Saya turut berduka atas kepergian anak Bapak, terharu banget 
bacanya..............
Saya juga saat ini khawatir karena anak saya baru berumur 2,5 bulan tetapi 
sudah diimunisasi Hepatitis B lengkap (1-3), semoga nggak berpengaruh 
apa-apa ke Audy. Karena sampai saat ini Audy masih normal aja 
perkembangannya.


Salam,

mamanya Audy

 




[EMAIL PROTECTED]
04/28/2005 01:14 PM
Please respond to balita-anda

 
        To:     balita-anda@balita-anda.com
        cc: 
        Subject:        [balita-anda] SHARING PENGALAMAN/KISAH NYATA


dari millis sebelah....
Netter's...terharu sekali saat aku membaca ceritanya, kasian sekali bayi 
ini..
hik..hik...jadi ngga bisa nulis kata2 lagi...

Turut Berduka,
Ummi Nayla
www.babiesonline.com/babies/n/naylaauraalshafa

Sent: Tuesday, April 26, 2005 4:29 PM

Subject: SHARING PENGALAMAN/KISAH NYATA

Ini kisah nyata yang saya alami, sebagai informasi / pelajaran bagi 
Rekan-rekan jika suatu saat ada yang menghadapi cobaan seperti yang saya 
alami.

Saya salah satu karyawan Kantor Pusat di Perusahaan kita, saya menikah 
pada pertengahan tahun 2001, saya mempunyai Istri "I" yang dulunya juga 
adalah karyawan di Perusahaan kita (Cab. Fatmawati), dan karena untuk 
mematuhi peraturan di perusahaan (tidak boleh menikah antar sesama 
Karyawan), Istri saya mengundurkan diri dari Perusahaan. 

Sejak Menikah (th.2001), Istri saya telah mengalami dua kali keguguran, 
yang pertama +/- pada kehamilan berumur 2,5 bulan, dan yang kedua sempat 
di Operasi "Kuretase" karena usia kehamilannya telah berumur 3,5 bulan.

Penyebab keguguran, menurut dokter "K" di RS "A" Panglima Polim/Jakarta , 
karena Istri saya "kecapaian" (Istri saya bekerja di Perusahaan lain 
setelah pengunduran dirinya) dan kandungannya "agak lemah". Dokter 
memeriksa hasil Lab. komplit hasilnya " negatif ", tidak terdapat penyakit 

yang menyebabkan Istri saya keguguran. Jadi secara medis memang 
penyebabnya hanya "Kecapaian" dan "Kandungannya lemah". Jadi jika suatu 
saat Istri saya hamil lagi, dokter menyarankan harus extra hati-hati dalam 

merawatnya.

Bulan Sept 2004, Pada saat Istri saya periksa (karena sudah terlambat 
bulan) ke dokter kandungan dr. "K" di RS "A", istri saya kembali 
dinyatakan Hamil, keluarga kami begitu bahagia mendengar berita ini. Lalu 
saya dan Istri dengan sangat hati-hati merawat kehamilan ini. Segala 
saran-saran dokter kami laksanakan dengan baik, minum penguat janin, 
vitamin-vitamin, susu ibu hamil, menjaga kesehatan makanan, makan makanan 
bergizi, menjaga pantangan-pantangan ketika Hamil, dan bahkan untuk 
menjaga kehamilannya (pada saat itu berumur 5 bulan), Istri saya rela 
kembali keluar dari tempat kerjanya (saat itu masih bekerja pada Bank "B") 

dengan tujuan ingin benar-benar konsentrasi dalam merawat/menyusui anak.

Pada pertengahan bulan Juni 2005, Istri saya melahirkan dengan baik (walau 

dengan operasi caesar), bayi kami sehat tidak kurang suatu apapun, 
beratnya 3.150 Kg dengan panjang 49 Cm. Sekali lagi Kami sangat bahagia 
atas peristiwa ini. Kembali Segala saran-saran dokter (Dokter Anak: Prof. 
"R" di RS "A") kami laksanakan dengan baik, minum vitamin-vitamin, susu 
ibu menyusui, menjaga kesehatan makanan/perlengkapan makan, makan makanan 
bergizi, menjaga pantangan-pantangan dalam merawat bayi. dan rutin 
melakukan Imunisasi.

