setelah lebih satu minggu mengamati apa saja yang ditulis pembaca milis 
terhadap thread di atas dan juga melihat thread yang lain yang juga menyangkut 
tentang "diskriminasi", terutama terhadap orang tionghua, beberapa hal mungkin 
bisa disimpulkan dan bahkan kesimpulan yang ditulis inipun bisa jadi tidak 
selalu perlu disetujui oleh yang lain

tulisan ini berusaha mengerti sebab2 seringnya timbul salah mengerti antar 
pembicara sehingga mengakibatkan satu diskusi menjadi tak berujung, tentunya 
dibahas dengan konsep pemikiran bahwa pembicaraan tentang diskriminasi ada pada 
tiga tataran yaitu peraturan, pelaksanaan peraturan dan persepsi masyarakat 
yang menerima peraturan atau tindakan yang bisa disebut diskriminatif itu.

cukup sering pembicaraan jadi memanas hanya karena mereka sedang membicarakan 
pada tataran persepsi, sehingga sebenarnya masing masing sedang mewakili 
pandangan orang2 yang sekelompok dengan pandangan tersebut dan tidak dapat 
dibenarkan atau disalahkan, pada tataran persepsi semua pendapat adalah benar, 
karena masing masing memang sedang mewakili paling tidak satu orang itu sendiri

cukup sering pada saat pembicaraan berada di tataran persepsi orang tergelincir 
untuk membicarakan dan menuding yang lain secara personal. dan hal ini wajar2 
saja namanya juga manusia.

sesekali ada juga antara satu pembicara dan pembicara lainnya tidak sedang 
bicara pada tataran yang sama, seorang yang sedang bicara pada satu tataran 
persepsi misalnya mendapat sambutan pembicara lainnya yang bicara pada tataran 
peraturan. tentu saja tidak nyambung dan bisa berlarut larut, lebih lebih 
apabila kedua pembicara tidak segera menyadari mereka sedang bicara pada 
tataran yang berbeda dan masing2 ngotot.

bisa jadi ada satu atau dua orang yang tidak dapat membedakan bahwa pendapat 
yang diwakilinya adalah bukan pendapat yang salah, tetapi merasa terpojok dan 
merasa disalahkan. ini biasanya dimulai jika seseorang tidak dapat membedakan 
bahwa pendapat yang diwakilinya bisa jadi hanya satu saja yang diwaklilinya 
yaitu dirinya sendiri. persoalan dimulai jika seseorang pembicara mulai 
mengklaim sesuatu.

bukan tidak pernah terjadi seseorang sudah memberi tanggapan sebelum dia 
mengerti konsep yang diajukan oleh lawan bicaranya. dan begitulah mereka berdua 
kemudian terlibat dalam adu mulut.

sekali waktu ada juga yang asal nyelonong memberikan pendapat saja.

bukan hanya sekali pembicaraan mengenai diskriminasi mengaduk emosi. sehingga 
orang mudah untuk tergelincir mengeluarkan sumpah serapah, dan jika sudah 
demikian pembicaraan menjadi tidak berujung lagi, hingga kemudian terpaksa 
dileraikan.

tetapi itu semua wajar saja, dan menunjukkan betapa beragamnya pemdapat orang. 
tidak ada yang dapat dibenarkan atau disalahkan, tetapi perlu dipahami

membicarakan diskriminasi tanpa dengan data memang akan menjadi sebuah diskusi 
yang tak berujung. memang sebaiknya orang orang yang berusaha dan mempunyai 
tujuan mulia untuk menghilangkan diskriminasi melakukannya dengan sistimatis 
dengan melihat ke segala tataran, mulai dari perundangan, peraturan, kemudian 
masuk ke tataran pelaksanaan hingga kemudian masuk ke tataran persepsi.

dan itu bukan usaha yang mudah. riset dan studinya saja sudah pasti makan 
banyak biaya dan banyak waktu, apalagi kalau tidak ada yang teratrik untuk 
melihatnya secara 

bukan tidak aneh banyak orang yang berusaha meraih popularitas cenderung untuk 
melihat dan mencari dari sudut yang populer di masyarakat saja, yang tampaknya 
jadi persepsi umum masyarakat saja atau bahkan persepsi yang ditangkap oleh 
koran saja (wartawannya). sehingga dengan demikian sudah pasti ada yang merasa 
terwakili dan ada yang merasa tidak terwakili.

ya tapi itulah hidup, dan semua sudah bergulir hingga saat ini.



salam,



harry alim



  From: ALIANTONY ALI 

  Subject: RE: [budaya_tionghua] Diskriminasi, sebuah diskusi tak berujung


  wakkakakaa......bu uly ini namanya sesuai dengan subject nya diatas 
.....DISKRIMINASI SEBUAH DISKUSI TAK BERUJUNG....

Kirim email ke