--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, liang u <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Rekan-rekan, >....................... >Belum lama Lee Kuan Yew mengkritik kelambanan DPR menangani SEZ (Special Economic Zones) di Batam dan Bintan. >Para anggota DPR tersinggung mereka mengkritik Singapura habis- >habisan, what next? >SEZ yang dimulai di RRT, sekarang mau dicontoh di berbagai negera >termasuk India, Russia dan Indonesia, telah berhasil berubah >Shenzhen kampung yang sepi, gersang dan miskin, menjadi salah satu >kota modern di dunia. Mengapa Indonesia takut mencontohnya? >....................................... >Jangan hanya berpolitik, agar terpilih lagi dalam pemilu yad. >.......................................... >Salam >Liang U ---------------------------------------------------------------
Disebabkan beberapa alasan tertentu maka rencana pembangunan SEZ (Special Economic Zones) di Batam dan Bintan bersama Singapura memanglah tidak berjalan seperti yang diharapkan semula dan mengalami keterlambatan. Di Tiongkok, pemerintah Singapura lebih berhasil berkerjasama dengan pemerintah setempat membangun sebuah kawasan industri seperti salah satunya Suzhou Industrial Park yang telah berjalan selama 12 tahun dan memperkerjakan sekitar 400,000 buruh serta membawa pemasukkan pajak sekitar 45 milliar yuan ke pemerintah setempat. (http://www.chinadaily.com.cn/bizchina/2007- 10/30/content_6215940.htm). Suzhou Industrial Park ini pada awalnya juga ada masalah antara kedua belah pihak, tetapi hal ini dapat diatasi dan berkembang lebih lanjut hingga sekarang, bahkan dijadikan salah satu model kerja sama antara pemerintah Singapura dan Tiongkok. Keterlambatan membangun SEZ di Batam dan Bintan berarti juga keterlambatan menciptakan lapangan kerja baru di sektor industri. Kondisi ini diperburuk lagi dengan berita adanya beberapa pabrik yang menutup usahanya di Indonesia pada minggu lalu, seperti penutupan dua pabrik milik Panasonic ( PT. Panasonic Electronic Device Indonesia dan PT. Matsushita Toshiba Picture Display) dan sebuah pabrik gelas (PT. Nippon Glass). Ribuan karyawan ketiga pabrik tersebut terpaksa dirumahkan atau kehilangan lapangan pekerjaan. Karyawan ketiga pabrik itu mengadakan unjuk rasa didepan kedutaan Jepang memprotes penutupan pabrik, dan sepertinya tuntutan karyawan dan penutupan pabrik tersebut tidaklah mendapat respons yang cukup memadai dari pihak pemerintah maupun dari DPR, karena pemerintah dan DPR juga mengetahui tidak dapat berbuat banyak atau dapat menghalangi penutupan ketiga pabrik itu. Diduga bahwa Panasonic memindahkan kegiatan bisnisnya ke Vietnam, karena mereka telah membangun pusat penelitan dan pengembangannya (R & D Research Centre) di Hanoi serta meluaskan usahanya disana. Mengambil model dari Tiongkok, Vietnam sekarang memiliki sejumlah 150 kawasan industri (Industrial and export-processing zones ) yang tersebar di 49 kota, dimana 90 diantaranya sudah beroperasi, sedangkan lainnya masih dalam taraf konstruksi. Industrial and export-processing zones ini telah menarik sekitar 2,500 perusahan asing dengan total investasi 24 milliar dollar, selain 2700 perusahan lokal yang menanamkan modalnya sekitar 135 trilliun Dong di kawasan-kawasan industri ini. (http://www.vneconomy.com.vn/eng/? param=article&catid=17&id=901420c3d0fcbd). Pertumbuhan perekonomian Vietnam bersama India adalah yang tertinggi sesudah Tiongkok di kawasan Asia. Menurut survey yang dilakukan oleh United Nations Conference on Trade and Development, Vietnam sekarang menduduki peringkat ke 6 dunia sebagai tujuan penanaman modal asing (foreign direct investment) sesudah Tiongkok, India, Amerika, Russia dan Brasilia.. http://www.vneconomy.com.vn/eng/? param=article&catid=07&id=c94382e71db464 Dan kedepan Vietnam memproyeksikan dirinya akan menjadi suatu negara indusri baru pada tahun 2020. Daya tarik Vietnam sebagai target investor asing adalah upah buruhnya yang relatif masih murah (malah lebih rendah dari Tiongkok), disiplin dan produktivitasnya tinggi. Bagi Taiwan (investor yang terbesar), Jepang dan Korea kedekatan budaya dan agama mereka dengan Vietnam disebutkan sebagai salah satu potensinya juga.( http://english.vietnamnet.vn/biz/2007/10/752046/). Investor dari Indonesia juga sudah mulai berinvestasi ke Vietnam seperti salah satunya ialah Ciputra Group yang membangun suatu kawasan kota baru di Hanoi yaitu "Ciputra Hanoi International City" Salah satu keberhasilan dan motor pertumbuhan perekonomian yang tinggi di Tiongkok yang diikuti oleh Vietnam, bukan saja terletak pada upah buruhnya yang murah dan banyak jumlahnya (karena negara lain juga banyak yang murah dengan jumlah yang besar) tetapi sistim pemerintahannya yang lebih terpusat dan tidak terseret dalam arus perdebatan politik berkepanjangan antara kepentingan kelompok elit, seperti yang ditulis oleh Melissa Chan dalam "Aljazeera" (The driving force is a central government with all the power - a system where politics is not bogged down by free discussion) http://english.aljazeera.net/NR/exeres/C49A0944-EB90-4C7E-9E9A- B73BDA2A7E44.htm Pemerintahan yang terpusat ini dapat cepat mengambil keputusan cepat seperti membangun proyek infrastruktur dan kawasan-kawasan industri baru (An executive decision made in Beijing can quickly produce new roads and railways to move products for export, or set up set up special industrial zones to attract manufacturers) Salah satu yang dikeluhkan oleh para investor selain peraturan yang sering berubah dan masalah undang-undang perburuhan adalah terlambatnya pemerintah Indonesia membangun jaringan infrastruktur yang diperlukan dalam pengembangan industri. Hal ini disebabkan antara lain bukan saja oleh faktor sulitnya masalah pembebasan lahan dan pembiayaan, tetapi tak jarang juga oleh timbulnya perbedaan kepentingan antara kelompok elit politik atau perdebatan politik di parlemen yang berkepanjangan, sehingga pemerintah tidak dapat mengambil keputusan yang cepat. Tetapi inilah biaya sebuah negara demokrasi dengan segala konsekwensinya yang harus diterima dan dibayar. Salam, G.H.