Disinilah mulai timbul bencana pada keluarga kami, pada saat anak/bayi 
kami berusia +/- 7 bulan, untuk kesekian kalinya kami datang untuk 
imunisasi, pada saat itu kami datang ke dr Anak kami Prof. "R" di RS "A" , 

namun pada saat itu beliau tidak masuk, diganti oleh dokter 
pengganti/wanita yang masih muda/mungkin dokter baru (namun saya lupa 
namanya). Begitu melihat jadwal pada buku RS anak saya, dokter tersebut 
langsung siap melakukan imunisasi terhadap anak saya, "hari ini imunisasi 
HIB ya ?!" , saya & istri tahu bahwa imunisasi HIB tersebut salah satunya 
untuk mencegah radang Otak, makanya Istri saya sempat bertanya, "dok, 
seandainya imunisasi ini tidak dilakukan bagaimana ya ?!", lalu dokter 
pengganti tersebut menjawab dengan nada agak ketus, "apakah ibu mau, anak 
ibu jadi Idiot?! (sambil memperagakan tampang muka orang yang idiot dengan 

lidah dijulurkan keluar)" . Karena begitu sayangnya kami dengan anak kami, 

sudah barang tentu kami tidak mau anak kami idiot, lagi pula saya saat itu 

berfikir demi kesehatan anak kami tentulah kami menuruti apa kata dokter 
yang lebih tahu/berpengalaman dengan imunisasi tersebut. Lalu tanpa 
memeriksa dengan seksama kondisi anak kami dalam keadaan fit/tidak, dan 
perlu tidaknya imunisasi tersebut kembali diberikan kepada anak saya 
(karena sebelumnya pada saat berumur +/- 5 bulan anak kami telah pernah 
diberikan imunisasi HIB I) dokter pengganti tersebut langsung memberikan 
suntikan imunisasi HIB II kepada anak saya.

Dua hari setelah pemberian imunisasi HIB yang kedua tersebut anak kami 
mengalami panas, lalu turun, panas lagi lalu turun ( 2 atau 3 hari sekali 
pasti mengalami panas ) dan anehnya panasnya hanya dikepala dan di 
pundak/leher serta di ketiak saja, badan/tangan dan kakinya tidak. Hal ini 

berlangsung +/- selama dua minggu, jika sedang panas, panasnya pernah 
sampai 40,6 derajat C.

Sewaktu di kantor saya sempat bertanya kepada rekan-rekan yang 
masih/pernah punya anak kecil mengenai panas anak saya, banyak diantara 
mereka yang bilang panas setinggi itu berbahaya, malah sebagian teman 
bilang anaknya panas "cuma" 38 derajat C saja sudah Step/kejang-kejang, 
namun sampai hari itu anak saya belum pernah Step/kejang-kejang, padahal 
panasnya beberapa kali sampai 40 derajat C, dan biasanya akan turun dengan 

sendirinya, paling-paling hanya rewel, susah tidur. Saya mulai Panik dan 
khawatir, takut jika anak saya tiba-tiba kejang/step di rumah.

Dan Saya mulai ke dokter, kebetulan di dekat rumah ada dokter Umum di RS. 
"D" ( Berhubung waktu itu hari minggu tidak ada dokter Spesialis anak yang 

Buka ). Dokter tersebut memberikan beberapa macam obat, ada yang syrup, 
ada yang serbuk. Setelah memakan obat-obatan tersebut selama 3 hari, anak 
kami masih belum membaik ( panasnya masih naik turun ), lalu kami ke RS 
"A" tempat dokter anak saya Prof. "R" dimana selain diberi obat-obatn juga 

disarankan untuk memeriksakan darah anak saya ke Lab. (waktu itu saya 
langsung periksakan anak saya ke Lab. "P" yang sudah berpengalaman), 
Karena setelah kami ketahui hasilnya "negatif/tidak ada penyakit" dan obat 

dari Prof. "R" di RS "A" juga belum efektif menyembuhkan panas anak saya, 
akhirnya saya membawa anak saya ke RS "B" Cikini ( karena saya tahu di RS 
"B" ada ruang perawatan anak, jika memang anak saya perlu di rawat). 

Di sinilah ketabahan/kesabaran kami di uji. Saya datang pertama kali ke RS 

"B" cikini, Kamis 17 Maret 2005 pagi +/- jam 7.00 Wib, dan setelah 
bertanya kesana-kemari saya langsung membawa anak saya ke UGD (Unit Gawat 
Darurat) karena masih pagi, dan disana ada dokter jaga, setelah dilakukan 
beberapa tindakan lalu +/- jam 08.30 saya bawa anak saya ke dokter 
Spesialis anak dr. "N", baru kemudian diminta untuk di bawa ke ruang 
perawatan untuk di rawat.

Pintarnya RS, setiap mereka akan melakukan tindakan medis terhadap anak 
kami, kami/orang tua harus menyetujui terlebih dahulu tindakan tersebut, 
dengan catatan apabila orang tua pasien tidak menyetujui suatu tindakan 
medis, kami juga disodorkan surat penolakan tindakan medis, yang 
didalamnya tertera apabila terjadi apa-apa terhadap anak saya, maka pihak 
RS tidak bertanggung jawab karena tindakan medis yang akan mereka lakukan 
tidak disetujui. Itu artinya kami/pasien bagai memakan buah simalakama, 
dan tentunya harus mengikuti semua langkah-langkah medis yang dilakukan 
oleh pihak RS, karena memang tidak ada pilihan lain.

Anak saya langsung di infus dan diambil darahnya untuk pengecekan (karena 
hasil cek darah yang saya bawa dari Lab "P" sebelumnya menurut pihak RS 
bisa berubah) walaupun akhirnya hasilnya juga masih "negatif" tidak 
diketahui penyebab/penyakit panas anak saya. Kemudian atas anjuran dokter 
anak saya harus puasa dari jam 15.00 (tiga sore) sampai dengan 21.00 
(sembilan malam) kerena akan diambil darahnya lagi untuk pemeriksaan. 
Selama waktu tersebut kami sedih melihat anak saya, walaupun ada infus di 
kakinya, namun anak saya tampak ingin makan/minum, namun kami tidak 
berikan walau mulutnya seperti orang yang kehausan. Kami sangat 
mengkhawatirkan fisik anak saya. 

Benar saja apa yang Saya dan Istri saya khawatirkan terjadi, esokan 
hari/Jum'at subuh begitu panas anak saya kembali tinggi sampai lebih dari 
40 derajat C, anak saya langsung kejang/Step (padahal sewaktu di rumah 
belum pernah sekalipun anak saya kejang/Step seperti saat itu), 
suster-suster RS mulai memberikan anak saya Oksigen melalui selang ke 
hidung, dan karena panas/Kejangnya lebih dari 1/2 jam, maka anak saya pagi 

itu juga langsung di bawa ke ruang ICU/PICU (Pedriatic Intensive Care 
Unit). Anak saya di diagnosa awal "kemungkinan" terkena Radang Otak yang 
disebabkan oleh Virus/bakteri, sehingga mengganggu fungsi pengaturan suhu 
tubuh. Dan dokter bilang kemungkinan sembuhnya hampir tidak ada, kalaupun 
sembuh akan ada efek sisa, misalnya jadi Idiot, Lumpuh, dsb. (Pihak RS 
langsung Pesimistis untuk penyembuhan anak saya).

Di ICU anak saya di rawat oleh Tim Dokter, dengan ketua Timnya yaitu dr. 
"Y" (dokter spesialis anak senior RS "B"), dengan anggota beberapa dokter 
Spesialis THT, Syaraf, Urologi, Bedah, dsb. Ditambah dengan 
dr.Konsulen/semacam penasihat, yaitu Prof. "A" dari RS "C", selain dokter 
tim tersebut dibantu oleh beberapa orang suster yang dalam sehari 
bekerjanya dibagi menjadi 3 shift, suster-suster inilah yang memonitor 
perkembangan kesehatan anak kami tiap saat. Suster juga sama seperti 
karyawan di kantor kita, ada yang teliti, ada yang rajin, ada yang 
baru/belum berpengalaman, ada yang text book, ada yang kurang berani 
bertindak, dsb.

