ini aku paste artikel dampak tv dari: 
http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=196851&kat_id=306

 Menggugat' Film Kartun 



Untuk kesekian kalinya tayangan televisi digugat masyarakat. Setelah sebelumnya 
menggugat tayangan misteri, porno aksi, dan telenovela, kini giliran film 
kartun anak-anak. Pasalnya, kini banyak film kartun yang sudah tidak layak lagi 
disebut sebagai tontonan anak-anak. 

Pada awalnya, film kartun memang dibuat sebagai sarana hiburan untuk anak-anak. 
Namun, perkembangan teknologi animasi dan industri film turut memperluas ruang 
gerak film kartun, baik dari segi tema cerita maupun gambarnya, sehingga segmen 
penontonnya pun meluas. Gugatan tersebut mengemuka dalam diskusi Film Kartun 
TV, Hiburan yang Perlu Diwaspadai yang diselenggarakan Kritis Media untuk Anak 
(Kidia) di Jakarta, belum lama ini, dengan pembicara B Guntarto (Kidia), Victor 
Menayang dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), dan Elly Risman (Ketua Yayasan 
Buah Hati).

Dalam diskusi tersebut terungkap sebanyak 84 persen film kartun anak 
mendominasi siaran televisi di Indonesia. Hasil pemantauan Kidia menunjukkan 
banyak film kartun yang sebenarnya tidak layak dikonsumsi anak usia sekolah 
dasar, apalagi prasekolah. Menurut, B Guntarto, pihak stasiun tidak memberi 
informasi peruntukan film kartun tersebut dan tidak memperhatikan jam tayang. 
''Akibatnya, banyak kalangan berpandangan tiap film kartun adalah untuk anak 
dan aman ditonton,'' ujarnya.

Yang menjadi persoalan, menurut Guntarto, ketika terdapat fakta bahwa ternyata 
jam menonton TV pada anak sangat tinggi, yakni 30-35 jam seminggu dengan pola 
pendampingan yang masih sangat rendah. Akibatnya, orangtua tidak mengetahui 
acara apa yang ditonton anaknya. ''Padahal, selama belasan ribu jam, anak-anak 
sampai remaja menyaksikan adegan perkelahian, pembunuhan, adegan yang terkait 
dengan seks, mistik, dan penggambaran nilai moral yang tidak begitu jelas 
mengenai mana yang baik dan buruk dan mana yang benar dan salah,'' kata 
Guntarto dalam diskusi yang dipandu Dana Iswara itu.

Guntarto mencatat banyak film kartun mendominasi slot acara TV untuk anak. 
''Dari total 110 mata acara TV untuk anak, sebanyak 92 di antaranya, atau 
sekitar 84 persen, adalah film kartun,'' jelas Guntarto. Ia secara khusus 
menyoroti film-film kartun asal Jepang yang mengandung materi yang harus lebih 
diwaspadai. Film kartun Jepang, menurut Guntarto, sangat banyak memberikan 
penggambaran mengenai kekerasan fisik, kekuatan gaib atau mistik, serta 
penggambaran nilai dan moral yang tidak eksplisit.

Televisi Indonesia, menurut Victor Menayang, sudah dikuasai program-program 
yang sesungguhnya tidak bersahabat dengan anak-anak. ''Program-program televisi 
sudah menjurus pada tayangan anti sosial serta tidak mematuhi klasifikasi jam 
tayang yang ditetapkan KPI,'' katanya. Menurut Elly Risman, tayangan TV 
mempengaruhi perkembangan kecerdasan, kemampuan berpikir dan imajinasi anak 
yang disebabkan kehadiran dua stimulus terus-menerus melalui bunyi dan gambar. 
''Akibatnya kemampuan anak untuk berkonsentrasi jadi pendek, hanya antara dua 
hingga tujuh menit saja,'' ujar psikolog anak ini.

Dampak negatif tayangan TV lainnya, menurut Elly, adalah berkurangnya aktivitas 
fisik sehingga anak menjadi kurang terampil, kurang aktivitas, misalnya 
bermain, kurang sosialisasi dan komunikasi. Akibatnya, keterampilan emosi dan 
sosial anak tidak terlatih. Anak jadi malas dan kurang termotivasi untuk 
belajar. Dampak tayangan TV yang lebih buruk terhadap anak, menurut Elly, 
adalah meningkatnya agresivitas dan kekerasan dalam tiga hingga 10 tahun 
belakangan ini dan kematangan seksual secara lebih cepat. ''Mohon tayangan 
televisi tidak lagi secara terus-menerus membodohi masyarakat,'' harap Elly.

Berdasarkan pemantauan Kidia, beberapa film kartun Jepang yang dinilai 
mengandung materi tidak layak bagi penonton anak-anak antara lain Shaman King 
(ANtv), Samurai X (RCTI), Super Gals (Global TV) dan Hunter X Hunter (TV7). 
Film kartun yang sangat populer, Spongebob Squarepants (Lativi) diberi label 
"bahaya" oleh Kidia, karena dianggap terlalu banyak menampilkan kekerasan dan 
bahasa kasar yang bersifat merendahkan orang lain.

Selain itu, film Teenage Mutant Ninja Turtles (Indosiar), Tiny Toon Adventure 
(TransTV), dan Mr Bean Animation (SCTV) juga mendapat label "bahaya" karena 
menampilkan tindak kekerasan fisik, bahasa kasar, perilaku antisosial, dan 
adegan menjijikkan. Saat ini terdapat dua standar pencantuman logo. Pertama, 
berdasar standar Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) dengan SU (Segala 
Umur), BO (Bimbingan Orangtua), dan DW (Dewasa). Kedua, standar KPI, yakni A 
(Anak), R (Remaja), D (Dewasa), dan SU (Semua Umur).

Guntarto mencontohkan, film kartun yang semestinya tidak dikonsumsi anak-anak 
yaitu film kartun Jepang, Slam Dunk (RCTI). ''Pada film kartun tersebut 
mendapat logo SU. Padahal menceritakan kehidupan anak-anak SMU yang mestinya 
lebih tepat untuk tontonan remaja,'' ujar Guntarto. Kidia merekomendasi 
tayangan film kartun yang cocok untuk ditonton dengan penyajian materi tanpa 
adegan kekerasan, penyampaian dengan kata-kata yang sopan, ada pesan-pesan 
kebaikan, ada ilmu pengetahuannya dan yang terpenting berbudaya. Tontonan yang 
dimaksud adalah Ninja Boy (Indosiar), The Adventure of Haatchi (SCTV), Chibi 
Maeruko Chan (RCTI), Kapten Tsubasa (TV7), dan Bubu Chacha (TransTV).

Kini banyak para orangtua yang risau melihat anak-anak mereka lebih senang 
nonton TV ketimbang duduk tekun menyimak buku-buku pelajaran. Terkadang 
anak-anak tak bosan nonton TV selama berjam-jam. Atas dasar itu, semua 
pembicara mengingatkan agar masyarakat secara aktif memantau program acara 
khusus anak di TV, apakah isinya pantas dan layak dikonsumsi anak-anak atau 
tidak. Selain itu, orangtua harus mendampingi anak saat menonton acara yang tak 
layak ditonton anak-anak dan bersikap tegas serta membatasi waktu nonton TV 
tidak lebih dari dua jam sehari.



tapi sebetulnya bukan kartun aja..semua sinetron rata2 tidak bagus dan 
mendidik, saya sendiri sebagai calon bapak aja muak lihat kok bisa ada sinetron 
dari TK atau SD yang jahatnya minta ampun...tidak mendidik.....tooooolooong 
selamatkan generasi anakku....




  ----- Original Message ----- 
  From: [EMAIL PROTECTED] 
  To: balita-anda@balita-anda.com 
  Sent: Wednesday, June 01, 2005 2:00 PM
  Subject: Re: [balita-anda] Dampak Sinetron TV terhadap anak (Sharing...)


  Iya ya...mikirin dampak TV kok sering bikin pusing...:-( My Dilla (18 bln) 
dirumah ama Mbahnya (mertua). Masalahnya mertua saya hobi banget nonton 
sinetron, India atau semacam Buser gitu...duhhhh. Mau bilangin agak sungkan, 
pernah sih ngomong lewat suami, tapi kaya'nya gak ngaruh juga.
  Kalau saya sih sangat-sangat jarang nonton TV. Makanya paling gak nyambung 
kalo obrolan ttg sinteron atau gosip2 seleb.
  Kalau malam hari atau hari libur, saya lebih suka ngajak Dilla main, atau 
muter lagu aja.

  Salam,
  Umminya Dilla
  ygnontonTVnyahanyaacaramasakmemasakaja

  ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
  MIS Department
  PT Omron Manufacturing Of Indonesia
  Tel. 62-21-8970111 ext. 513
  Fax. 62-21-8970121
  e-mail : [EMAIL PROTECTED]
  ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
  Angina's Mom <[EMAIL PROTECTED]>


                Angina's Mom <[EMAIL PROTECTED]> 
                06/01/2005 01:17 PM Please respond to
                      balita-anda@balita-anda.com 

       

              To 
              "[EMAIL PROTECTED]" <balita-anda@balita-anda.com> 


              cc 
             


              Subject 
              Re: [balita-anda] Dampak Sinetron TV terhadap anak (Sharing...) 
              
       

  sabar yah mba. saya bisa bayangin perasaan mba saat ini.

  Anak akan belajar dgn cepat dari lingkungan sekitarnya. termasuk dr
  TV yg sehari2 menjadi tontonan anak2 kita. Untuk itulah, perlunya
  penyeleksian acara TV, apa aja yg patut ditonton oleh anak dan yg gak.
  Dari awal saya selalu terapkan format spt ini. Karena Angina tdk selalu
  bersama sy sepanjang hari, maka orang yg menjaga Angina waktu saya kerja
  'omanya Angina' yg saya berikan pengertian, mengenai tontonan apa aja yg
  seharusnya disuguhkan di depan anak sy. walaupun ga 100% terfilter, at
  least masih lebih baik drpd gak.

  Menurut saya tayangan TV sekarang terlalu komersial. hehe..jangankan
  TV, dokter aja banyak yg komersil. biasa lahh, duit yg berbicara. klo
  dah gitu, susah deh. Protespun ga bakal digubris. Mending kita protect
  dr dalam diri kita sendiri. Hasilnya bakal lebih cepat daripada nunggu
  mereka menanggapi protes kita.

  Semoga anak mba mendengarkan nasehat mamanya. Mengerti apa yg baik
  yg boleh dilakukan dan yg ga baik yg harus dihindari.

  --
  Best regards,
  Angina's Mom
  http://www.tristania-angina.com/blog
  yggasukanontonTVkecualianimalplanetdanjejakpetualang


  Wednesday, June 1, 2005, 9:10:34 AM, you wrote:

  THisc> Pagi Mom and Dads.

  THisc> Aku mau curhat sedikit tentang keadaan anakku....
  THisc> Kemaren malam sesampainya aku dirumah aku dikejutkan oleh cerita ibuku
  THisc> yang memberitahukan kelakuan anakku yg no.1  (SD kelas 1) di rumah.
  THisc> Seperti biasanya sepulang sekolah sekitar jam 1-an, setelah berganti 
baju
  THisc> , si mbak di rumah siap2x akan memberi makan siang untuknya dan seperti
  THisc> biasanya pula sambil makan dia menonton tv sambil membawa toples yang
  THisc> berisi kue kuping gajah. Tiba2x dia membuang kuenya yang ada di toples 
ke
  THisc> lantai setelah itu dia memanggil si mbak dengan berdiri dan mengangkat
  THisc> jari telunjuknya ke arah si mbak seraya berkata    " Ayo bersihkan itu 
kue
  THisc> yang tumpah di lantai itu......cepat ..bersihkan...kalau tidak nati 
kamu
  THisc> saya pukul....!!!!!"  aduh mom betapa hancurnya hatiku mendengar cerita


Kirim email ke