--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, PK Lim <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > >Salah satu faktor kekalahan Indonesia dalam bersaing dibidang >industri dengan negara2 berkembang lainnya ialah peraturan >perburuhan yang dibuat oleh Yacob Nua Wea dizaman pemerintahan >Megawati. >Peraturan itu ibarat membunuh angsa bertelur emas. >Sampai saat ini, para "wakil pekerja" tidak sadar, atau dikarenakan >kepentingan tertentu, bersikekeh mempertahankan peraturan yang tidak >bersahabat dengan investor. >Akibatnya sudah terasa dengan ditutupnya beberapa pabrik. >.................................... > salam, > PK Lim --------------------------------------------------------------------
Demo memprotes kedutaan Jepang karena penutupan pabriknya di Indonesia sudah tentu tidak berhasil dan sepertinya salah alamat ("bark up the wrong trees"), karena permasalahan yang lebih substansial belum terpecahkan, seperti yang sering dikeluhkan para penanam modal asing maupun lokal yaitu masalah peraturan ketenaga kerjaan yang dianggap tidak pro bisnis, high cost economy, peraturan yang tidak konsisten dan pembangunan infrastruktur yang lambat dll. Peraturan ketenaga kerjaan yang dibuat oleh Jacob Nuwa Wea dibawah pemerintahan Megawati membuat para penanam modal (asing dan lokal) untuk mempertimbangkan dan memikirkan kembali masak-masak sebelum berani mendirikan pabriknya di Indonesia, karena peraturan ketenaga kerjaan yang berlaku sekarang bukanlah sebuah insentif yang menarik bagi para investor untuk mendirikan sebuah pabrik dengan memiliki banyak pekerja atau buruh. Peraturan ketenaga kerjaan yang melindungi hak kaum pekerja adalah kebijaksanaan yang benar dan absolut, tenaga kerja Indonesia berhak untuk mendapatkan jaminan kesejahteraan, keamanan tempat berkerja, upah minimum, perlindungan kesehatan dll, tetapi peraturan ketenaga kerjaan yang dibuat pada periode pemerintah Megawati ini dianggap bukanlah sebuah pendekatan "win-win solution" yang memperhatikan kepentingan kedua belah pihak antara pekerja dan pengusaha. Para investor dan pengusaha mengeluhkan bahwa peraturan ketenaga kerjaan ini kurang memperhatikan kepentingannya, dan dianggap berat sebelah, terutama bagi mereka yang memiliki banyak pekerja dan karyawannya yang akan menghadapi banyak masalah nantinya. Kebijaksanaan ketenaga kerjaan yang populis ini memang popular dikalangan kaum pekerja dan buruh, dan dapat dianggap berhasil mengangkat citra pemerintahan Megawati yang pro "wong cilik" seperti yang diharapkan sebagai salah satu kepentingannya, tetapi kebijaksanaan ini sekaligus juga dianggap kontra produktif dan "deterrent" atau bahkan "self destructive" bagi kebijaksanaan yang ingin mengundang investor (asing dan lokal) untuk menanamkan modalnya di sektor riil (seperti pabrik), yang diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja baru bagi angkatan kerja yang bertambah jumlahnya setiap tahun. Sebagai salah satu alasannya yang dipakai, maka tak jarang beberapa perusahaan nakal dan tidak bertanggung jawab yang menutup pabriknya, tidak membayar upah pesangon kepada buruhnya yang menjadi kewajibannya, seperti halnya beberapa perusahan milik Korea yang kabur tanpa memberikan upah ke pekerjanya, seperti yang pernah dilaporkan oleh media massa sebelumnya. (http://www.majalahtrust.com/ekonomi/sektor_riil/1033.php) Untuk merevisi peraturan ketenaga kerjaan yang telah dikeluarkan oleh Jacob N.W. rasanya tidak mudah lagi tanpa timbulnya perlawanan dan protes dari golongan pekerja dan buruh atau kepentingan tertentu. Jadi harapan untuk memperbaiki iklim investasi melalui peraturan ketenaga kerjaan di sektor riil, sementara masih terbatas dalam bentuk wacana dahulu. Selain itu semoga juga tidak ada lagi perusahaan yang akan menutup pabriknya lagi yang akan menambah deretan angka pengangguran lebih lanjut. Salam G.H.