Dalam suatu diskusi (lebih tepat pembicaraan searah) yang diadakan di Jakarta baru-baru ini, membicarakan arah perkumpulan masyarakat keturunan Indonesia-Tionghua. Dari diskusi, ahkirnya memancing masalah perkiblatan. Ceritanya begini : Seorang pemudi mahsisiwi Tionghua lahir di Jakarta bernama Natalia. Ia diajak orang tuanya yang kelahiran Medan dan fasih berbahasa Hokkian kia-kia ke Tiongkok. Singkat cerita, ia suka kekia-kianya, tetapi tidak lagi merasa sebagai orang Tionghua, ia merasa asing disana, karena dia merasa dirinya orang Indonesia ! Oleh pembicara dianggap, inilah tipe generasi muda INTI yang diidealkan. Dari cerita singkat itu kita menemukan beberapa masalah. Pemudi itu keturunan Tionghua, namanya BUKAN Mei-lan atau Li-me ! Ia lahir di Jakarta, namanya juga BUKAN Ijah atau amini ! Dia oleh orang-tuanya diarahkan dan diberi nama yang ke Barat-baratan : Natalia ! Betul, dia sudah tidak mengenal budaya Tionghua. Apakah lalu ia mengenal budaya Indonesia ? Katanya ia lebih suka soto Betawi, sop buntut dan es doger ketimbang kuluyuk atau capcai ! Apakah selera makan ini boleh dijadikan indikasi ia pasti berkiblat pada Indonesia ? Saya ragu. Kesetiaan terhadap satu bangsa, kalau tidak didasari komitmen terhadap budaya bangsanya secara emosional dan tulus, semuanya meragukan ! Lagipula, budaya Indonesia tidak hanya sekedar soto Betawi, sop buntut dan es doger! Terlalu naif rasanya ! Kira-kira Natalia ini menganut bentuk kerohanian yang bagaimana ? Sayang, pembicara tidak menyebut. Islam ? Khonghucu ? Kelenting (Sam-kauw) ? Budha ? Saya tebak (ini tebakan lho, bisa salah), paling dekat kalau bukan Kristen ya Katholik. Tebakan saya ini kalaupun tidak salah, saya tetap ragu kebenaran pemahaman essensi keyakinannya. Saya lebih cenderung, generasi muda tipikal demikian (tidak semua lho !) adalah penganut budaya You-nai-jiu-shi-niang, artinya Siapa memberi susu, itulah ibu saya. Bentuk budaya sekedar mencari hidup, terutama hidup nyaman ! Apa itu ke Indonesia ? ke Tionghua ? Peduli amat ! Saya lahir, tanpa bisa memilih sebagai keturunan Tionghua. Kodrat ini tidak boleh kita ingkari. Lalu kita hidup diatas bumi Indonesia, dan bumi ini mengijinkan kita berakar dan tumbuh subur. Maka, kodrat ini JANGAN DIPERTENTANGKAN dengan bumi Indonesia yang telah menghidupi ini ! Biarlah berbagai macam etnis yang tumbuh diatas bumi Indonesia ini, masing-masing dengan cara khasnya sendiri hidup dan merawat agar bumi ini tetap subur. Konsep perkiblatan hakekatnya pemihakan. Memihak tidak salah, tetapi harus didasari KEBENARAN ! Kita hanya berkiblat pada Kebenaran ! Salam dari Indarto Tan
--------------------------------- Shape Yahoo! in your own image. Join our Network Research Panel today! [Non-text portions of this message have been removed]