mungkinkah di kota besar, pemikiran masyarakatnya sudah maju dan bisa
mengerti kondisi si calon mempelai?
sedangkan di daerah atau kota kecil (banyak masyarakat disana saling
mengenal satu sama lain), tidak diundang berarti penghinaan atau tidak
dianggap? jika seseorang di undang oleh suatu keluarga, maka orang tersebut
harus mengundang balik keluarga itu pada saat punya hajatan yang sama, dan
sebaliknya sesorang tidak akan mengundang orang yang tidak mengundang dia
pada saat keluarganya menikah.



On 3/28/07, PK Lim <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>   Mau membagi cerita sedikit.
>
> Waktu saya nikah, ditahun 1979. Papi saya mengundang tamu untuk 100 meja x
> 10 per meja. Jaman itu masih banyak tradisi pesta duduk, makan dengan 10
> macam masakan. Waktu persiapan untuk membagikan undangan, saya masih ingat,
> Papi sangat pusing. Masalahnya daftar nya jauh melebihi meja yang sudah
> ditentukan, sedangkan waktu itu tempat pesta yang paling besar di Hotel
> Duta, yang sekarang sudah menjadi pertokoan Duta Merlin. Papi sendiri
> menyadari, kalu menurut daftar, sebetulnya banyak nama2 yang bisa
> dieliminasi. Sebab dibilang family or relative ya bukan, kenal betul juga
> bukan. Yang seperti ini, apa maknanya diundang ke pesta pernikahan saya ?
> Paling2 mereka menikmati makan perey. Dilema nya, Papi juga kwatir kalau2
> mereka2 yang tidak diundang, sedangkan merasa seharusnya diundang,
> tersinggung. Pada achirnya, apa boleh buat, karena ada keterbatasan tempat.
> Daftar nama mau tidak mau harus dipangkas. Saya tidak ingat lagi, apakah
> kemudian ada yang ngeluh tidak
> diundang. Seingatnya tidak ada masalah besar.
>
> Mempersingkat cerita, belakangan keluarga saya pindah ke Amerika. Tahun
> lalu putri saya yang tertua menikah di Amerika. Kalau jaman saya, yang
> merencanakan semua itu Papi, jadinya acara Papi yang menikahkan saya, tapi
> waktu putri saya, itu semua dia yang rencanakan, event nya putri saya.
> Keputusan pertama yang dimintakan persetujuan saya, adalah hanya mengundang
> orang2 yang dianggap berkepentingan langsung. Jadi dalam daftar yang
> disiapkan, hanya terdiri dari famili dekat, dan teman2 dekat kedua mempelai.
> Mengingat pernikahannya di Amerika, dan saya sudah menerima, bahwa ini event
> putri saya, bukan event saya, saya bisa menerima keputusan itu. Tapi dari
> pihak istri, beserta mertua tidak setuju dan protes keras. Sampat terjadi
> bentrokan antara putri saya dengan ibunya. Putri saya tetap berpegang pada
> pendiriannya, yang ini adalah event prenikahan mereka, bukan event orang
> tua. Saya mendukung cara pemikiran putri saya. Achirnya pestanya hanya
> disediakan 8 meja.
> Tetapi sangat akrab dan berkesan, terutama untuk putri saya. Untuk saya
> pribadi, tidak ada masalah. Memang belakangan ada teman yang sempat
> nyeletuk, "wah lu ngawinin gak ngundang2 nih yeh". Respons saya " itu
> penikahan putri saya, bukan saya yang ngundang".
>
> Kalu dilihat "tradisi" di Indonesia, saya rasa masalahnya itu. Dikarenakan
> itu dianggap even orang tua, yang diundang kebanyakan kenalan2 orang tua,
> diluar dari family. Ya tentu teman2 mempelai diundang. Itu sebetulnya
> argumen putri saya, yang menikah mereka, yang diundang teman2 orang tua yang
> sebagian mereka gak kenal. Apa urusannya ? Pada waktu itu saya pikir, betul
> juga. Untungnya, pernikahan dilangsungkan di Amerika, jadi ada alasan yang
> tidak mengundang temen2 saya.
>
> Kalu saya amati pada setiap pesta pernikahan yang saya hadiri, ya itu,
> rame nya, tamu2 pada antree, malah selak2an untuk ambil makanan. Tidak ada
> lagi kesakralan proses pernikahannya. Selain menguntungkan pengelolah tempat
> pesta, event organizer, tamu2 yang dikasih makan gratisan, untuk tuan rumah,
> apa yah ??
