Nama saya AQ, setelah membaca materi diskusi Pak Siaw, saya juga 
pengin komentar dikit nih...

Pertama-tama diilustrasikan tokoh Natalia yg dikatakan sebagai 
stereotipe generasi muda Tionghoa Indonesia dan mayoritas komunitas 
Tionghoa peranakan, terus dibawahnya dikatakan "Akan tetapi 
belakangan ini timbul sebuah gelombang di kalangan komunitas Tionghoa 
terutama generasi yang berumur setengah abad keatas-yang cenderung 
mengubah stereotipe yang digambarkan diatas".

Nah, disini saya tidak setuju dengan perkataan "cenderung mengubah 
stereotipe yang digambarkan diatas" tsb, yang benar adalah para 
Cianpwe2 yang berumur gocap keatas tsb bernostalgia pada kehidupan 
sebelum sekolah2 Tionghoa ditutup, yaitu thn 1965 kebawah.  Kalo 
boleh saya bilang, para cianpwe tsb membentuk dunia mereka sendiri, 
untuk alih generasi, mereka jelas berniat merangkul anak2 muda, tapi 
sayang para anak2 muda seperti Natalia dkk juga hidup di dunia mereka 
sendiri juga, jadi antara 2 generasi ini gak nyambung.

Jadi maaf Pak Siaw, Cianpwe2 gocap keatas tsb,  saya yakin tidak akan 
bisa mengubah stereotipe yang disebutkan diatas, justru organisasi 
yang mereka dirikan saya ragukan apakah 20 tahun kemudian masih 
berada atau tidak.

Xie xie 

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, jackson ang 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Kisah mengenai Natalia, 
>   saya belum Tua2 banget (27th) masih sering bersosialisasi dengan 
remaja2 keturunan Tionghoa dijakarta dengan latar agama katolik, 
kristen & Buddha dengan umur 14-23th.
>    
>   gak ada Tuh mereka tidak suka Chinese Food ----- malah di warteg2 
saja yang Notabene Asli Indonesia sering terhidang capcay, mun Tahu 
dan beberapa menu chinese food lainnya.
>    
>   Mie / bakmi / pangsit / baso / siomay ------ ini kan juga salah 1 
makanan chinese Food ---- banyak kok orang2 asli Indonesia yang suka.
>    
>   menurut saya kurang pas saja nasionalisme di hubung2 kan dengan 
makanan
>    
>   anak2 sekarang WNI ( 14 -23 th ) di jakarta belum tentu tahu apa 
itu Es Doger, Rujak bebeq, tahu gejrot, kerak telor dll
>    
>   mereka rata2 tau
>    
>   starbuck
>   Dunkin donuts
>   Pizza
>   KFC
>   Mcd
>    
>   nah kalau nasionalisme dinilai dari makanan saja tentu mereka 
sangat nasionalisme sekali dengan negara amerika, Italia dll
>    
>   aneh.
>    
>    
>   saya Juga keturunan Tionghoa dan bangga menjadi etnis Tionghoa 
beserta budaya2 nya masih saya ikuti dan mengharapkan pasangan hidup 
saya juga dari ethnis tionghoa entah mau totok atau modern.
>    
>   tapi soal Nasionalisme terhadap Negara Indonesia jangan ditanya 
kesetiaan saya.
>    
>   maaf2 kalau ada salah2 kata.
> 
> ulysee_me2 <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>           Ngg, pak Indarto ini yang dari SOLO bukan ya?? hehehe. 
> 
> Kebetulan saya hadir di tempat diskusi yang sama.
> (setuju, akhirnya bukan diskusi melainkan pembicaraan searah, 
namanya 
> juga seminar, hehehehe)
> 
> Mengenai kisah Natalia, yang saya tangkap. Itu hanya menggambarkan 
> keadaan sebagian besar anak muda Tionghoa Indonesia saat ini. 
> BUKAN gambaran yang DIIDEALKAN. 
> 
> Gambaran anak muda tionghoa yang selera lidahnya sudah mengikuti 
> kebiasaan tempatnya tinggal ( walaupun kalau makan bebek peking 
> barangkali masih doyan juga tuh si natalia, hahaha)
> Yang saat mengunjungi tanah leluhur dirinya merasa terasing ya 
karena 
> enggak terbiasa dengan situasi disana.
> 
> Dan sebagai gambaran singkat, menurut saya sih nggak relevan donk 
> untuk dipertanyakan apa agamanya dan lain sebagainya, hehehe. Wong 
> namanya juga gambaran, bukan membahas sosok manusia sebenarnya. 
> 
> Dan Inti - maksud dari prolog Natalia itu yang saya tangkap adalah 
> kata pepatah " dimana bumi dipijak disitu langit di junjung."
> bukan untuk mempertentangkan ketionghoaan dengan keindonesiaan, 
> justeru untuk menselaraskan. 
> (lha yang bawa cerita punya prinsip integrasi dan multikultural 
gitu 
> jeh) 
> 
> Saya setuju pendapat Pak Indarto, bahwa sebagai anak muda tionghoa, 
> alangkah baiknya menghayati budaya tionghoa (makanya saya ngendon 
di 
> milis budaya tionghoa untuk menggali lebih banyak mengenai budaya 
> saya, hehehe) 
> 
> Barangkali Pak Indarto berkenan sharing, sebetulnya yang disebut 
> budaya tionghoa itu yang mana saja sih pak? Yang perlu saya pegang 
> dan nanti saya wariskan pengetahuannya sama anak saya, gitu lhoh 
pak. 
> Terimakasih sebelumnya ya Pak. 
> 
> --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, indarto tan <ws.indarto@> 
> wrote:
> >
> > Dalam suatu diskusi (lebih tepat pembicaraan searah) yang 
diadakan 
> di Jakarta baru-baru ini, membicarakan arah perkumpulan masyarakat 
> keturunan Indonesia-Tionghua.
> > Dari diskusi, ahkirnya memancing masalah `perkiblatan?. 
> Ceritanya begini :
> > Seorang pemudi mahsisiwi Tionghua lahir di Jakarta bernama 
> Natalia. Ia diajak orang tuanya yang kelahiran Medan dan fasih 
> berbahasa Hokkian kia-kia ke Tiongkok. Singkat cerita, ia suka 
kekia-
> kianya, tetapi tidak lagi merasa sebagai orang Tionghua, ia merasa 
> asing disana, karena dia merasa dirinya orang Indonesia ! Oleh 
> pembicara dianggap, inilah tipe generasi muda INTI yang diidealkan.
> > Dari cerita singkat itu kita menemukan beberapa masalah.
> > Pemudi itu keturunan Tionghua, namanya BUKAN Mei-lan atau Li-me ! 
> Ia lahir di Jakarta, namanya juga BUKAN Ijah atau amini ! Dia oleh 
> orang-tuanya diarahkan dan diberi nama yang ke Barat-baratan : 
> Natalia ! 
> > Betul, dia sudah tidak mengenal budaya Tionghua. Apakah lalu ia 
> mengenal budaya Indonesia ? Katanya ia lebih suka soto Betawi, sop 
> buntut dan es doger ketimbang kuluyuk atau capcai ! Apakah selera 
> makan ini boleh dijadikan indikasi ia pasti `berkiblat? pada 
> Indonesia ? Saya ragu. Kesetiaan terhadap satu bangsa, kalau tidak 
> didasari komitmen terhadap budaya bangsanya secara emosional dan 
> tulus, semuanya meragukan ! Lagipula, budaya Indonesia tidak hanya 
> sekedar soto Betawi, sop buntut dan es doger! Terlalu naif rasanya !
> > Kira-kira Natalia ini menganut bentuk kerohanian yang bagaimana ? 
> Sayang, pembicara tidak menyebut. Islam ? Khonghucu ? Kelenting 
(Sam-
> kauw) ? Budha ? Saya tebak (ini tebakan lho, bisa salah), paling 
> dekat kalau bukan Kristen ya Katholik.
> > Tebakan saya ini kalaupun tidak salah, saya tetap ragu kebenaran 
> pemahaman essensi keyakinannya. Saya lebih cenderung, generasi muda 
> tipikal demikian (tidak semua lho !) adalah penganut budaya `You-
nai-
> jiu-shi-niang?, artinya `Siapa memberi susu, itulah ibu saya?. 
Bentuk 
> `budaya? sekedar mencari hidup, terutama hidup nyaman ! Apa itu ke 
> Indonesia ? ke Tionghua ? Peduli amat !
> > Saya lahir, tanpa bisa memilih sebagai keturunan Tionghua. Kodrat 
> ini tidak boleh kita ingkari. Lalu kita hidup diatas bumi 
Indonesia, 
> dan bumi ini mengijinkan kita berakar dan tumbuh subur. Maka, 
kodrat 
> ini JANGAN DIPERTENTANGKAN dengan bumi Indonesia yang telah 
> menghidupi ini ! Biarlah berbagai macam etnis yang tumbuh diatas 
bumi 
> Indonesia ini, masing-masing dengan cara khasnya sendiri hidup dan 
> merawat agar bumi ini tetap subur. Konsep perkiblatan hakekatnya 
> pemihakan. Memihak tidak salah, tetapi harus didasari KEBENARAN ! 
> Kita hanya berkiblat pada Kebenaran !
> > 
> > Salam dari Indarto Tan
> > 
> > 
> > ---------------------------------
> > Shape Yahoo! in your own image. Join our Network Research Panel 
> today!
> > 
> > [Non-text portions of this message have been removed]
> >
> 
> 
> 
>                          
> 
>        
> ---------------------------------
> Looking for a deal? Find great prices on flights and hotels with 
Yahoo! FareChase.
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]
>


Kirim email ke