Oho ABS Heng, bicara tentang Negeri Hotel, Saya kok mencium ada busuk
Yusuf Kalla di situ, "kalian jangan mengnggap Indonesia sebagai Hotel!"
demikianlah saat dia bicara menyindir orang Tionghoa sekaligus mengkompori
masyarakat Pribumi !

Sekarang, Coba simak pandangan saya tentang Hotel ini :




HOTEL



Akhir2 ini, istilah hotel tiba2 menjadi istilah yang ramai dibicarakan.
Dari pernyataan seorang wakil presiden, istilah ini tiba2 mendapat sorotan
negatif.

Bicara mengenai hotel, sebenarnya kita juga bicara tentang budaya
perjalanan dan budaya perantauan. Hotel adalah tempat penting bagi semua
orang yang suka melakukan perjalanan. Bagi orang normal, hotel adalah
tempat singah sementara. Seharusnya tidak banyak orang yang senang
ber-lama2 tinggal di hotel. Semua lebih kerasan tinggal di rumah sendiri.
Namun, seringkali, keadaan bicara lain. Demi pekerjaan, banyak orang
terpaksa harus merantau meninggalkan kampung halaman, untuk tinggal di
kota atau negeri yang baru, mereka harus cari tempat tingal baru. Pada
awalnya, kebanyakan dari perantau ini belum bisa beli rumah sendiri,
mereka akan mencari pondokan atau menyewa rumah. Sebenarnya rumah
sementara ini juga merupakan “hotel” dalam arti luas.

Kita sebenarnya bisa melihat, di semua tempat di dunia, para pendatang ini
banyak yang mencapai sukses, mereka rata-rata memiliki kedudukannya sosial
yang lebih baik dibanding rata2 penduduk asli. Mengapa? Karena mereka
umumnya bekerja lebih keras dibanding penduduk asli yang sudah mapan.
Tanpa bekerja keras, mereka terancam akan kehilangan hak tinggal di tempat
baru. karena uang untuk membayar pondokanpun sewaktu-waktu akan  terancam.

Sejalan dengan waktu, para pendatang baru yang sukses akan membeli rumah
permanen, anak2 mereka yang lahir di rumah baru tak lagi merasakan budaya
hotel. Mental mereka akan perlahan berubah seperti penduduk asli kota itu.
Dengan cepat, mereka akan mendapat tantangan dari pendatang yang baru.

Jadi sebenarnya kita harus memandang secara positif “ Budaya Hotel” ini,
kita justru harus mendorong seluruh masyarakat menghidupkan mental
“Tinggal di hotel”. Karena dengan ini, mereka akan selalu merasa dikejar
waktu, harus bekerja seefisien mungkin, agar tidak percuma membayar biaya
sewa kamar. Perasaan tak aman ini akan meningkatkan daya juang, berlainan
jika tinggal di rumah sendiri, mau santai2 saja juga tidak apa2,  toh juga
gratis.

Keberhasilan para perantau ini bukan hanya keberhasilan individu, karena
sumbangan tenaga mereka, tempat merka bekerjapun akan ikut menikmati
hasilnya. Banyak contoh negeri2 yang maju karena sumbangan tenaga dan
pemikiran segar para pendatang yang baru ini. Banyak sudah contoh negeri
Perantau yang sukses, seperti Amerika, Australia, Singapura, Hongkong.
Sebuah negeri yang menutup diri tehadap pendatang akan mengalami
kemandegan ekonomi. Maka pemerintah yang baik justru harus berpikir keras,
bagaimana berupaya mendatangkan perantau yang bekwalitas. Pemerintah
sebagai “Pemilik hotel besar” pun harus berdaya upaya supaya tamunya
kerasan tingal di hotel mereka.

Ada juga yang penting diingat, bangsa yang berpikiran maju tidak hanya
sibuk berpikir bagaimana menarik tamu tinggal di hotel mereka. Pemerintah
yng maju juga harus berani mendorong penduduknya sendiri untuk terbiasa
dengan “ budaya hotel”, doronglah warga kita untuk berani keluar kandang,
ber-bondong2lah menjadi perantau di negeri orang. Biarkanlah pemuda kita
mondok di hotel orang, baik untuk menuntut ilmu atau bekerja. Dengan
merantau di negeri orang, mereka akan lebih sukses dibanding di negeri
sendiri, dan akan cepat menyerap kemajuan2 dunia baru. Ujungnya, ini akan
membawa manfaat bila dibawa pulang ke negeri asal.

Mungkin banyak dari para perantau ini yang memutuskan tidak pulang, dan
menetap permanent di negeri orang, kitapun tidak usah takut kehilangan
mereka. Bila suatu saat keadaan di negeri sendiri menjadi kondusif, mereka
akan berduyun-duyun pulang, menyumbangkan tenaga, pemikiran maupun modal.
Contoh yang nyata adalah peranan Tionghoa perantau lama pada awal
reformasi ekonomi di Tiongkok, dan kiprah Tionghoa perantau baru
berpendidikan tinggi,  bagi kemajuan industri informasi di Tiongkok saat
ini.

Bicara tentang hotel, saya juga ingat novelis kontemporer kita Iwan
Simatupang, yang melahirkan karya2nya dari sebuah kamar hotel, yang
bernama Hotel Salak di Bogor. Rasanya, tinggal di hotel selain memacu
semangat juang, juga dapat memacu kreativitas. Jadi,  mengapa kita tidak
mempromosikan “Budaya Hotel” ? kita sebaiknya justru menghimbau : “
Anggaplah Indonesia sebagai sebuah hotel besar !”

Bila seluruh masyarakat Indonesia berani memandang Indonesia adalah sebuah
Hotel Besar, pemerintah yang mengelola negeri ini akan dipaksa bekerja
lebih professional. Mengukur prestasi seorang pimpinan hotel pasti lebih
mudah dibandingkan seorang pengelola kawasan perumahan.  Bila pengelolaan
sebuah lingkungan perumahan memburuk, penduduk hanya bisa mengeluh, mereka
toh tidak bisa cabut se-waktu2. Lain dengan mengelola sebuah hotel,  bila
manager hotel tak bisa memanage hotel dengan baik, sehingga tamunya tidak
nyaman, pasti banyak tamu yang cepat pindah hotel. Dalam hal ini dia sama
sekali tak dapat menyalahkan tamunya mengapa tidak mencintai hotelnya.
Bila kondisi hotelnya makin  sepi, sudah saatnya manager hotelnya diganti!
Sudah saatnya, para pemimpin negeri ini memiliki mental “ Manager Hotel”


Salam,
Zhou Fy



Kirim email ke