>
> Tradisi ini sepertinya lebih ke Indonesia nya dari pada Tionghoanya. Sebab
> kalu dilihat pesta2 pernikahan non Tionghoa yang sering diadakan dihotel
> besar, atau JHCC misalnya, kejadiannya ya seperti itu.
>
> Memang saya setuju komentar yang bilang, itu berpulang ke masing2. Yang
> manjadi issue, apakah siap berlawanan arus dengan "tradisi", yang resikonya
> manjadi pergunjingan teman2. Dalam kasus pernikahan putri saya, sempat
> terjadi clash dengan keluarga mertua. Tapi saya mengambil sikap EGP. Yang
> penting putri saya yang menikah HAPPY.
>
> Sekedar berbagi cerita.
>
> Salam,
> PK Lim
>
> Jon Schilage <[EMAIL PROTECTED] <schilage%40gmail.com>> wrote: mungkin
> tidak disemua tempat di indo, tapi itulah kenyataan dilapangan,
> terutama di daerah.
> coba anda ke daerah riau kepulauan, suatu beban besar bagi anak cowok
> disana
> karena harus menikah dengan pesta yang wah demi nama baik keluarga.
>
> On 3/28/07, Hendrik Kristiawan <[EMAIL PROTECTED] <h3ndr1kk%40gmail.com>>
> wrote:
> >
> > Wah, ini juga bentuk generalisasi dong, banyak warga tionghua yang ngga
> > mampu menikah secara mewah kok, salah satu sample pernah ada di acara
> > 'Nikah
> > Gratis', yang dinikahkan warga tionghua yang tinggal di rumah sederhana
> > (lupa daerahnya) pekerjaan mereka juga pekerja kasar, boro2 3-10 juta,
> > dibawah itu pun belum tentu sanggup.
> >
> > cmiiw
> >
> > Best Regards,
> >
> >
> >
> > Hendrik Kristiawan
> > IT-Departement
> > PT Immortal Cosmedika Indonesia
> >
> > -----Original Message-----
> > From: 
> > budaya_tionghua@yahoogroups.com<budaya_tionghua%40yahoogroups.com><budaya_tionghua%40yahoogroups.com>
> > [mailto:budaya_tionghua@yahoogroups.com<budaya_tionghua%40yahoogroups.com>
> <budaya_tionghua%40yahoogroups.com>]
> > On Behalf Of Jon Schilage
> > Sent: Wednesday, March 28, 2007 2:46 PM
> > To: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
> > <budaya_tionghua%40yahoogroups.com><budaya_tionghua%40yahoogroups.com>
> > Subject: [budaya_tionghua] Biaya menikah masyarakat china di indonesia
> >
> > dari pada bahas politik dan agama mulu, yuk kita bahas budaya tionghua
> aja
> > sesuai dengan judul milis kita ini.
> >
> > salah satu bentuk kebudayaan adalah pernikahan.
> > saya perhatikan bahwa biaya menikah bagi masyarakat cina di indonesia
> > sangat
> > mahal dan mewah dibandingkan masyarakat lokal.
> > jaman sekarang minimal tidak *loose face*, biaya merit bisa menghabiskan
> > tidak kurang dari Rp.30 juta rupiah.
> > coba bandingkan dengan saudara kita yang pribumi, teman saya ada yang
> > menikah "hanya" butuh Rp. 3 juta aja.
> >
> > mahalnya biaya nikah bagi masyrakat tionghua tidak terlepas dari
> banyaknya
> > peraturan/adat dan mas kawin yang harus dipenuhi, seperti 4 tiam kim (4
> > bentuk mas kawin), pheng kim, dll..
> > apalagi jaman sekarang kalo merit tidak foto2 close up dulu di foto
> studio
> > dianggap tidak afdol, padahal biayanya mahal (sekitar 3-10 juta).
> >
> > kebetulan saya termasuk jomblo yang lagi menghitung (menabung) berapa
> > biaya
> > merit yang harus kita siapkan dan apa saja persyaratannya, mohon teman2
> > bisa
> > beri masukan..
> >
> > thanks..
> >
> > [Non-text portions of this message have been removed]
> >
> >
> >
>
> [Non-text portions of this message have been removed]
>
>
>
>
>
> ---------------------------------
> Get your own web address.
> Have a HUGE year through Yahoo! Small Business.
>
> [Non-text portions of this message have been removed]
>
> 
>


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke