Sdr Ray:

Kalau gerakan ganti nama dilakukan secara suka rela, misalnya mengikuti Tren, 
itu adalah hak azasi manusia. 

Tahukah anda kondisi waktu itu saat himbauan ganti nama dicanangkan oleh 
pemerintah Orde Baru? Mayoritas orang Tionghoa dicekam perasaan tertekan! Ini 
peraaan yang manusiawi! Semua orang, tak peduli apa suku bangsanya, pasti akan 
merasa tertekan jika harus mengganti namanya saat sudah dewasa. Saya yang tidak 
ganti namapun merasakan kondisi psikis yang berat, menjadi "sesuatu yang lain" 
dlm sorotan mata masyarakat sekitar! 

Sekarang anda mengajukan tantangan untuk kembali lagi ke nama Tionghoa. saya 
yakin tak ada masalah bagi yang pernah mempunyai nama Tionghoa hingga dewasa. 
Tapi, bagi yang sedari kecil tidak punya nama Tionghoa, atau meski punya tapi 
sudah terbiasa dipanggil dng nama Indonesia, memakai nama Tionghoa bagi mereka 
bukan berarti "kembali"!  Tapi berarti sebuah proses " ganti nama baru" 
kembali, mereka pasti akan merasa aneh dan lucu dng nama Tionghoanya. Proses 
ini jelas sama2 sulitnya dng situasi orang tua mereka dulu saat harus 
menanggalkan nama Tingoanya !!! 

Hal yang serupa ini juga berlaku dalam hal "pindah Agama", awalnya ada suatu 
tekanan penguasa Orba kepada masyarakat Tionghoa untuk menanggalkan "agama"nya 
dan memilih agama yang diakui pemerintah, setelah 35 tahun berlalu, generasi 
kedua yang sedari kecil sudah terbiasa dng agama barunya, pasti akan merasa 
asing jika disuruh kembali ke "agama" orang tuanya. Hal ni sebenarnya situasi 
yang menyedihkan dan menyakitkan bagi masyarakat Tionghoa. Sebuah tragedi 
"pembersihan budaya" yang telanjang!  Setelah 35 tahun berlalu, Orde Baru  
ternyata telah behasil melakukan pencucian otak satu generasi! Sekarang, 
generasi muda seperti anda malahan mencibir mereka2 yang menggugat sejarah 
penindasan, malahan berusaha melegematisasi " hal2 yang sudah terlanjur ",  
bahkan memanfaatkan hal2 yang "telah terkondisikan" seperti ini untuk tantang 
menantang! di mana hati nurani anda?

Terlepas dari ideologi Asimilasi itu baik atau buruk, anda tak pernah tegas2 
menyatakan sikap terhadap sepak terjang kelompok Sindhunta yang meminjam tangan 
penguasa untuk melakukan pemaksaan ideologi!  apakah anda setuju cara dia 
menggandeng penguasa untuk memaksakan ideologinya??? 

ZFy

   
  ----- Original Message ----- 
  From: Ray Indra 
  To: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
  Sent: Saturday, June 23, 2007 6:03 PM
  Subject: [budaya_tionghua] Re: Peristiwa Mei dan sikap budaya


  Karena jawaban akhirnya tidak akan pernah ada, pak.

  Masing-2 pihak akan terus merasa benar, sampai kapanpun. Itulah
  keyakinan politik masing2 kelompok.

  Jadi, daripada terus menerus memperdebatkan masalah yang sudah lewat
  dan tidak akan ada titik temunya ini (email mengenai topik ini rasanya
  sudah berulang2), mengapa tidak menggunakan energi itu ke masalah yang
  aktual dan sedang terjadi di depan mata?

  Mari kita bahas contoh debat kusir yang memusingkan ini.
  Apa tujuan dari otokritik ini? Mau menyatakan bahwa Sindhunata adalah
  salah dan pengkhianat Tionghoa? 
  Benarkah? Oleh karena itu, saya sarankan silahkan ramai2 hapus nama
  pribumi Anda, dan pakai kembali nama Mandarin itu, sebagai tanda
  penolakan Anda atas pandangan politik asimilasi Sindhunata. 

  Tapi, sebaliknya, saya yakin ada ribuan mungkin jutaan Tionghoa lain
  yang sama sekali tidak berminat mengganti nama. Ribuan lainnya jelas2
  pindah agama, menikah antar suku, dan sama sekali meninggalkan budaya
  Tionghoa-nya. Bukankah itu sah2 saja? 
  Nah, bukankah ini berarti mereka juga setuju dengan pemikiran
  pembauran? Lalu, apakah mereka ini adalah "pengkhianat Tionghoa"? 

  Mari kita renungkan... 

  --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "RM Danardono HADINOTO"
  <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
  >
  > Membahas keadaan suatu masyarakat memang tak terlepas dari aspek 
  > trimasa, past, present and future. Masalah masa lalu suatu 
  > masyarakat memang tak selalu mulus dan herois, seringkali penuh 
  > duri, pengkhianatan dll. Dimanapun.
  > 
  > Autokritik tetap perlu, juga membahas tokoh tokoh masyarakat kita 
  > sendiri. Misalnya, masalah yang kita hadapi bersama dengan 
  > pembahasan idee SI yang neverending story ini, tak lepas, dari 
  > kesalahan tokoh tokoh kita dimasa lalu. Juga dikalangan founding 
  > fathers sendiri.
  > 
  > Kalau tokoh tokoh yang dikritik itu benar benar bersih, dan tak 
  > mrendasari suatu kritik, ya baiklah, kita tunjukkan sisi positifnya. 
  > kalau ada.
  > 
  > Saya sendiri yang mengalami masa pahit tahun 65an sebagai aktivist 
  > mahasiswa, dan banyak sekali sahabat sahabat dari masyarakat 
  > Tionghoa, mengalami sendiri apa yang terjadi kala itu. Juga 
  > keterkaitan tokoh tokoh yang dikritik itu dengan penguasa kala itu, 
  > terutama dari kelompok Ali Murtopo. 
  > 
  > Biarlah generasi muda belajar. Mengungkit atau tidak, ini kan hanya 
  > wahana, yang utama muatannya, benarkah secara historis?
  > 
  > Mengakui, bahwa menjadi pemimpin politik adalah tak mudah, bukan 
  > berarti kehilangan motivasi untuk mengeluarkan autokritik. Sejarah 
  > hanya kita pahami, apabila kita bahas tuntas.
  > 
  > Salam
  > 
  > danardono
  > 
  > 
  > 
  > 
  > 
  > 
  > 
  > 
  > --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Ray Indra" 
  > <anthonyrayindra@> wrote:
  > >
  > > Ko Ardian,
  > > 
  > > Saya rasa itulah perbedaan sikap politik. Kebetulan Sindhunata yang
  > > menang, dan memang disetujui oleh pemerintah yang berkuasa saat 
  > itu.
  > > 
  > > BTW masak sih dia bilang pendekar pembela Tionghoa? Setahu saya dia
  > > orangnya biasa saja tuh, selain bisnis biasa (juga ngga gede2 
  > amat -
  > > kalau dia benar bisa 'menguasai militer' tentunya bisnisnya lebih 
  > gede
  > > dari Bos Taipan T Winata), mengurus yayasan Trisakti. 
  > > 
  > > Yang saya pertanyakan, untuk apa sih kita mengungkit masalah lama? 
  > > Masalah baru & aktual jelas2 ada di depan mata, buat apa kita
  > > berkelahi untuk sesuatu yang sudah lewat?
  > > 
  > > Jangan lupa, bicara di milis atau di dalam asosiasi sih mudah 
  > karena
  > > umumnya homogen (sama2 Tionghoa), tapi coba kita mewujudkan politik
  > > 'integrasi' Anda itu di tingkat nyata, tentunya tidak mudah, kan?
  > > 
  > > Silahkan Anda menentang kewajiban mengenakan pakaian rok panjang di
  > > sekolah Palembang, menentang larangan buka restoran saat siang di
  > > bulan Puasa di Banjarmasin, atau silahkan ramai2 secara 
  > demonstratif
  > > balik menggunakan nama Mandarin lagi dan menghapus nama 'pribumi' 
  > yang
  > > Anda katakan dipaksa itu. 
  > > 
  > > Bagaimana menurut Anda, apakah mudah menjadi pemimpin politik? 
  > > 
  > > 
  > > 
  > > 
  > > 
  > > 
  > > --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "ardian_c" <ardian_c@> 
  > wrote:
  > > >
  > > > Yg jadi masalah itu yg namanya Sindhunata ada pengaruh dan hasil 
  > > > cuap2nya malah bikin hantaman luar biasa sama tionghoa2 yg lain.
  > > > So mestinya org model gitu minta maaf tuh tapi boro2 minta maap 
  > > > malah anggap dirinya pendekar pembela tionghoa.
  > > > 
  > > > Ini yg gw sebut racun dan ditebar sama sohib2nya semodel Harry 
  > Tjan 
  > > > Silalahi. 
  > > > 
  > > > Ini sih emang anti budaya aja trus dilempar dikoridor politik , 
  > > > getahnya 1 generasi kena tuh.
  > > > 
  > > > 
  > > > 
  > > > 
  > > > 
  > > > 
  > > > 
  > > > Ardian
  > > > --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Liquid Google" 
  > > > <manwiththeeyesresponsible@> wrote:
  > > > >
  > > > > Wah kalo gitu emang ga usah didengerin pernyataan 
  > Sindhunata, 
  > > > pembauran 
  > > > > itu khan Bukan harus ganti kulit, operasi plastik mata biar 
  > belo, 
  > > > lha kalo 
  > > > > emang dari sono begitu masak harus dipaksa. Agama ga bisa 
  > dipaksa, 
  > > > begitu 
  > > > > juga adat istiadat, masak Sincia harus saya ganti di hari 1 
  > > > January, khan ga 
  > > > > mungkin.
  > > > > 
  > > > > Lho lho lho, emang salah ape inget leluhur sendiri? Masak 
  > saya 
  > > > harus 
  > > > > inget leluhur orang laen? Saya masih punya kampung di TaiPu, 
  > desa 
  > > > ChungLan, 
  > > > > Insya Thien Kong bulan august ini untuk pertama kalinye saya 
  > balik 
  > > > kekampung 
  > > > > leluhur, mao sembahyang kung-kung saya punya papa & kung-kung 
  > saya 
  > > > punya 
  > > > > kung-kung, kendalanye cuma satu, bini lagi hamil tua dibulan 
  > > > august! Tapi 
  > > > > itu bukan berarti saya ga punya rasa nasionalisme ama 
  > Indonesia, 
  > > > tetep aje 
  > > > > Indonesia tanah kelahiran papa, mama & saya biar bagaimanapun 
  > juga 
  > > > itu ga 
  > > > > bisa dipungkiri!
  > > > > 
  > > > > "Cina2 benteng yg tradisi dan budayanya berbaur dgn budaya 
  > > > lokal aja 
  > > > > mana pernah mikirin tanah leluhur" itu betul sekali, & 
  > > > nasionalisme mereka 
  > > > > terhadap Indonesia ga diragukan, jadi biarinin aje lah 
  > Sindhunata 
  > > > ngomong 
  > > > > ape keq, lagian saya baru denger pernyataan itu, tampangnye 
  > blum 
  > > > pernah 
  > > > > liat, karena saya ga pernah pikirin tuh, hehehehe..
  > > > > 
  > > > > Lhooo koq jadi anda yang ngeledekin saya bakar KuiJin Coa, 
  > > > emang dari 
  > > > > dulu ude begitu, hehehehe....
  > > > > 
  > > > > Betul, ken ken satu2nye zombie yang bisa makan, termasuk 
  > > > temen2nye 
  > > > > sendiri, ude banyak tuh korbannye yang sakit ati. BTW 
  > Sindhunata 
  > > > sama 
  > > > > sohibnya Harry Tjan Silalahi itu TiongHoa ape Non TiongHoa??? 
  > Kalo 
  > > > TiongHoa 
  > > > > berarti emang bener TiongHoa itu ga bisa disatuin, kalo non 
  > > > TiongHoa, ko 
  > > > > Adrian ga usah sakit ati kalo ada etnis laen mikirin TiongHoa, 
  > > > malah bagus 
  > > > > karena perhatian, cuma jangan marah kalo ga diturutin!
  > > > > 
  > > > > Daripade pusing mikirin orang laen ngomong ape (ngurusin 
  > > > politik), 
  > > > > mending lestariin Budaya TiongHoa di Indonesia!
  > > > > 
  > > > >
  > > >
  > >
  >



   

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke