Humor Sunda Berkurang
Pandai Menyiasati Hidup

Bandung, Kompas-Bagi orang Sunda, humor tidak sekadar tawa dan canda,
tetapi juga bisa bermuatan kritik sosial. Sayang, kini humor Sunda
semakin berkurang, baik materi maupun bentuknya.

Kini tidak semua bentuk humor Sunda dalam musik, lagu, tari, monolog,
daya tarik mimik wajah, dan tulisan bisa dijumpai. Kini, kata Nano
Suratno, pemerhati humor Sunda, yang banyak dijumpai justru grup humor
yang dominan dengan plesetan dan celotehan.

Humor Sunda dalam bentuk musik, seperti kecapi warung kopi yang dulu
ada, kini tidak dijumpai lagi. "Cukup dengan mendengarkan orang
bermain kecapi, orang lain sudah bisa tertawa. Kalau dalam sirkus,
tidak beda dengan aksi badut yang memainkan biola kecil," kata Nano.
Hal yang sama juga terjadi pada humor Sunda dalam gerak tari dan lagu.
Padahal, lanjut Nano, potensi warga Sunda sangat besar, sejalan dengan
karakter humoris yang seolah sudah mendarah daging dan menyatu dengan
kehidupan sehari-hari.

Hilangnya berbagai bentuk humor Sunda terkait dengan kreativitas.
Maka, diperlukan kreativitas tinggi untuk mengemas humor ke dalam
bentuk seni.

"Sebenarnya berat jadi humoris, karena setidaknya harus tahu masalah
sosial yang ada, dan bisa mengungkapkannya melalui humor," ujar Nano.

Pelajaran hidup

Sementara itu, pelawak Sunda Kang Ibing menegaskan, ada pelajaran
hidup dalam setiap humor Sunda. "Humor Sunda menggambarkan karakter
orang Sunda selalu optimis. Humor Sunda dapat menunjukkan kebesaran
jiwa menghadapi kesulitan hidup," tutur Ibing.

Tokoh Si Kabayan, misalnya, akan tertawa ketika menghadapi jalan
menanjak. Sebaliknya akan menangis di jalan yang menurun. Ibing
menambahkan, "Coba saja lihat, tukang becak yang ketika berkumpul
kerap menjadikan pekerjaan mereka sebagai bahan gurauan. Padahal,
mereka dililit kesulitan ekonomi".

Menurut Dr Zainal Abidin, Psikolog Sosial dari Universitas Padjadjaran
Bandung, masyarakat Sunda memiliki peribahasa silih asah, silih asih,
silih asuh, yang berarti saling memberdayakan, menjaga, dan saling
mengasihi. Secara tidak langsung, peribahasa ini menunjukkan karakter
orang Sunda yang selalu berusaha menjaga keseimbangan hidup untuk
mencapai keharmonisan.

"Jika ada sesuatu yang mengganjal di hati, orang Sunda tidak
mengekspresikan langsung, tetapi menggunakan simbol-simbol. Salah
satunya, dalam bentuk humor," ujar Zainal.

Pada masyarakat Sunda yang belum terpengaruh budaya luar, seperti di
Baduy dan Kampung Naga, masyarakatnya hidup harmonis, baik dalam
lingkungan sosial maupun alam.

Dampak positif dari humor, pelontar humor mampu mengekspresikan
ganjalan di hatinya sehingga terhindar dari stres individual maupun
sosial. Orang yang menjadi sasaran humor jenis kritik bisa menangkap
maksud humor tanpa merasa dipermalukan. "Namun, dampak negatifnya,
tidak semua orang peka menangkap pesan humor sehingga penyampaian
pesan menjadi tidak efektif," ujar Zainal.(d11/ynt)

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0603/29/Jabar/891.htm






http://groups.yahoo.com/group/baraya_sunda/

[Ti urang, nu urang, ku urang jeung keur urang balarea] 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/Baraya_Sunda/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke