Psikologi Terorisme Komaruddin Hidayat
Berbagai pertanyaan dan asumsi psikologis berkecamuk di benak setiap mengikuti pemberitaan aksi teror bom bunuh diri di Indonesia. Kita tahu, gagasan adalah energi. Ideologi adalah energi. Ketika gagasan, ideologi, dan keyakinan agama bersinergi, akan terjadi multiplikasi energi. Energi akan mengeras dan memiliki daya rusak tinggi saat digerakkan amunisi rasa dendam dan frustrasi yang tidak tersalurkan, didukung teknologi perakitan bom yang canggih. Simbiosis berbagai elemen inilah yang mungkin mengental pada diri teroris yang memilih bunuh diri sebagai katarsis guna menyalurkan akumulasi emosi yang sudah lama membebani hidupnya. Dengan mencari pembenaran pada ayat-ayat kitab suci yang tafsirannya disesuaikan dengan situasi batinnya, kematian diyakini sebagai emansipasi jiwa yang diberi lebel syahid, agar terbebas dari beban hidup dan bisa tersenyum saat jalan kematian ada di depannya, dan yakin surga telah menanti. Para teroris memilih jalan kekalahan dan kematian, dimanipulasi, dan diyakini sebagai kemenangan dan kejayaan di surga. Mereka merasa telah membela agama dan bangsa, padahal yang terjadi adalah meninggalkan malapetaka dan fitnah ideologis berkepanjangan. Perkembangan psikologis Terkait terorisme, secara psikologis menimbulkan kekaguman dan pertanyaan. Pertama, kagum kepada aktor yang jeli dan sukses merekrut pengikut baru dan dalam waktu relatif pendek berhasil men-training mereka sehingga menjadi amat militan. Kehebatan metode training mereka sudah teruji. Jika saja metode dan materi yang diberikan untuk men-training teroris ditransfer untuk membekali jajaran anggota DPR, polisi, hakim, jaksa, dan pejabat tinggi negara sehingga berani mati melawan korupsi dan kejahatan lain, alangkah kuat dan majunya bangsa dan negara ini. Kesiapan hidup sederhana dan menderita demi ideologi sungguh pantas direnungkan. Mental semacam inilah yang mengantar tokoh semacam Mandela tahan hidup dan tetap murah senyum meski pernah dipenjara selama 27 tahun. Tekad membara dan siap mati inilah yang menjiwai para pejuang kemerdekaan tanpa menuntut imbalan pangkat dan kekayaan yang kini kian asing di bumi ini. Kedua, yang selalu menjadi pertanyaan adalah aspek dan perkembangan psikologis teroris, baik yang berasal dari Malaysia maupun Indonesia. Sejak kapan dan faktor apa saja yang membuat mereka menjadi radikal dan ekstrem. Selama ini berbagai komentar dan analisis yang dikemukakan masih bersifat umum dan spekulatif karena tidak disertai data akurat berdasar penelitian mendalam dan wawancara langsung dengan mereka. Para ulama pun sibuk dengan pembelaan terhadap Islam dan mengecam terorisme. Namun, lagi-lagi, akar masalah tidak terungkap. Misalnya, jika terorisme digerakkan pemahaman dan keyakinan agama, kapan radikalisasi dan ekstremisasi bermula? Ajaran agama mana dan logika sosial yang bagaimana sehingga membuat mereka bertekad melakukan aksi bunuh? Seperti film dokumenter tentang teroris Irlandia yang bertobat dan menjadi juru damai seusai sekian kali dialog dari hati ke hati dengan anak perempuan yang ayahnya menjadi korban bom. Dialog mereka menyentuh nurani teroris. Teroris diajak berempati pada posisi para korban. Pertanyaan serupa untuk Azahari dan kawan-kawan, andaikan di antara korban itu ada keluarga mereka yang kemudian mengalami cacat dan menderita seumur hidup, apakah ini masih dianggap jihad di jalan agama? Bukankah para korban tak ubahnya keluarga mereka seagama, serumpun Melayu dan sebangsa? Begitu banyak mata rantai keluarga, ekonomi, politik dan agama yang dirugikan dan disengsarakan oleh sekelompok teroris itu. Jihad dan "Qital" Dalam istilah Al Quran ada dua kata yang perlu dibedakan, jihad dan qital. Jihad memiliki konotasi berjuang dan mendekati makna perang (war), sedangkan qital berarti pertempuran (battle). Hidup adalah jihad, hidup adalah peperangan. Perang melawan kemiskinan dan kita mesti memperbanyak lapangan kerja dan memberi gaji yang layak. Sedangkan qital (battle/pertempuran) memang diizinkan, tetapi saat umat Islam dalam posisi diserang dan diusir secara fisik oleh musuh, sebagaimana terjadi di Palestina. Karena itu, ada ungkapan: You may win the battle, but lost the war seperti dialami pasukan AS di Vietnam. Atau tentara Saddam Hussein di Kuwait. Sedangkan para teroris itu kalah dua-duanya. They lost the war and the battle as well. Mereka tidak bisa membedakan antara jihad dan qital, antara peperangan dan pertempuran. Kini kita juga sedang berperang melawan kezaliman, korupsi, hegemoni kapitalis, dan sekian musuh yang menghancurkan bangsa dan martabat kemanusiaan. Tetapi, jawabannya bukan dengan bom bunuh diri karena aksi itu justru akan memperlemah posisi kita dalam perang melawan kemiskinan dan berbagai bentuk kezaliman lain. Dalam istilah Al Quran, apa yang dilakukan para teroris masuk kategori: al-fitnatu asyaddu minal qatli. Fitnah itu bisa lebih dahsyat daya rusaknya ketimbang pembunuhan. Dan ini terjadi. Malapetaka politik, ekonomi, dan citra agama amat dirugikan oleh tindakan bunuh diri yang dilakukan oleh beberapa orang. Persaudaraan antarsesama warga bangsa yang berbeda agama menjadi terganggu. Saran saya, sebaiknya polisi, badan intelijen negara, ulama, dan ilmuwan (khususnya psikolog) duduk bersama dan berbagi informasi secara jujur, lalu dilakukan tindakan strategis dan kajian guna mengantisipasi serta mempersempit ruang gerak terorisme. Ada banyak pertanyaan dan kejanggalan tak terjawab seputar terorisme. Jangan biarkan rumah Indonesia tercabik-cabik dan dihancurkan. Di luar terorisme, secara psikologis kini muncul gejala delayed psychological responses, respons dan penyaluran beban psikologis yang tertunda karena selama Orde Baru tak mendapat saluran. Akibatnya, berbagai residu dan borok sosial muncul ke permukaan. Ibarat bendungan jebol, sulit mengendalikan air hingga ke sawah dan kebun. Tembok irigasi berantakan. Komaruddin Hidayat Direktur Program Pascasarjana UIN Jakarta http://www.kompas.com/kompas-cetak/0511/23/opini/2236675.htm ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Help save the life of a child. Support St. Jude Children's Research Hospital. http://us.click.yahoo.com/cRr2eB/lbOLAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> http://groups.yahoo.com/group/baraya_sunda/ [Ti urang, nu urang, ku urang jeung keur urang balarea] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/Baraya_Sunda/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/