Rangsangan musik klasik terhadap perkembangan otak bayi memang masih jadi
polemik; ada yang pro, dan ada yang kontra.
Intinya sebenarnya adalah perkembangan (otak) bayi yang dirangsang dengan
stimulasi-stimulasi eksternal. Stimulasi eksternal bisa melalui
penglihatan, pendengaran, pengecapan, perabaan, dsb. Melalui penglihatan,
misalnya, dengan menggantungkan alat-alat permainan yang memiliki warna
yang menyolok, dsb. Melalui pendengaran dengan memperdengarkan
bunyi-bunyian yang dapat merangsang kerja otak.
Jadi, kalau demikian, perangsangan perkembangan otak bayi melalui indera
pendengaran tidaklah melulu harus melalui musik klasik. Yang penting
adalah bahwa bunyi-bunyian tersebut haruslah baik (untuk telinga si bayi,
tidak terlampau memekakkan telinganya, dsb). Misalnya dengan mengajak si
bayi bercakap-cakap sebagaimana layaknya orang yang sudah mampu bicara;
dengan cara begini, si bayi akan terbiasa dengan ucapan-ucapan Ayah &
Bundanya, dan juga sekaligus merangsang motorik si bayi untuk merespons
terhadap kedua orang tuanya. Cara lain yang tidak kalah baiknya adalah
dengan membacakan ayat-ayat suci dari Al-Quran (misalnya).
Alasan mengapa musik klasik karena musik klasik ini memiliki rentang
dinamik yang jauh sangat lebar, serta dinamika (keras atau lembutnya) yang
sangat bervariasi apabila dibandingkan dengan jenis musik yang lain. Di
samping itu, frase, alunan not, serta melodinya tidak monoton dan
bervariasi. Sehingga, katanya, otak yang terekspose rangsangan2 yang
demikian bisa berkembang lebih baik. Sama 'lah analoginya dengan perbedaan
antara otak seseorang yang sudah terbiasa menghadapi persoalan-persoalan
yang rumit, dengan otak yang tidak pernah terlatih.
Tapi kalo dilihat dari sifat musik yang dianggap mampu memberikan
rangsangan terhadap perkembangan otak seperti diatas, maka, bukan tidak
mungkin, jenis musik lain pun bisa, kan? Lagian, tidak semua musik klasik
cocok: kita bisa pilih dari periode jaman musik klasik yang mana, entah
itu baroque, klasik, romantik, atau modern. Memperdengarkan Simfoni No.
2-nya Gustav Mahler mungkin kurang begitu cocok, daripada memperdengarkan
Simfoni No. 25-nya Mozart, misalnya. Tidak semua simfoni gubahan Beethoven
pun cocok: Simfoni No. 6-nya mungkin baik, tapi Simfoni No. 9 atau no.
3-nya mungkin terlalu 'advance' buat si bayi.
Namun, di samping itu, hal-hal lain seperti perhatian dari kedua orang
tua, supply makanan yang cukup dsb juga memegang peranan yang tidak kalah
pentingnya.
-o0o-
-----Original Message-----
From: [EMAIL PROTECTED]
[SMTP:[EMAIL PROTECTED]]
Yang saya bingungkan kok malah kenapa mesti musik klasik..?
Apa nada yang dipakai dalam lagu-lagu klasik itu bisa merangsang urat
syaraf otak
ya..
Saya tanyakan ini, barangkali saja ide ini ndak benar, masalahnya sampai
saat ini
saya belum pernah baca argumentasi dari seorang dokter anak yang
menyatakan bahwa
musik klasik bisa merangsang syaraf otak bayi yang menyebabkan bayi jadi
pinter.
Ada yang tahu ndak apa pengaruhnya kalau itu musik dangdut atau rock.
Kalau musik dangdut/rock bisa menyebabkan anak bodoh,wah kasihan dong
anaknya Meggi
Z dan Ikang Fawzi.
Kalau masih dalam kategori bayi ,saya sebagai orang islam sih mending di
dengerin
bacaan ayat suci Al qur'an, atau do'a-do'a yang lain.
Maaf lho rekan-rekan semua bukan maksud email saya meleceh atau apa, hanya
saya
ingin tanya saja kenapa mesti musik Klasik kok bukan dangdut atau musik
yang laen.
>> kirim bunga, pesan cake & balon ulangtahun? klik, http://www.indokado.com
>> Info balita, http://www.balita-anda.indoglobal.com
Etika berinternet, email ke: [EMAIL PROTECTED]
Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]