Mr.Liang U, Org diluar tdk meragukan bahwa Indonesia negara yg demokrasi tetapi,sayang sekali disana,aturan tdk dipake,hukum tdk jelas,saipa aja bisa menjd undang2,asal punya jabatan,bisa menangkap,or mem- bebaskan orang dll,yg lebih menyedihkan lagi orang disana tdk suka mempraktekan apa itu demokrasi yg sesunguhnya,hak org lain dilanggar liat saja zebra cross,wah...mau nyebrang juga jantung empot2an,...ya alias tidak tau aturanlah,...yg lebih halus lagi belum mengerti apa itu disiplin Jadi belum waktunya berbicara mau bersaing dg tiongkok atau Singapore yg mungil sebelum displin dijalani. Mat pagi, and have a nice day
liang u <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Rekan-rekan, Rupanya bangsa kita mempunyai masalah "mudah tersinggung". Dulu, saya lupa tahunnya, kalau tak salah perdana menteri Singapora masih Lee Kuan Yew atau sudah Goh Chok Tong. Pernah ada wartawan luar negeri memuat foto lima orang pemimpin Asean yang baru rapat plus seorang berpakaian buruh di sampingnya. Jadi potret 6 orang. Potret itu dimuat di koran Singapura. Saya masih bekerja di Indonesia. Di negara lain tak ada yang protes, tapi kita mencak-mencak, tak kurang dari Yang Mulia Bapak Menteri Penerangan Harmoko yang memprotes keras, mensejajarkan Bapak Presiden dengan seorang buruh adalah penghinaan bagi bangsa Indonesia. Demikian juga DPR, kalau tak salah bahkan ada yang minta hubungan diplomatik dengan Singapura diputuskan hanya karena itu. Saya bingung, apakah hinanya seorang buruh? Mereka adalah manusia juga, yang kebetulan posisi dalam masyarakat tidak setinggi presiden. Bukankah semua orang sama di depan hukum? Di kita kalau ada sedikit saja kritik dari luar, terutama dari negara tetangga Singapura dan Malaysia, langsung kita marah, protes, DPR minta memutuskan hubungan diplomatik, para pemuda demonstrasi dsb. Kita hanya ingin dipuji tak mau dikritik. Kuman diseberang lautan tampak, dipelupuk mata sendiri tak kelihatan. Bagaimana kita mampu bersaing? Apa memang tujuan kita ingin terpuruk terus? Belum lama Lee Kuan Yew mengkritik kelambanan DPR menangani SEZ (Special Economic Zones) di Batam dan Bintan. Para anggota DPR tersinggung mereka mengkritik Singapura habis-habisan, what next? SEZ yang dimulai di RRT, sekarang mau dicontoh di berbagai negera termasuk India, Russia dn Indonesia, telah berhasil berubah Shenzhen kampung yang sepi, gersang dan miskin, menjadi salah satu kota modern di dunia. Mengapa Indonesia takut mencontohnya? Kita lihat RRT sebelum reformasi, juga mempunyai sifat yang mirip. Siapa saja, terutama wartawan, yang menulis keadaan negatif tentang negerinya, lalu masuk black list dan tak diberi izin masuk lagi. Akibatnya seperti kita, bahkan lebih buruk lagi, ekonomi terpuruk hampir ambruk. Tapi dengan cepat mereka reformasi, sekarang orang yang suka menulis macam-macam kritikan di koran, kalau mau datang ke sana boleh saja, tak ada black list. Di Singapura konsulat RRT tak dijaga, pintu depan terbuka lebar , pertama saya mau minta visa, jadi bingung celingukan sendiri. Masa harus nyelonong masuk, nanti bahkan ditahan. Ternyata melihat ada tamu yang baru datang masuk begitu saja, saya ikut masuk, jauh ke dalam bangunan langsung sampai ke tempat bagian visa. Tanpa ditanya, tanpa meninggalkan KTP, tanpa menulis nama, masuk saja seperti ke rumah sendiri. Itu menandakan mereka sudah percaya diri, tak takut ada yang mensabot, sebab tak punya musuh. Akibatnya turis membludak, ekonomi melonjak-lonjak, meskipun tentu ada effek negatifnya, terutama perbedaan kaya dan miskin, yang pernah saya uraikan pada kesempatan yang lalu. Di sana anda ngomong apapun tak ada yang mengganggu, tak ada yang lapor, asal jangan menggerakkan masa untuk demonstrasi tanpa izin. Saya pernah tinggal di US selama tiga tahun. Saya mengakui di sana demokrasi berjalan baik, anda boleh melakukan apa saja yang anda sukai, tapi hukum tetap dijaga ketat. Bawa mobil harus ekstra hati-hati, takut menubruk orang, karena hukumannya luar biasa beratnya. Di Indonesia kita bebas parkir, bebas mengemudi, mau motong, mau ke jalur kanan, mau menyerobot lampu merah, akibatnya macet di mana-mana. Apakah itu lebih demokrasi? Tapi jangan lupa kedalam US demokrasi keluar mereka tidak demokrasi lagi. Tidak mendapat dukungan di PBB, Irak diserang terus. Siapa tidak ikut mereka adalah musuh. "With us or again us" kata Bush. Turut saya atau jadi musuh saya. Turut saya berarti ke mana tentara US menyerang harus ikut, kalau tidak anda adalah musuh. Ini bukan diktator kata mereka, hanya unilateral. Sadarlah, terutama para bapak di atas, terutama di DPR, tugas anda bukan mengganggu jalannya pemerintahan, tapi