Pak, kalau semua yang tak menyenangkan kita, atau tidak sesuai dengan 
kepentingan of our Master, anggap saja DIS informasi, ha ha ha 
Gampang kan?

Salam

Danardono

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Skalaras" <[EMAIL PROTECTED]> 
wrote:
>
> Pasti engkongnya Uly ini orang kepercayaan Pak Harto. semua 
omongannya bisa dipercaya, hehehe... 
> 
> 
>   ----- Original Message ----- 
>   From: RM Danardono HADINOTO 
>   To: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
>   Sent: Tuesday, February 12, 2008 10:39 AM
>   Subject: [budaya_tionghua] Re: Saya Merasa Tidak Didiskriminasi" -
 beneeeerrr?
> 
> 
>   Betul mas.
> 
>   Untuk membenahi hal hal yang miring, harus mengakui dahulu, ada 
yang 
>   miring. Kalau terus terusan teriak " tak ada itu, tak ada itu, 
semua 
>   OK, kata engkong", ya mau benahi apa?
> 
>   Salam
> 
>   --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "jip_id" <jip_id@> wrote:
>   >
>   > Salam,
>   > 
>   > Kasus-kasus berhubungan dengan aparat ini mengapa tidak 
dilaporkan
>   > saja kepada Ombudsman (www.ombudsman.go.id) yang megurusi 
hubungan
>   > antara warga dengan negara. Atau bisa juga kirim ke surat 
pembaca di
>   > pelbagai media massa yang berpengaruh seperti Media Indonesia 
atau 
>   Kompas.
>   > 
>   > Adik saya (keturunan Jawa) juga dipersulit ketika mengurus
>   > perpanjangan KTP kelurahan. Kadang2 persoalannya di aparat yang 
>   korup
>   > juga sih, walaupun prasangka rasial masih ada. Birokrasi memang
>   > sisa-sisa Orde Baru yang harus dibenahi dan terus diawasi, 
menurut 
>   saya.
>   > 
>   > 
>   > 
>   > 
>   > Salam
>   > 
>   > Junarto
>   > Http://www.semestanet.com
>   > 
>   > 
>   > --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "RM Danardono HADINOTO"
>   > <rm_danardono@> wrote:
>   > >
>   > > *** Untuk menyegarkan ingatan mengenai masa lalu yang kabur:
>   > > 
>   > > 
>   > > 
>   > > Daniel HT: PBB Serukan RI untuk Segera Realisasi Penghapusan 
>   SBKRI 
>   > > 
>   > > Indonesia Media
>   > > 
>   > > Ternyata masalah SBKRI menjadi perhatian serius juga oleh 
PBB. Di 
>   > > dalam Sidang Komite PBB untuk Penghapusan Diskriminasi Rasial 
di 
>   > > Geneva, Swiss, pada 31 Juli-18 Agustus 2007 lalu hal ini 
sempat 
>   > > menjadi perhatian Sidang Komite. Terbukti dengan adanya 
seruan 
>   dari 
>   > > Sidang Komite PBB itu kepada Pemerintah RI untuk benar-benar 
>   > > menjalankan penghapusan terhadap kewajiban adanya SBKRI. 
Karena 
>   > > meskipun UU No. 12 Tahun 2006 telah disahkan. Dalam 
prakteknya 
>   masih 
>   > > saja banyak instansi pemerintah yang meminta SBKRI ini dengan 
>   > > berbagai alasan. Mungkinkah orang Indonesia Tionghoa yang 
selama 
>   ini 
>   > > gigih memprotes soal SBKRI di Indonesia, telah juga berhasil 
>   mendesak 
>   > > PBB mengeluarkan seruan tersebut? Luar biasa kalau memang 
begitu. 
>   > > 
>   > > Saya ajukan pertanyaan sindiran ini karena selama ini oleh 
>   sebagian 
>   > > Indonesia Tionghoa selalu menertawakan dan mengejek orang 
>   Tionghoa 
>   > > yang menyatakan dan memprotes perihal SBKRI ini sebagai salah 
>   satu 
>   > > bentuk diskriminasi warisan Orde Baru yang masih terbawa-bawa 
>   sampai 
>   > > sekarang. Mereka beranggapan bahwa protes perihal SBKRI itu 
hanya 
>   > > rengekan cengeng orang Tionghoa, dan diskriminasi yang 
disebutkan 
>   > > Tionghoa itu hanya ilusi dan menyudutkan serta menjelek-
jelekkan 
>   > > Indonesia. SBKRI sama sekali bukandiskriminasi, melainkan 
memang 
>   > > merupakan sesuatu yang sangat perlu. 
>   > > 
>   > > Setelah pemerintah bersama-sama DPR mengesahkan UU No. 12 
Tahun 
>   2006 
>   > > yang antara lain berisi ketentuan penghapusan SBKRI karena 
>   dipandang 
>   > > sebagai bentuk diskriminasi terhadap etnis tertentu. Muncul 
>   reaksi 
>   > > yang terasa aneh. Mungkin karena kecewa juga pemerintah mau 
>   mengakui 
>   > > SBKRI sebagai salah satu bentuk diskriminasi (yang 
bertentangan 
>   > > dengan pernyataan mereka) dan mau menuangkan dalam bentuk 
>   ketentuan 
>   > > UU (lepas dari bagaimana implementasinya). Salah satu 
reaksinya 
>   > > adalah pernyataan bernada sindiran: "Selamat kepada orang 
>   Indonesia 
>   > > Tionghoa karena berhasil mendesak pemerintah menghapus 
SBKRI." 
>   > > 
>   > > Salah satu alasan yang sering dikemukakan memang adalah bahwa 
>   SBKRI 
>   > > harus tetap ada karena untuk menghindari terjadinya pemalsuan 
>   > > identitas Kewarganegaraan. Tetapi anehnya, kewajiban SBKRI 
itu 
>   hanya 
>   > > diterapkan pada etnis Keturunan Tionghoa, sedangkan etnis 
>   keturunan 
>   > > lainnya, seperti Arab, tidak pernah diminta. 
>   > > 
>   > > Alasan ini pun sebenarnya tidak bisa diterima. Apa iya kalau 
ada 
>   > > SBKRI maka lebih menjamin identitas kewarganegaran seseorang 
>   tidak 
>   > > dipalsukan? Bahkan SBKRI itu sendiripun bisa dipalsukan, 
bukan? 
>   > > Jangankan SBKRI, paspor, pun bisa dipalsukan. Uang saja bisa 
>   > > dipalsukan. Jadi, apa argumen tentang harus tetap ada SBKRI 
untuk 
>   > > lebih menjamin kebenaran status kewarganegaraan seseorang itu 
>   bisa 
>   > > dipertahankan? 
>   > > 
>   > > Ariel Heryanto dalam tulisannya yang berjudul: SBKRI (Kompas, 
>   Minggu, 
>   > > 02 mei 2004) -- selengkapnya baca di 
http://www.kompas.com/kompas-
>   > > cetak/0405/02/naper/999727.htm, menceritakan pengalaman 
seorang 
>   WNI 
>   > > Keturunan Tionghoa bernama Enin ketika berhadapan dengan 
>   birokrasi 
>   > > pemerintah untuk mengurus surat-suratnya, dan tetap diminta 
SBKRI-
>   > > nya. 
>   > > 
>   > > Di sebuah instansi pemerintah dia diminta SBKRI oleh pegawai 
yang 
>   > > melayaninya. Terjadi percakapan antara Enin yang WNI 
Keturunan 
>   > > Tionghoa dengan sang birokrat. 
>   > > 
>   > > "Saudara punya SBKRI?" 
>   > > 
>   > > "Punya." 
>   > > 
>   > > "Mana?" 
>   > > 
>   > > "Tidak saya bawa. Ada di rumah." 
>   > > 
>   > > "Kenapa tidak Saudara bawa? Untuk mengurus ini Saudara harus 
bisa 
>   > > menunjukkan SBKRI Saudara. Kalau tidak tidak bisa diteruskan 
>   karena 
>   > > perlengkapan admnistrasinya tidak lengkap." 
>   > > 
>   > > "Harap maklum, Pak. SBKRI itu adalah dokumen yang paling saya 
>   > > sayangi. Sehingga saya simpan rapat-rapat di rumah...." 
>   > > 
>   > > Hening sejenak. Tak lama kemudian, Enin mengajukan pertanyan 
yang 
>   > > menohok logika Orde Baru. 
>   > > 
>   > > "Bapak sendiri punya SBKRI?" 
>   > > 
>   > > "Apa?" 
>   > > 
>   > > "Saya tanya, bapak punya SBKRI?" 
>   > > 
>   > > "Tidak. Untuk apa? Saya pribumi." 
>   > > 
>   > > "Apakah Bapak warganegara Indonesia?" 
>   > > 
>   > > "Jelas. tentu saja!!" 
>   > > 
>   > > "Mana buktinya?" 
>   > > 
>   > > "Maksud Saudara ini apa?!! 
>   > > 
>   > > "Bagaimana kita bisa yakin kalau Bapak ini warganegara 
Indonesia. 
>   > > Bagaimana Bapak bisa mengaku-ngaku sebagai orang Indonesia, 
>   > > warganegara Indonesia, sedangkan Bapak tidak punya dokumen 
resmi 
>   yang 
>   > > dapat membuktikan itu?" 
>   > > 
>   > > "???" 
>   > > 
>   > > "Jelek-jelek begini, saya orang Indonesia. Saya ini 
warganegara 
>   > > Indonesia. Saya tidak asal mengaku saja seperti bapak. Karena 
>   saya 
>   > > punya dokumen resmi yang dapat membuktikan hal ini. Namanya 
>   SBKRI." 
>   > > 
>   > > Cerita di atas memang benar-benar menohok logika Orde Baru. 
Kalau 
>   > > memang SBKRI adalah dokumen yang paling sahih untuk 
membuktikan 
>   > > kewarganegraan seseorang, kenapa hanya etnis Tionghoa saja 
yang 
>   > > mempunyai kewajiban untuk itu? Padahal mereka sudah turun-
temurun 
>   > > dilahirkan sebagai WNI. Lain halnya kalau orang tersebut 
apapun 
>   > > etnisnya semula WNA dan hendak menjadi WNI. 
>   > > 
>   > > Dalam kasus-kasus seperti ini dokumen seperti Akta Kelahiran 
dan 
>   KTP 
>   > > pun dirasakan tidak cukup. Padahal kedua dokumen negara ini 
>   dengan 
>   > > jelas-jelas menyatakan bahwa orang tersebut dilahirkan dan 
>   mempunyai 
>   > > kewarganegaraan Indonesia. Apakah ini tidak sama dengan 
instansi 
>   yang 
>   > > tetap minta SBKRI itu tidak percaya, atau tidak mengakui 
>   pernyataan 
>   > > di dalam Akta Kelahiran dan KTP tersebut? 
>   > > 
>   > > Seseorang yang mempunyai etnis pribumi (misalnya etnis Jawa), 
>   tidak 
>   > > absolut mutlak dia pasti seorang WNI. Bisa saja dia telah 
berubah 
>   > > kewarganegaraan menjadi warganegara asing. Jadi 
kewarganegaraan 
>   > > seseorang tidak bisa dilihat semata-mata hanya dari etnisitas 
>   saja. 
>   > > Orang-orang Jawa di Suriname, apakah mereka juga WNI? Jelas, 
>   bukan. 
>   > > Sebab sejak turun-temurun mereka adalah Warganegara Suriname 
>   > > sekalipun dari bentuk fisik, ras, etnis dan budaya mereka 
adalah 
>   > > Jawa. Dan. mereka tetap bangga sebagai orang Jawa, tanpa 
>   mengurangi 
>   > > nasionalismenya sebagai Warganegara Suriname. 
>   > > 
>   > > Sudah entah berapa banyak UU yang disahkan, yang bagus di 
atas 
>   > > kertas, tetapi tidak dalam implementasinya. Tidak terkecuali 
>   dengan 
>   > > UU No. 12 Tahun 2006 ini. Berbagai alasan biasa dikemukakan. 
>   > > Misalnya, belum ada juklak, dan sejenisnya. Padahal jika 
memang 
>   punya 
>   > > itikad baik, atau tidak kaku dalam bersikap para birokrat 
yang 
>   masih 
>   > > tetap bersikukuh untuk minta SBKRI itu bisa saja untuk tidak 
lagi 
>   > > mewajibkan SBKRI ini. Tidak harus menunggu juklak atau 
>   sejenisnya. 
>   > > Yang terpenting adalah dapat menghayati esensi dari ketentuan 
>   hukum 
>   > > tersebut. 
>   > > 
>   > > Walaupun kewajiban melampirkan SBKRI masih kerap ada, tetapi 
>   > > keadaaanya tidak separah di era Orde Baru lagi. Sebagai 
instansi 
>   > > pemerintah kelihatannya sudah mempunyai itikad baik untuk 
>   mengubahnya 
>   > > dalam birokratisasi dokumen/administarsi kenegaraan yang 
dulunya 
>   > > selalu mewajibkan SBKRI bagi WNI Keturunan Tionghoa. Yang 
>   terpenting 
>   > > bagi WNI Keturunan Tionghoa sendiri harus berani melawan, 
apabila 
>   > > dalam mengurus administrasi kenegaraan, seperti di Catatan 
Sipil 
>   dan 
>   > > Imigrasi, masih diminta SBKRI. Bikin surat pembaca, atau 
lapor ke 
>   > > atasannya, bilamana perlu sampai ke level Menteri. Seperti 
>   Menteri 
>   > > Hukum dan HAM. Mudah-mudahan Indonesia tidak harus terus-
menerus 
>   > > mendapat tekanan dari luar baru mau benar2 bertindak. 