Sabtu subuh (hari ke dua perawatan) anak saya kembali panas tinggi dan 
kembali kejang, kali ini suster jaga pada saat itu terlihat kurang 
tanggap/cekatan dalam memberi tindakan terhadap anak saya, malahan pada 
saat kejang, karena tenaga medis tidak begitu "care", Istri saya sendiri 
yang harus mengganjal mulut anak saya dengan alat pengganjal agar lidahnya 

tidak tergigit, dan karena terlalu lama tidak ditangani dengan baik 
akibatnya anak saya semakin lemah, terlihat pada mesin yang memonitor 
Oksigen dan Jantung anak saya saturasinya (istilah mesin tsb) terus 
menurun. Pada saat tim Dokter datang kondisi anak saya sudah memburuk, 
bahkan pada layar monitor mesin saturasi sempat terlihat "Flat", artinya 
paru-paru/oksigen dan jantung anak saya telah berhenti bergerak. Saya dan 
Istri langsung Shock dan lemas tangis pun tak terbendung. Beberapa tenaga 
medis terus berusaha memompa secara manual nafas anak saya, lalu mereka 
segera memasang mesin Ventilator/alat bantu pernafasan (mesin yang sama 
dengan yang digunakan Almh. Sukma Ayu) dan menyalakannya. Seperti biasa 
pihak RS menyodorkan surat persetujuan tindakan pemasangan mesin tsb. Pada 

saat itu saya & istri sangat Shock, sehingga konsentrasi kami hanya kepada 

anak kami tersebut, oleh karena saya tidak begitu memperdulikan surat 
persetujuan melakukan tindakan yang disodorkan RS, akibatnya pihak RS 
langsung mencopot kembali selang-selang yang terpasang dan mematikan 
mesin/listrik Ventilator tsb. Kami kesal dan marah (walau hanya di dalam 
hati), lalu segera meraih surat persetujuan tindakan tsb dan 
menandatanganinya, barulah alat tersebut kembali dipasang/dinyalakan, dan 
selamatlah nyawa anak saya ketika itu (padahal menurut hemat saya 
hitungannya hanya detik untuk mengambil keputusan tersebut/terlambat 
sedikit mungkin akan berbeda ceritanya).

Kurang lebih dua minggu alat Ventilator itu terpasang, dan dua minggu itu 
pula kami mengalami pengalaman yang sangat pahit dalam kehidupan kami, 
kami menyaksikan betapa tersiksanya anak yang kami sayangi yang terus 
menerus dilakukan tindakan medis, diantaranya :

1. Diambil darahnya yang hampir setiap hari (dengan cara disedot dengan 
alat suntik), walaupun hasil Lab.-nya selalu negatif dengan jumlah 
pengambilan dalam sehari bisa 3X, dan dalam sekali ambil antara 5 - 10 CC 
darah, padahal kondisi anak saya ketika itu sangat lemah/terlihat kuning 
seperti kurang darah. Diambil sampel Urine, sampel cairan dari perut, 
Bahkan sampai diambil contoh cairan otaknya (melalui penyedotan pada ruas 
tulang belakang) walaupun hasilnya juga negatif.

2. Berganti-ganti tempat untuk memasukan jarum Infus, dari vena-vena di 
kepala, tangan, kaki, selangkangan, malah karena Tim medis sudah kesulitan 

memasukan jarum infus, tim medis melakukan tindakan Vena Sectio (operasi 
kecil/merobek kulit/daging terluar) untuk dicari pembuluh vena yang berada 

agak ke dalam agar jarum infus dapat memasukan cairan infus ke tubuh anak 
saya. Kedua pergelangan tangan dan kaki anak saya telah di-Vena Sectio.

3. Bius Total, dengan alasan takut mesin Ventilator tidak berfungsi dengan 

baik apabila anak saya dalam keadaan sadar.

4. Diberi obat-obatan/anti biotik berganti-ganti sesuai 
indikasi/kemungkinan (Baru kemungkinan/seperti coba-coba) penyakitnya yang 

kadarnya tergolong keras, yang sudah pasti banyak efek sampingnya.

