Memang sulit kalau begitu banyak aliran. mungkin yang bisa ditempuh adalah menghidupkan budaya "serang balik', menggalakkan kritik yang vokal dan intensif thd mereka dari intern umat kristen sendiri. seperti kritik thd Islam Fundamentalis yang dilancarkan oleh kelompok Islam liberal. dengan cara ini, kita akan tahu, kelakuan mereka tak mendapat simpati dari kaumnya sendiri, masyarakat akan sadar, masih lebih banyak yang waras dibanding yang tersesat.
salam, ZFy > Zhou heng, > Di Indonesia ini ada 360 Sinode Kristen yang berbeda-beda, jadi paling > tidak ada 360 aliran, bagaimana mau mensensor ?. Kesaksian memang > adalah suatu gaya hidup Kristiani, dan ada dalam semua gereja hanya > bentuknya berbeda-beda. Nah bagi umat Kristen kesaksian tidak bisa > disensor, tetapi macam Teodorus Tabaraka misalnya tak akan bisa > bersaksi di GKI, GPIB, GKJ, GKY yang anggota majelisnya pada umumnya > berpendidikan dan tahu membedakan mana penipu mana yang bukan. Tapi > di beberapa gereja dianggap hebat, karena mungkin gereja tesebut > menekankan kepada efek "emosional" daripada "rasional" padahal menurut > hemat saya harus seimbang.Pendekatan organisasi jelas tidak mungkin > karena ke 360 gereja ini mandiri, bisanya ya menghimbau dan > menjelaskan > Nah sekarang terserah kita disini, mau menyamaratakan dan menimpakan > dosa oknum kepada keseluruhan, dosa Sindhunata kepada semua > Tionghua-Indonesia yang Katolik, dosa JS Kwek, Samuel Lee, Teodorus > Tabaraka dan ada satu lagi wanita (lupa namanya, bukunya baru terbit) > kepada Tionghua Kristen, atau tidak ??. Di Indonesia ini orang > berdarah Tionghua sudah jadi korban stigmatisasi jadi janganlah > melakukan praktek stigmatisasi lagi. Kalau model stigmatisasi terus > terjadi maka apa bedanya kita dengan Bush yang menyamaratakan orang > Islam dengan Osama bin Laden, dan kitapun sama dengan orang Orde Lama > yang "memaksa" orang ganti nama untuk memudahkan "asimilasi" > > Best regards, Tantono Subagyo >