Beberapa kali saya baca email Sdr. Jimmy,
tampak benar anda itu sangat anti RRT. Saya
sangat bingung dgn sikap ini. Semoga sudi
memberi pencerahan ya Jim, dgn memberi
penjelasan yg cukup rasional (bukan cuma
kehendak menjilat penguasa pribumi aje).

Menurut saya, saat ini ada 2 term menyangkut
RRT i.e. "China Threat" dan "China Model".
Tampaknya, Sdr. Jimmy terpengaruh dgn istilah
"China Threat" tersebut. SEdangkan saya lebih
memilih pendekatan "China Model" yg bisa
diterapkan, ditiru oleh banyak negara berkembang
dan terbelakang di Asia-Afrika-Amerika Latin.

Istilah "China Threat" sering digunakan sbg
senjata untuk menyudutkan dan mengisolasi
RRT. Dampaknya, hua-ren di sluruh dunia yg akan
kena.

Ataukah Jimmy sulit menerima bahwa sistem
sosialis RRT itu ternyata lebih baik dari
sistem "liberal demokrasi" ala Western Power?
ketahuilah Jim, bahwa Cerita Sukses Tiongkok
itu bukan tantangan baru bagi liberal demokrasi
pasca rezim Fasis 1930-an.

Adalah totally keliru jim, kalau anda menilai
RRT dgn perspektif Western atau lebih parahnya
berpijak pada sejarah Barat yg telah dipelintir.

Ataukah Jimmy terprovokasi atas berita-berita
miring tentang tiadanya kebebasan di RRT? Bukankah
bagi "liberal demokrasi kapitalis roader", unsur
demokrasi adalah perpaduan dari network antara
negara, club, agama, kelompok dan masyarakat
yg mandiri? anda pasti berpendapat spt ini.
anda pasti mengira bahwa peran agama yg bebas
dari intervensi negara adalah pondasi dari liberal
demokrasi.

Tapi mari kita liat contoh Amerika deh.

Jimmy Carter, dalam bukunya yg berjudul
"Our Endangered Values", berkata: "One of
the most bizarre admixtures of religion and
government is the strong influence of some
Christian fundamentalists on US policy
in the Middle East".

oke, segitu dulu. nanti kita bahas lebih mendalam.

Xie Xie


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Jimmy Tanaya"
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Pak Thio,
>
> Sekalian didiskusikan 2 email anda ya. Yg pertama seperti judul
> diatas. Yg kedua soal org tionghoa indonesia harus membela yg mana
> misal perang RRC-NKRI. Saya pandang, 2 hal ini saling terkait.
>
> Utk awal, daripada salah paham, mungkin bisa anda jelaskan kriteria
> baihua itu seperti apa? siapa yg anda 'tuding' sebagai baihua? lalu
> apakah "harus bisa baca aksara" (bukannya orang dulu juga banyak yg
> buta huruf)?
>
>
> Oh ya, btw, yg menggencet 'tionghoa' bukan cuma Suharto lho.
Kroninya
> (yg tidak sedikit ber-etnis tionghoa) juga punya peran besar. Kita
yg
> (sadar maupun tidak) lebih memilih 'menyogok' daripada susah payah
> mengurus, juga ikut mengamini segala macam pemerasan (jadi ada
salah
> kita juga, yg mungkin bahkan lebih besar).
>
> Himbauan anda, yg meneruskan dorongan kawan pak Thio, itu bagus.
> Sayangnya Pak Thio, himbauan tersebut mungkin hanya masuk telinga
kiri
> keluar kanan. Toh 'terbukti' sedikit sekali org tionghoa yg masuk
ke
> TNI, polri, dll. Bo cwan katanya hahahahhaa. Tapi lagu lama yg
selalu
> diulang yaitu "kami didiskriminasi uwoh.. uwoh...". Ada kata dalam
> bahasa jawa yg cocok menggambarkan perilaku ini yaitu "kelakuan".
>
> Soal bila perang harus bela mana,
> Ya jelas tergantung kewarganegaraannya ybs. Bila dia WNI (ras
apapun)
> ya jelas bela NKRI (kita kesampingkan dulu soal kenapa perang,
dll).
> kalau dia WN PRC, ya silahkan mudik ke mainland, dan mo jadi
tentara
> apa tidak, itu urusan PRC dengan WN PRC.
>
> Betul nenek moyang kita datang dari tiongkok. Tapi kita semua yg
> MEMILIH berwarganegara Indonesia, ya jelas disanalah loyalitas dan
> 'pengabdian' diberikan dan nasionalisme kita berada. Kalau tidak
mau
> loyal kepada NKRI, ya simply lepaskan kewarganegaraan RI gitu lho.
Ini
> bukan soal nasionalisme sempit, ataupun ultra nasionalist,
melainkan
> soal hukum bela negara.
>
> Nah posisi pak Thio sendiri gimana?
>
>
> salam,
> jimmy
>

Kirim email ke