5. Karena sudah tidak ada tempat untuk Infus dan pengambilan darah (semua 
titik venanya telah habis), beberapa kali tindakan infus/pengambilan darah 

tidak berhasil dilakukan, lalu dicoba lagi dan di coba lagi sehingga 
menimbulkan bekas luka lebam/biru/bekas-bekas jarum suntik yang sangat 
banyak.

6. Dilakukan foto Thorax (Rongent) beberapa kali, Padahal sekali saja 
dilakukan di yakini dapat membunuh banyak sel tubuh )

7. Timbul efek samping, Paru-paru anak saya meradang/infeksi sehingga di 
penuhi banyak cairan, dan kepala belakang dan samping kiri 
memar/luka/lecet/bengkak. Karena terlalu lama dalam posisi tidur/di bius 
(hal ini seharusnya tidak perlu terjadi kalau tim medis sering merubah 
posisi tidur anak saya/setelah kami Complain baru hal ini dilakukan).

8. Masalah Biaya. Sering kali pihak RS (dokter/suster), menanyakan masalah 

biaya, walaupun berkali-kali saya katakan ada surat jaminan pembayaran 
dari Kantor. ( Coba bayangkan seandainya memang kami tidak punya biaya).

9. Diagnosa penyakit yang tidak didukung bukti yang pasti, tim Medis hanya 

selalu mengatakan "Kemungkinan". Dari +/- satu bulan di rawat, anak saya 
sudah beberapa kali dikatakan kemungkinan penyakitnya bersumber dari 
Radang Otak karena penyakit/Virus/bakteri: Herpes, berubah Toxoplasma, 
berubah Maningitis, berubah Ensevalitis, sampai kesimpulan terakhir/dari 
sampel darah terakhir anak saya masih belum mengetahui pasti penyebab 
penyakitnya (bukti lab. adanya virus/bakteri tersebut tidak pernah ada).

Pada masa itu juga kami sempat beberapa kali bersitegang dengan beberapa 
Tim Medis anak saya, namun kami selalu kalah (mengalah) karena posisi kami 

sangat lemah, Ketua tim dokternya "dr.Y" sempat berujar bahwa mereka 
dokter-dokter ahli, " kalau di RS "C" bapak boleh bilang "begitu", karena 
banyak dokter muda yang sedang belajar disana" (maksudnya menanggapi guman 

saya dengan istri saya, "kok anak kita seperti kelinci percobaan ya!? dan 
kata-kata tersebut didengar Suster, yang lalu melaporkannya ke ketua Tim 
dokternya) , bahkan dokter itu juga sempat berkata " kalau bapak tidak 
puas, silahkan angkat anak bapak sekarang !!" . Padahal saat itu, hal 
tersebut tidak mungkin kami lakukan karena seluruh tubuh anak saya 
terpasang mesin (Ada mesin ventilator, ada mesin saturasi Oksigen/Jantung, 

ada infus, ada selang Sonde/makanan, dsb)

Pernah seorang anggota Tim dokter yang didatangkan dari RS "C", yaitu dr. 
"I" ahli syaraf, setelah memeriksa anak saya mengatakan, "Penyakitnya 
malah dari RS ini semua, ya !!", Setelah masa perawatan 2 minggu tersebut 
timbul berbagai komplikasi; mata anak saya buta/tidak bisa melihat 
(menurutnya mungkin bisa sembuh karena anak saya masih bayi), Infeksi 
paru, memar di kepala, badan kaku/keras, padahal pertama kali masuk RS 
anak saya "hanya" sakit Panas. Kemudian dr "I" juga bilang " tadi saya 
coba lepas alat Ventilatornya agak lama, anak bapak bagus kok, dia sudah 
bisa bernafas sendiri ". Saya bersyukur berarti ada kemajuan pikir saya 
ketika itu.

