa
aman yang tidak perlu. Momen ini adalah momen penting bagi anak untuk
belajar menghadapi dunia di luar rumah tanpa bantuan langsung
orang-orang di sekitarnya.

Pengalaman anak merasa mampu menghadapi persoalan dengan kemampuannya
sendiri akan menumbuhkan kepercayaan diri. Oleh karena itu, orang tua
sebaiknya membatasi diri hanya menjadi partner diskusi yang membantu
anak menemukan berbagai kemungkinan solusi. Orang tua kadang harus
berteguh hati membiarkan anak mengalami rasa sakit, menderita, dan
rasa tertekan dalam isi dan porsi yang tepat, karena hal itu akan
sangat baik untuk perkembangan mental anak.

Anak akan tumbuh menjadi pribadi yang siap menghadapi tantangan hidup
dan tidak mudah menyerah. Hargai anak bukan dari hasil akhirnya
melainkan dari proses perjuangannya. Anak perlu diberi pembelajaran
(dan juga orang tua perlu belajar) untuk bisa menikmati dan menghargai
proses, meskipun proses seringkali tidak nyaman.


Dr. Christina Siwi Handayani, Staf Pengajar Fakultas Psikologi,
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

--------------------------------------------------------------
Info tanaman hias: http://www.toekangkeboen.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]
menghubungi admin, email ke: [EMAIL PROTECTED]


--------------------------------------------------------------
Info tanaman hias: http://www.toekangkeboen.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]
menghubungi admin, email ke: [EMAIL PROTECTED]




-- 
Yesi
http://www.debloomen.com/
http://www.yesiwarrie.blogspot.com/
http://www.sekarsekar.multiply.com/
http://www.sasamiberbagi.multiply.com/

Kirim email ke