Saya sangat setuju dengan pendapat Pak Taufan.

Kita memerlukan ILMU PENGETAHUAN (mis: ilmu-ilmu eksakta, sosial, teknologi,
dll.) dan ILMU HIDUP (mis: bagaimana membina keluarga yang harmonis,
mendidik anak, menjalin hubungan sosial yang baik dg. lingkungan sekitar,
dll.)dalam menjalani kehidupan ini. Dan menurut saya, kedua - duanya harus
seimbang karena kedua ilmu tersebut saling mendukung satu sama lain. Dalam
kasus ini, menurut saya, ilmu S3 bukanlah suatu kebanggaan bila ternyata
untuk mendapatkannya harus mengorbankan anak/keluarga.

Yang perlu kita ingat: kita dapat memperoleh ilmu pengetahuan melalui
sekolah, buku-buku, maupun sarana informasi lainnya, begitu juga dengan
teori tentang ilmu hidup. Tapi ilmu hidup yang sebenarnya HANYA dapat
diperoleh dari PENGALAMAN/PRAKTEK.

Untuk Ibu Dewi Hayu,

Apabila si suami itu punya e-mail, saran dari ibu Susan Sumali bisa
dilakukan sebab kalau dia punya hati nurani sebagai seorang ayah (apalagi
dia masih punya 2 anak yg lain), saya rasa, dia akan mempertimbangkan
kembali tindakannya selama ini kepada anak sulungnya itu.

Seandainya tidak berhasil, mungkin ada baiknya ibu bilang pada isterinya
untuk minta jasa psikolog/counselor. Karena mungkin saja, ia sebenarnya
tidak mau memperlakukan anaknya dengan buruk, tapi ia tidak dapat
mengendalikan dirinya untuk menghindari hal tsb. (semacam gangguan
kejiwaan).

Menurut saya, masalah ini harus segera dicarikan jalan keluarnya. Karena
akan sangat berdampak dalam kehidupan anak tsb di masa depan. Jangan sampai,
karena punya pengalaman buruk dengan ayahnya, ia menjadi trauma sehingga
mengakibatkan ia tidak mau menikah dan punya anak atau yang paling parah, ia
mungkin saja mengulangi semua perlakuan buruk ayahnya pada anaknya bila ia
menikah dan punya anak kelak.

Demikian pendapat saya, semoga bermanfaat.
Maaf, kalau kepanjangan (abis gemes sih, koq bisa ada ayah yang seperti
itu!)

----- Original Message -----
From: "Taufan Surana" <[EMAIL PROTECTED]>
To: <[EMAIL PROTECTED]>
Sent: Tuesday, April 17, 2001 8:05 PM
Subject: RE: [balita-anda] Pilih kasih thd anak


> Sangat sedih saya membaca tulisan di bawah ini.
> Saya tidak punya komentar utk mengatasi masalah ini. Tetapi yang perlu
> diingat oleh kita semua sebagai orang tua adalah :
> Untuk menjadi seorang professional, entah itu sebagai dosen, pegawai biasa
> atau apapun juga, diperlukan ilmu untuk mendukungnya. Demikian juga dengan
> mengasuh anak, diperlukan ILMU untuk bisa melakukannya. Kita hidup di
dunia
> professionalisme dan di tengah keluarga. Kita HARUS tahu ilmu
kedua-duanya.
> Bagi saya, apalah artinya ilmu S3 jika tidak mempunyai ilmu mengasuh anak.
>
> Semoga kita semua di milis ini menyadari pentingnya hal ini, dan dapat
> menyampaikannya kepada rekan-rekan yang lain.
>
> Taufan
>
>
>
> -----Original Message-----
> From: Dewi Hayu [mailto:[EMAIL PROTECTED]]
> Sent: Wednesday, April 18, 2001 11:29 AM
> To: [EMAIL PROTECTED]
> Subject: [balita-anda] Pilih kasih thd anak
>
>
> Selamat pagi rekan balita anda
>
> Tetanggaku punya masalah yang sangat pelik. Dia mempunyai 3 orang anak,
yang
> sulung kelas 2 SD (cowok ).
> Suaminya seorang dosen univ.negri, dan temenku juga dosen. Si sulung
memang
> rada bandel ( men.saya masih normal)
> Bapak,ibunya memperlakukan si sulung agak keras karena kebandelannya.
Dengan
> 2 anaknya yang lain si suami tidak bermasalah. Nach waktu si suami
berencana
> mengambil S3 di amrik, istrinya bilang kalau dia tidak sanggup mengasuh si
> sulung sendirian. Alhasil sisuami tak jadi ambil S3. Tapi si sulung jadi
> sering dikasarin papanya( dia bilang sama saya"tante, waktu papa marah,
saya
> dibanting ke lantai, padahal saya tidak tahu salah saya apa", aduh saya
> kuatin hati saya mendengarnya, saya peluk anak itu). Sekarang sudah
sekitar
> 1 tahun dia tak pernah diajak ngomong sama papanya.
> Momen yang penting seperti ulang tahun untuk dialog dengan papanya tidak
> berhasil ( " waktu ultahnya, dia disuruh neneknya kasih nasi kuning ke
> papanya, alhasil dicuekin saja. Tidak tega rasanya mendengarnya). Pernah
dia
> ngomong ke mamanya, untuk cari papa baru. Setiap kali main ke rumah ia
> begitu senang, kadang tidak mau pulang,saya peluk dan cium dengan tulus.
> Sepertinya ia iri tidak punya papa. Ia begitu iri melihat kami bertiga
> bermesraan Ia merindukan seorang papa.
>
> Teman-teman, kalau kasih saran suaminya saya kurang sreg, karena saya
tidak
> akrab dengan suaminya.
> Ada masukan supaya suaminya bisa luluh hatinya ?
> Saya sangat menunggu jawaban teman-teman.
>
>
> Wassalam
> Dewi
>
>
>
> >> kirim bunga ke negara2 di Asia? klik, http://www.indokado.com
> >> Info balita, http://www.balita-anda.indoglobal.com
> Etika berinternet, email ke: [EMAIL PROTECTED]
> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
>
>
>
>
> >> kirim bunga ke negara2 di Asia? klik, http://www.indokado.com
> >> Info balita, http://www.balita-anda.indoglobal.com
> Etika berinternet, email ke: [EMAIL PROTECTED]
> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
>
>
>


>> kirim bunga ke negara2 di Asia? klik, http://www.indokado.com  
>> Info balita, http://www.balita-anda.indoglobal.com
Etika berinternet, email ke: [EMAIL PROTECTED]
Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]


Kirim email ke