betul bud's apa yang lu bilang tidak semua orang indonesia ini kita kategorikan 
pendiskriminasi... namanya diskriminasi tergantung orangnya, tapi sekarang ini 
BUDAYAnya maksud saya budaya diskriminasinya itu.gitu lor... maka coba kita 
tanya temen kita yang pribumi ada apa dengan orang tionghoa...kok mau di 
diskriminasi..pasti mereka jawab ngak tahu..ikut ikutan aja ..karena udah 
budaya terun temurun..... dewasa ini yang mau kita berantas adalah budaya jelek 
ini..gitu lor...contoh kita denger teriakan OII CINA... padahal orang itu ngak 
ngerti kenapa teriak oiii cina....itulah yang mau kita sembuhkan....sorry yah 
kalau ada menyingung temen kita yang pribumi di sini...

BUD'S 1 <[EMAIL PROTECTED]> wrote:          He he he, Di Medan kan Banyak 
Bataknya, coba main2 ke Lapo Tuak ( disekitar Jalan Darat ) atau BPK ( Babi 
Panggang Karo ) dekat Kampus USU disana pasti ada Babinya, termasuk Sam Can 
Bak, jadi ada juga makanan Tidak Halal. 

Memang kota Medan ini agak tipikal, semua suku ada disana, Batak, Karo, Jawa, 
Sunda, Melayu/Deli, Aceh, Mandailing dll. Di era 70 an memang ada warga 
keturunan yang takut dan malah jadi Bulan2an Pribumi, tapi TIDAK semua pribumi 
bersikap begitu. Mungkin Kota Medan itu identik dengan kota Preman, jadi tak 
heran para pemilik toko kalau Lebaran suka dimintai THR, kalau tahun Baru 
dimintai uang juga, dan Kalau Sin Cia dimintain Ang pau juga ( kapan orang 
Chinese kebagian dibagi ha ha ha ).

Mudah2 an untuk jaman sekarang sudah berkurang, demikian juga kalau dah 
berurusan dengan aparat, sudah bisa diperlakukan sama tanpa perlu membayar 
lebih mahal lagi bagi warga keturunan. Karena Tidak semua Warga Keturunan itu 
Kaya, di Pantai Cermin, Sumut ada warga Keturunan yang menjadi nelayan 
tradisionil, kalau dia tidak ngomong bahasa Hok Kien, mungkin anda2 akan sangka 
dia pribumi karena sangking hitamnya kena angin dan matahari selama melaut, dan 
rumah mereka ya gubug2 dari atap nipah itu. Demikian juga di Kalbar. 

Saya adalah salah satu orang yang mengalami diskriminasi, ceritanya begini. di 
era 70an pada saat mendaftar di Umpad Bandung, dari malah hari sudah mulai 
antri untuk mendaftar, karena kita bertiga datang sekitar jam 9 an malam maka 
kita mendapat antrian ke 3 atau ke 4. setelah pendaftaran dibuka sekitar jam 8 
an, gitu giliran kami oleh petugas disana / Mungkin senior dari mahasiswa 
disana mengatakan " Yang Cina2 tolong kumpulin dulu sampai lima orang, nanti 
baru masuk "  itu bisa di bedain karena  salah satu syaratnya  adalah 
menyertakan SKBRI. ya  akhrinya  yang Pribumi yang kebetulan  datang  
belakangan masuk lebih duluan. akhirnya sekitar Jam 11 an baru kita kebahagian, 
itupun bukan karena terkumpul lima Cina, tapi kebetulan ada senior yang merasa 
iba dan suruh kita masuk.

Dalam hal ini, reaksi setiap orang tentunya akan berbeda tergantung dari 
pengalamannya. dan bukan bearti Hal itu tidak ada karena dia tidak pernah 
mengalaminya. 

BUD'S

ALIANTONY ALI wrote:       kalau mau bahas masalah diskriminasi atau tidak ... 
ini aku mau bilang kalau orang yang bilang kalau lu merasa di diskriminasi maka 
di diskriminasi lah,kalau tidak merasa di diskriminasi maka itu tidak..hahahh 
wong ...... lu ngomong atau ngaco..... emang sampai sekarang bagi sebagian yang 
belum pernah kena diskriminasi maka ngomong gedenya itu lor..... sampai kapan 
pun lu orang keturunan CINA tetap CINA ngapain ngaku ngaku keturunan 
pribumi.... kakek bunyut sendiri ngak diakui ,,,, apalagi di cina benteng itu 
.... coba nanya marga lu apa ..ngak tahu pasti di bilang .... pribumi aja 
mengakui kakek bunyutnya contoh orang jawa bilang orang jawa ..... Diskriminasi 
itu di satu daerah di indonesia lain lain .....kalau di sumatera terutama MEDAN 
diskriminasi itu terlihat jelas.....coba lu parkir di jalanan pecinaan di medan 
uang parkirnya bisa naik 2 kali lipat .... apa di bilang MOBIL CINA .... 
hahahahaha.....dikit dikit ngomong pake DIAM LU CINA.....
 sakit ngak kalau lu di bilang gitu ...bagi yang belum pernah di gituin .... 
jgn banyak ngomong dulu lah .... kalau bagi yang ngak pernah kena diskriminatif 
coba pikir dulu kejadian 1998 betapa sakitnya hati orang keturunan cina waktu 
itu ... cemana kita di buat.... di perkosa di bunuh...kenapa harus ORANG 
KETURUNAN CINA AJA .kalau belum kena diskriminatif ngomong gedenya itu .... 
wong INGAT KAKEK BUNYUT LU DARI MANA? 
  jangan kan buat SBKRI atau pun surat lain ..... dari makanan aja udah di 
pisah ... cemana mau baur ..... yg satu makan babi yang satu tidak ......kalau 
di luar negeri di amerika  atau eropa mereka bisa berbaur kenapa? dari makanan 
aja ngak di persoalkan mau babi mau ngak ..... ini negara lain pake HALAL atau 
ngak... dari makanan udah di DISKRIMINASI ....SADAR NGAK?diskriminasi itu sama 
dengan di kecilkan , dipisahkan.....lu cina gue HUANA(pribumi)