Awal minggu ke tiga beberapa orang tim medis (ada beberapa dokter dan 
beberapa suster), mencoba melepas alat bantu nafas/Ventilator (mungkin 
setelah diberi masukan oleh dr. "I" dari RS "C"), di coba 1 jam, 2 jam, 3 
jam dan seterusnya .... rupanya anak saya sudah bisa kembali bernafas 
sendiri/normal. Namun karena Sumber penyakitnya belum diketahui maka Tim 
medis beberapa kali melakukan penggantian Obat/anti biotik, diantaranya 
Acyclovir, Delantin, Tegatrol, TieNam, Meronem (dua jenis yang tertulis 
dibelakang katanya merupakan anti Biotik yang paling Ampuh/Mahal/Impor 
dari Amerika).

Minggu ketiga dan selanjutnya Panas kepala anak saya relatif stabil 
(antara 36 - 38 derajat C), dan kondisinya relatif membaik "hanya" tinggal 

matanya yang Buta dan badannya yang kaku (sendi-sendinya tidak bisa 
ditekuk), namun pengambilan darah masih dilakukan secara berkala, dan 
hampir setiap hari dilakukan Terapi Fisioteraphy (Penyinaran dan 
pemijatan). Sehingga akhir minggu ke tiga semua Infus telah dicopot, 
oksigen dicopot, hanya tinggal selang Sonde (Selang makanan/di mulut) yang 

masih terpasang.

Saya dan Istri (serta keluarga besar kami), terus berdoa setiap hari untuk 

kesehatan anak kami satu-satunya, sampai pada pertengahan minggu ke empat, 

dr. "I" (Specialis syaraf dari RS "C") bilang anak kami boleh di bawa 
pulang, namun minimal harus sehari masuk ke ruang perawatan biasa dahulu 
(sesuai prosedur RS "B"). Dan menurut dokter "I" juga, anak kami hanya 
cukup rawat jalan ke RS "C", untuk berobat ke dr. "I" dan dr. "L" 
(specialis tumbuh kembang/penyembuhan tubuh anak saya yang masih 
kaku-kaku). Setelah sehari berada di ruang perawatan biasa, dan tidak ada 
masalah kami membawa anak kami pulang dengan membawa dua macam obat (Anti 
kejang dan anti Virus), dan sebelum pulang, lagi-lagi anak kami diambil 
kembali darahnya oleh RS untuk pemeriksaan penyebab penyakit anak kami, 
setelah itu barulah kami diperbolehkan pulang.

Namun tidak sampai 2 hari anak kami di Rumah, kami/keluarga lupa akan luka 

dibelakang kepalanya (akibat perawatan yang lalai sebelumnya) yang masih 
belum sembuh total, lukanya terlihat memar/merah/agak bengkak/dan mungkin 
infeksi, yang mungkin juga membuat anak kami panas lagi/karena infeksinya, 

Panasnya kembali naik sampai 40 derajat C lebih, bahkan ketika akan kami 
beri obat (yang kami bawa dari RS), anak kami muntah hingga lemas, lalu 
tanpa banyak pikir lagi walaupun pada saat itu jam 02 pagi, kami kembali 
membawa anak kami ke RS "B" Cikini dan kembali kami mengalami kekesalan, 
anak kami diperlakukan layaknya seperti pasien yang baru masuk RS. Anak 
kami kembali masuk ICU, kembali harus Infus, puasa, diambil darahnya lagi 
(meskipun titik venanya sudah habis/tidak ada tempat lagi untuk 
infus/periksa darah, dan saya juga telah sampaikan mungkin panasnya akibat 

luka dibelakang kepalanya yang belum sembuh/infeksi), padahal saya sudah 
protes terhadap dr. jaga pada saat itu bahwa anak saya sebelumnya sudah 
dirawat hampir sebulan di RS tersebut, dan hasil lab. terakhirnya juga 
baru kemarin saya ambil dengan hasil "negatif", juga saya kemukakan 
mengenai luka dibelakang kepalanya yang harus diprioritaskan 
pengobatannya. Namun karena dr. terus mengemukakan argumennya, akhirnya 
kami mengalah dan menyerahkan sepenuhnya apapun yang akan dilakukan oleh 
dr. Dan kembali anak saya dipakaikan selang Oksigen ke hidungnya , lalu 
dengan alasan "saturasi" nafasnya terus menurun, Tim medis berencana untuk 

memasang kembali mesin Ventilator pada anak saya, dengan sebelumnya 
meminta persetujuan saya lagi untuk diambil darahnya sebelum pemasangan 
mesin tersebut (padahal ketika itu kondisinya terlihat pucat/kuning 
seperti telah kehabisan darah). Kembali dengan berat hati dan berharap Tim 