>   > > 
>   > > 
>   > > 
>   > > 
>   > > 
>   > > 
>   > > --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Ulysee" 
<ulysee_me2@> 
>   > > wrote:
>   > > >
>   > > > Hmmmm, jaaaadiiiiii........ 
>   > > > Diskriminasi itu jangan jangan sebenarnya urusan PERASAAN 
>   aja??? 
>   > > > Soalnya kok ada yang merasa di diskriminasi dan ada yang 
merasa 
>   > > tidak di
>   > > > diskriminasi???
>   > > > 
>   > > > Cabut Inpres bukan melulu hanya karena alasan diskriminatif 
aja 
>   > > euy! 
>   > > > Bisa juga karena sudah tidak seusai dengan sikon masa 
sekarang. 
>   > > > 
>   > > > 
>   > > > 
>   > > > -----Original Message-----
>   > > > From: budaya_tionghua@yahoogroups.com
>   > > > [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of 
Skalaras
>   > > > Sent: Monday, February 11, 2008 9:24 PM
>   > > > To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
>   > > > Subject: {Disarmed} Re: [budaya_tionghua] Re: FW: "Saya 
Merasa 
>   Tidak
>   > > > Didiskriminasi"
>   > > > 
>   > > > 
>   > > > 
>   > > > Kalau tidak diskriminatif dan dianggap sudah benar, untuk 
apa 
>   > > Inpres2
>   > > > tsb harus dicabut ?
>   > > > 
>   > > > Kalau hanya pelaksanaannya yang terdistorsi, ya tegur 
>   pejabat2nya 
>   > > saja,
>   > > > dan awasi pelaksanaannya. kok peraturan yang sudah benar 
yang 
>   diutak
>   > > > utik?
>   > > > 
>   > > > ----- Original Message ----- 
>   > > > From: ardian_c 
>   > > > To: HYPERLINK
>   > > > "mailto:budaya_tionghua%40yahoogroups.com"budaya_tionghua@
>   > > yahoogroups.-
>   > > > com 
>   > > > Sent: Saturday, February 09, 2008 3:05 AM
>   > > > Subject: [budaya_tionghua] Re: FW: "Saya Merasa Tidak 
>   > > Didiskriminasi"
>   > > > 
>   > > > Judulnya boleh gede "saya merasa tidak didiskriminasi" tapi 
isi
>   > > > tulisannya kok beda hehehehehehe
>   > > > 
>   > > > coba aja baca 
>   > > > "Saya tidak mengatakan itu. Tapi, apakah saya harus 
mengatakan 
>   > > bahwa ada
>   > > > diskriminasi, padahal saya tidak merasa didiskriminasi. 
Tapi, 
>   saya 
>   > > dan
>   > > > rekan-rekan memang pernah memperjuangkan untuk menghapus 
Inpres 
>   No
>   > > > 14/1967
>   > > > yang dalam pelaksanaannya banyak distorsi. (Inpres No 
14/1967 
>   > > mengatur
>   > > > tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat China. Dalam 
>   inpres 
>   > > itu,
>   > > > warga
>   > > > 
>   > > > . 
>   > > > 
>   > > > 
>   > > > ----------------------------------------------------------
>   > > > 
>   > > > [Non-text portions of this message have been removed]
>   > > > 
>   > > > 
>   > > > 
>   > > > 
>   > > > 
>   > > > 
>   > > > No virus found in this incoming message.
>   > > > Checked by AVG Free Edition.
>   > > > Version: 7.5.516 / Virus Database: 269.19.20/1261 - Release 
>   Date:
>   > > > 2/5/2008 8:57 PM
>   > > > 
>   > > > 
>   > > > 
>   > > > No virus found in this outgoing message.
>   > > > Checked by AVG Free Edition. 
>   > > > Version: 7.5.516 / Virus Database: 269.19.20/1261 - Release 
>   Date:
>   > > > 2/5/2008 8:57 PM
>   > > > 
>   > > > 
>   > > > 
>   > > > [Non-text portions of this message have been removed]
>   > > >
>   > >
>   >
> 
> 
> 
>    
> 
> 
> --------------------------------------------------------------------
----------
> 
> 
>   No virus found in this incoming message.
>   Checked by AVG Free Edition. 
>   Version: 7.5.516 / Virus Database: 269.20.2/1272 - Release Date: 
11/02/2008 17:28
> 
> 
> 
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]
>


Kirim email ke