mendorong lajunya pemerintahan dengan membuat perundang-undangan yang dapat memajukan ekonomi dan keamanan. Jangan hanya berpolitik, agar terpilih lagi dalam pemilu yad. Dulu Tiongkok diberi gelar si sakit dari Timur, gelar itu jangan kita ambil alih, kasihan rakyat. Salam Liang U ----- Original Message ---- From: PK Lim <[EMAIL PROTECTED]> To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Tuesday, October 30, 2007 3:10:02 AM Subject: Re: [budaya_tionghua] Parlemen Malaysia Bahas Kata "Indon" Membaca berita pembahasan parlemen Malaysia, saya jadi teringat yang di sebut2 pembahasan kelompok angkatan darat di tahun 67, yang pada ahirnya menelurkan usulan menggunakan istilah "Cina" sebagai pengganti istilah Tiongkok/Tionghoa. Kok ya rasanya memalukan. Negara yang lebih besar, berpenduduk lebih banyak, yang katanya lebih hebat dikarenakan "merebut" kemerdekaannya dibandingkan dengan Malaysia, yang kemerdekaannya "diberikan" oleh Inggris. Tapi sikap para pemmimpinnya sedemikian dewasa dalam menyikapi hal yang serupa. Sehingga menghasilkan kesimpulan yang berbeda laksana langit dan bumi. Betul2 sangat memprihatinkan. salam, PK Lim ChanCT <[EMAIL PROTECTED] com> wrote: Bagaimana jadinya kalau Pemerintah Malaysia justru berkeras menggunakan sebutan INDON, ya? Itulah, bukti bahwa masalah penyebutan seseorang apalagi satu bangsa dan negara sepenuhnya adalah hak orang bersangkutan, sepenuhnya adalah hak bangsa dan negara itu ingin disebut dengan nama apa. Kita sebagai bangsa dan orang yang beradab, sudah seharusnya menerima dan menghormati permintaan orang, bangsa dan negara itu ingin dan lebih suka disebut apa. Jadi, janganlah berkeras menggunakan sebutan Cina pada orang, bangsa dan negara yang tidak suka dengan sebutan Cina, apapun alasannya. Apalagi tak dapat disangkal perubahan sebutan Tiongkok/Tionghoa menjadi CINA ditahun 67 itu didorong oleh politik anti-Tiongkok dan bermaksud melecehkan Tionghoa di Indodnesia, bagian warga yang tak terpisahkan dari rumpun bangsa Indonesia sendiri. Salam, ChanCT 24/10/07 08:44 Parlemen Malaysia Bahas Kata "Indon" Kuala Lumpur (ANTARA News) - Panggilan "Indon" bagi WNI di Malaysia mencuat di Parlemen Malaysia, Selasa malam (23/10), ketika sedang membahas anggaran kegiatan parlemen negara jiran ini. Anggota parlemen Sri Aman, Jimmy Donald, mencuatkan isu ini karena Indonesia merasa terhina dan dipermalukan dengan panggilan Indon, padahal panggilan itu tidak ada maksud dan prasangka apa pun. "Rakyat Malaysia tidak berniat merendahkan martabat dengan panggilan seperti itu," katanya sebagai dikutip Berita Harian, Rabu. "Rakyat Malaysia tidak prejudis (berprasangka, buruk red) terhadap warga Indonesia," kata Jimmy. "Saya diinformasikan bahwa rakyat Indonesia, termasuk pemimpin dan menterinya sangat sensitif dan tidak suka dipanggil Indon," tambah dia. "Ada tidak usulan anggaran untuk memberi pengertian supaya mereka (Indonesia) menyadari kita bukan prejudis dan merendah-rendahkan mereka?" katanya. Dr Rahman Ismail, anggota parlemen dari Barisan Nasional untuk wilayah Gombak, mengatakan perlu adanya anggaran untuk menjelaskan hal itu kepada rakyat Indonesia terkait panggilan Indon. Dr Rahman turut mendesak Kerajaan Malaysia untuk segera bertindak membendung prejudis rakyat Indonesia terhadap Malaysia yang dianggap sebagai sombong. Tuduh media RI Rahman menuduh media massa di Indonesia sering melakukan provokasi terhadap rakyatnya dan menuduh Malaysia tidak akan maju atau tidak bisa memiliki lapangan terbang KLIA, Sepang, jika tidak ada pekerja Indonesia. "Malaysia sering dikecam dan diputarbelitkan media di Indonesia dengan isu remeh dan kecil. Jika perkembangan ini tidak dipantau, ini akan mewujudkan kebencian di kalangan rakyat Indonesia," katanya. Bagaimanapun, hubungan kedua negara berjiran itu masih baik. Sehubungan itu, Dr Rahman mengusulkan supaya Parlemen Malaysia turut berusaha memperkukuhkan hubungan dua negara ini dengan lebih sering mengadakan pertemuan dengan anggota parlemen Indonesia. (*) [Non-text portions of this message have been removed] ____________ _________ _________ _________ _________ __ Do You Yahoo!? Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around http://mail. yahoo.com [Non-text portions of this message have been removed] __________________________________________________ Do You Yahoo!? Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around http://mail.yahoo.com [Non-text portions of this message have been removed] --------------------------------- For ideas on reducing your carbon footprint visit Yahoo! For Good this month. [Non-text portions of this message have been removed]