Medis melakukan tindakan yang "benar" untuk anak saya, saya kembali 
menyetujuinya. Namun belum sempat mesin itu dipasang, belum sempat hasil 
lab I dan ke II (pengambilan darah pada pada hari itu) ada hasilnya, 
akhirnya anak saya dipanggil oleh yang Maha Kuasa ...... anak saya 
mengalami Gagal Nafas dan dinyatakan Meninggal oleh pihak RS, walau saat 
itu saya pegang denyut Nadi di leher/bawah dagunya masih ada (walau 
lemah), sewaktu kami minta untuk terus memompa alat bantu nafas manualnya, 

Dokter/suster yang ada pada saat itu sudah lepas tangan dan tidak 
melakukan tindakan apapun juga. Akhirnya dengan Ikhlas, didepan mata 
kepala saya dan istri saya, anak kami melepaskan nyawanya tanpa kami bisa 
berbuat apapun juga ( Selasa 12 April 2005 Jam 23.25 wib). Akhirnya Anak 
kami meninggal dengan sebab bukan karena penyakitnya (Panas), menurut kami 

"kemungkinan" karena gagal nafas/Infeksi paru atau malah "mungkin" karena 
terlalu lemah kehabisan darah. 

Innalillahi Wa inna illaihi roji'un selamat jalan Permata hatiku, ........ 

doa kami 'kan selalu menyertaimu...Amin

Dan tidak lupa saya & keluarga mengucapkan terimakasih yang 
sebesar-besarnya kepada rekan-rekan yang telah memberikan suport baik 
moril, materil maupun spirituil kepada saya dan keluarga, semoga segala 
kebaikan rekan-rekan akan dibalas dengan pahala yang berlipat-lipat oleh 
Tuhan Yang Maha Kuasa. Amin.

Salam,

Istriyanto & Keluarga

Note : 

Tanpa mengurangi rasa hormat saya pada Ilmu Kedokteran dan tenaga medis, 
sesuai dengan pengalaman berharga dan mahal yang telah saya alami, maka 
kami mencoba mengambil kesimpulan (Setelah kami juga mendengar dari sesama 

Pasien RS, rekan/sahabat, tetangga, saudara yang sempat bezuk dan 
mengatakan pada saya, selama dalam perawatan sampai saat Meninggalnya anak 

saya) sbb:

1. Banyak kasus penyakit bayi/balita yang timbul setelah mereka disuntik 
imunisasi. 

- Pasien lain di RS yang sama mengatakan pada saya, anak saudaranya sampai 

dengan usia 2 tahun belum pernah suntik Imunisasi Hepatitis namun, setelah 

ada dokter (spesialis anak) yang tahu, lalu disarankan di imunisasi 
Hepatitis, kemudian tidak lama setelah itu akhirnya anak saudaranya 
positif terkena Hepatitis akut, dan harus bolak-balik berobat ke dokter.

- Tetangga saya, sehabis Imunisasi campak, dua hari kemudian malah terkena 

campak.

- Tetangga kami yang lain, anak pertamanya rutin diimunisasi, namun 
fhisiknya malah lemah sering sakit-sakitan, sedangkan anak keduanya sama 
sekali tidak pernah imunisasi namun malah sehat, hampir tidak pernah sakit 

(kalaupun sakit cepat sembuh/ringan)

- Teman sekolah saya anaknya tidak pernah Imunisasi malah sehat, umur 10 
bulan sudah lincah berjalan, dan juga boleh dibilang tidak pernah sakit 
(kalaupun sakit hanya ringan saja).

- dan banyak lagi kasus-kasus serupa yang tidak mungkin saya tulis satu 
persatu.

2. Menurut saya, Jika bisa Hindari Imunisasi, kalaupun perlu/terpaksa 
pilihlah imunisasi yang pokok saja (bukan imunisasi lanjutan/yang 
aneh-aneh) alasannya :

- Kita "Mendzolimi", anak kita sendiri yang memang sedang masa pertumbuhan 

dan pertahanan tubuhnya masih lemah, malah kita suntikan penyakit 
(walaupun sudah dilemahkan) ke tubuhnya.

