Sdr. Golden Horde yang budiman,
Tulisan anda sangat intersan dan saya membacanya dengan entusias. Bolehkah saya memberi sedikit keterangan, bahwa setahu saya Liang Qichao kemudian berobah pikirannya dari "guru" beliau Kang Youwei. Achirnya beliau menjadi revolusioner, pengikut paham Dr. Sun Yat Sen. Maaf kalau koreksi saya ini tidak benar, karena dulu saya pernah membaca sejarah Tiongkok dan ingatan saya demikian. Salam bahagia, Han Hwie-Song _____ Van: budaya_tionghua@yahoogroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] Namens Golden Horde Verzonden: zaterdag, juni 2007 22:04 Aan: budaya_tionghua@yahoogroups.com Onderwerp: [budaya_tionghua] Re: Nama toeroenan dan Familliesysteem dari orang Tionghoa. --- In budaya_tionghua@ <mailto:budaya_tionghua%40yahoogroups.com> yahoogroups.com, "Skalaras" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > >Yang dimaksud mestinya Liang Qichao, seorang tokoh gerakan reformasi >di akhir dinasti Qing, ketika gerakannya gagal, dia sempat lari ke >Jepang. Selain seorang pemikir yang banyak menelorkan tulisan2 >penggugah semangat pembaruan, dia juga seorang sastrawan yang >membuat banyak essay dan puisi. puisinya bisa dibaca di buku saya, >halaman 52 dan 212. ---------------------------------------------------------- Karena Liang Qichao (1873-1929) adalah salah satu tokoh sejarah dan intelektual penting di Tiongkok pada peralihan abad 19 ke abad 20 yang tidak sedikit mempengaruhi pemikiran generasi muda Tiongkok ketika itu, mungkin disini ada sedikit lagi tambahan informasi mengenainya. Bersama Kang Youwei (1858-1927, dan sudah pernah datang ke Indonesia tahun 1903 mengunjungi sekolah Tiong Hoa Hwee Koan atau Pa Hoa di Patekoan /Jl. Perniagaan, Jakarta), sebagai mentor atau seniornya, mereka berdua (keduanya berasal dari propinsi Guangdong seperti Dr. Sun Yatsen) dikenal sebagai tokoh reformasi 100 hari ketika pada periode Kaisar Guangxu di tahun 1898. Tetapi gerakan reformasi yang diawali oleh ide mereka berdua dan kemudian disambut serta dijalankan oleh Kaisar Guangxu tersebut hanya mampu bertahan hidup 100 hari, karena dihentikan oleh intervensi ibusuri Cixi (Tzu Hsi) yang merasa pengaruh dan kekuasaannya terancam oleh gerakan reformasi tersebut. Cixi mengeluarkan perintah hukuman mati kepada kedua orang ini yang akhirnya berhasil melarikan diri ke Jepang, sedangkan Kaisar Guangxu (1871-1908) dikebiri kekuasaannya serta diisolasi dalam istana. Berbeda dengan ide Dr. Sun Yatsen yang bercita-cita ingin mengakhiri sistim monarki dinasti Qing yang otoriter, terbelakang dan bangkrut dengan negara Republik dengan metode revolusi. Liang dan Kang ingin menggantikan sistim monarki absolut dinasti Qing itu dengan sistim monarki konstitusionil seperti model Jepang sesudah reformasi Meiji, jadi masih tetap mempertahankan sistim monarki tanpa perlunya ada revolusi. Liang Qichao menetap cukup lama di Jepang (14 tahun) yang juga bersamaan ketika itu banyak mahasiswa Tiongkok belajar disana. Selama di Jepang Liang aktif menerbitkan jurnal-jurnal, suratkabar, tulisan (politik, sastra klasik, novel) dan terjemahan buku asing. Salah satu kontribusi penting dari Liang dalam gerakan pembaharuan di Tiongkok adalah menterjemahkan dan menerbitkan buku-buku yang merumuskan ide-ide Barat dan Jepang serta menyebarkannya (diseminasi) kepada kaum terpelajar Tiongkok ketika itu seperti ide- ide demokrasi, sistim konstitusi, pemerintahan parlementer, kesetaraan gender, nasionalisme, darwinisme, dan teori sosial lainnya. Liang juga mempunyai minat yang tinggi serta menulis dibidang sastra, filsafat klasik dan sejarah. Salam GH [Non-text portions of this message have been removed]