Sdr Xuan Tong,

Saya setuju dengan pendapat anda tentang penghukuman masal.

Saya bisa mengerti ketakutan atau 'trauma' kaum tionghoa di jaman
orba. Toh (keluarga) saya sendiri merasakan ketakutan dan 'trauma' yg
sama. Cuma, yg ingin saya tekankan adalah bagaimana pilihan reaksi
diri sendiri menghadapi tekanan tersebut sangat berpengaruh pada hasil
akhirnya. Internal vs External.

Tetapi saya tidak setuju, bahwa 'tidak semua orang bisa memilih'.
Semua orang bisa memilih, hanya saja pilihan mereka mungkin lebih
terbatas, atau mereka tidak tahu bahwa mereka bisa memilih.

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "perfect_harmony2000"
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Yang unik adalah setelah kejadian ORBA, jumlah orang Tionghoa yang
> menjadi PNS, anggota PARPOL dan ABRI menjadi amat sangat sedikit jika
> dibandingkan pada masa ORLA.
> Mungkin anda bisa jelaskan mengapa bisa menjadi merosot sekali minat
> kalangan Tionghoa terhadap profesi diatas ? 

saya tidak bisa mewakili angkatan 60an dan sebelumnya. Tetapi bagi
generasi 70-an, alasannya bisa sangat sederhanay yaitu soal
penghasilan dan kemampuan. bagi mereka yg merasa mampu mencapai
jabatan/karir tinggi, mungkin mereka lebih tertarik pada perusahaan
swasta.

Apakah ada peraturan yg melarang org tionghoa menjadi PNS, anggota
parpol, maupun masuk ABRI waktu jaman orba?

nah sekarang, kalau kita mengatakan kita didiskriminasi karena susah
masuk PNS, parpol, dan ABRI; kenapa pada jaman repotnasi saat ini (yg
katanya tionghoa sudah mendapat 'kebebasan' mengekspresikan budaya,
dll), kok ya masih sedikit yg masuk PNS, parpol, maupun TNI/Polri?
'Diskriminasi' lagi yg mau disalahkan? Kira-kira kenapa ya rekan Xuan?


salam,
jimmy

Reply via email to