- Kita tidak pernah tahu kondisi anak kita sedang benar-benar sehat atau 
tidak, karena terutama anak yang masih di bawah 1 tahun biasanya belum 
bisa bicara mengenai kondisi badannya, sedangkan imunisasi harus dilakukan 

pada bayi/balita yang sehat (tidak sedang lemah fisiknya/sakit).

- Sesudah kita memasukan penyakit ke tubuh anak kita, biasanya kita juga 
harus mengeluarkan banyak biaya. (Jasa dokter/RS, harga imunisasi, dsb), 

- Tidak ada jaminan (Dokter/RS/puskesmas) apabila setelah imunisasi anak 
kita bebas dari penyakit yang telah dimasukan ketubuhnya. Contoh nyata 
yang terjadi pada anak saya, padahal anak saya sudah 2 kali imunisasi HIB 
( ketika berusia +/- 5 dan 7 bulan ), padahal sebelumnya dokter bilang 
imunisasi HIB untuk menghindari penyakit Radang Otak, namun nyatanya anak 
saya malah meninggal akibat penyakit Radang Otak.

- Menurut seorang rekan yang pernah membaca Literatur terbitan Prancis, 
justru Imunisasi sudah tidak populer di Amerika Serikat, dan terus 
berusaha dihilangkan dan tidak dipergunakan lagi, bahkan di Israel 
Imunisasi telah di STOP samasekali, padahal kita tahu negara-negara itu 
merupakan pelopor "industri", imunisasi.

- Menurut pengalaman saya jumlah kadar/isi setiap pipet/tabung imunisasi 
semua sama, jadi imunisasi tidak melihat berdasarkan berat tubuh/perbedaan 

Ras/warna kulit, padahal kalau Obat/Imunisasi itu Impor, tentulah kadarnya 

disesuaikan dengan berat/fisik orang Luar (Barat) yang jelas lebih basar 
dan kuat fisiknya dibanding orang Asia, namun kita malah sama-sama 
menggunakan dengan takaran yang sama. (akibatnya overdosis).

3. Jika tidak "urgent" sekali, hindari rawat inap di RS, karena banyak 
prosedur/step-step pengobatan yang akhirnya akan melemahkan tubuh 
pasiennya. (Contoh: keharusan berpuasa, pemasangan infus, pengambilan 
darah yang terus menerus, foto Rontgen, operasi, kemoteraphy, dsb). 
Jikalau perlu coba dulu dengan cara pengobatan alternatif/tradisional.

4. Jika perlu dengan tegas untuk menolak suatu tindakan medis yang akan 
dilakukan RS, jika kita yakini manfaatnya tidak benar-benar berpengaruh 
terhadap kesembuhan pasien.

5. Jika perlu lakukan 2nd opinion pada RS/dokter lain yang setara/lebih 
baik. 

6. Banyak tanya, biarlah kita dibilang "bawel", tanyalah setiap tindakan 
medis yang akan dilakukan, mengapa akan di lakukan, akibat-akibatnya, ada 
tidak cara-cara lain/alternatif lain yang lebih baik/tidak terlalu 
menyakiti pasien.

7. Terus temani pasien (bisa bergantian dengan keluarga yang lain), karena 

setiap saat bisa ada tindakan medis yang memerlukan persetujuan, dan 
cermati semua pekerjaan perawatannya, jika ada yang habis/kurang jangan 
sungkan melaporkan ke tenaga medis yang ada segera.

8. Terus berdoa, karena segala sesuatunya telah ditetapkan oleh "Yang Maha 

Kuasa", manusia hanya bisa ikhtiar dan berusaha.




    
----------------------------------------------------
EMAIL DISCLAIMER
    
This email and any files transmitted with it is 
confidential and intended solely for the use of
the individual or entity to whom it is addressed.
Any personal views or opinions stated are solely 
those of the author and do not necessarily 
represent those of the company.
   
If you have received this email in error 
please notify the sender immediately. 
Please also delete this message and 
attachments if any from your computer.

Kirim email ke