Ulysee <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
  Hehehe, nah ini pandangan kritis nih: 

"Aku melihat persoalannya dan diskusinya sesungguhnya tidak pernah
kepada mengakui apakah diskriminasi itu ada atau tidak."

Masalahnya, banyak dari antara kita yang menggunakan kata 'diskriminasi'
tersebut tidak pada tempatnya. 
Alhasil bikin ruwet masalah. Yang mana diskriminasi, yang mana bukan,
udah campur baur tidak keruan semuanya dikasih label yang sama, pokoknya
diskriminasi. Diskusinya berputar kesitu situ melulu, tentang ORBA,
tentang masa lalu kelabu, curhatnya juga nggak nambah yang baru, ngurus
paspor, ngurus surat kawin, surat lahir, pungli, soal masuk perguruan
tinggi. 
Lama lama gue bosen... aduuuhhhh keluarin ilmu baru dooonk, masa itu-itu
melulu. 

Diskriminasi, gue yakini pernah ada. 
Tapi yang mana aja? Kenapa bisa begitu? 
Apa masih ada? mana yang masih bisa ditolerir, mana yang sudah
selayaknya dihapus? 
Diskriminasi by intention ?
atau diskriminasi karena tuntutan sikon masa lalu (kayak kita tahu
kenapa istilah 'asli' sampe muncul di UUD 45)?

Gue pernah nantangin orang, mana aja sih aturan yang diskriminatif? 
yang mana sudah dihapuskan sehingga sekarang tidak lagi diskriminatif, 
yang mana yang masih harus diperjuangkan karena masih diskriminatif dan
sudah tidak sesuai dengan perkembangan sikon sekarang sehingga
selayaknya dihapus.
Tapi tantangan nggak pernah dijawab, lagi-lagi muter muter di situ-situ
juga.... cape deeeeeh.


-----Original Message-----
From: budaya_tionghua@yahoogroups.com
[mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of @};-PurpleRose};--
Sent: Saturday, May 03, 2008 12:40 AM
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Subject: Re: [budaya_tionghua] Etnis non Tionghoa


kutip dari Uly:
"di diskriminasi atau tidak, yang penting apakah mampu berbuat".

kalimat Uly diatas menurutku adalah inti pemikiran dari semua pembahasan

ttg diskriminasi yg ada (CMIIW). Aku melihat persoalannya dan diskusinya

sesungguhnya tidak pernah kepada mengakui apakah diskriminasi itu ada 
atau tidak. tapi lebih kepada panggilan agar kita jangan terlarut 
kedalam mentalitas korban yang hanya bisa mengeluh, mencerca, 
memaki-maki, dan mencari kambing belang...yang kemudian tidak berbuat 
apa-apa, hanya bisa mengomeli nasib dan orang lain yg tidak adil kepada 
kita...atau lebih parah lagi, kita juga melakukan hal diskriminatif yang

persis sama kepada orang lain tanpa kita sadari.
itu juga yg kupikir yang ingin disampaikan oleh si Asuk-asuk dengan cewe

cina benteng itu. dan aku sepakat banget dengan cewe cina benteng itu, 
saya juga memilih menolak untuk didiskriminasi!
(tapi kalimat bahwa diskriminasi itu adalah pilihan....saya perlu 
penjelasan lebih lanjut ttg arti kalimat ini :-p)

sekalian kusertakan file CERD disini. semoga bermanfaat

Ulysee wrote:
>
> Suatu kali gue ikut sebuah acara, sosialisasi UU kewarganegaraan taon 
> 2006.
> Seperti biasa khan kalau acara begituan, ada aja soal diskriminasi di 
> senggol.
> 
> Yang buat anak muda tukang ngeyel kayak gue,
> udah langsung lunglai cape hati,
> soalnya BOZZEEEENNN 30 taon hidup denger tionghoa di diskriminasi,
> sekarang udah jaman reformasi, masih itu juga yang dinyanyiin.
> Lagu lama. 
> Pengen nyanyi lagu baru aja, SO WHAT GITCHU LOH !
> 
> Tiba tiba nongol satu asuk-asuk maju ke arah mike,
> namanya gue tidak ingat,
> penampilannya boleh renta, pasti diatas umur babeh gue,
> gue ingat suaranya yang masih gagah, cukup mengagetkan waktu dia 
> bilang begini,
> "saya sekian tahun hidup di Indonesia, tidak pernah merasa di 
> diskriminasi".
> 
> Gue yang tadinya ngantuk denger acara curhat, 
> langsung semangat tepuk tangan.
> Ini... nih yang begini, tokoh panutan yang gue cari.
> Tokoh tua yang berani nentang arus.
> Gue sendiri enggan bergayut manja pada istilah diskriminasi, malu
hati,
> di diskriminasi atau tidak, yang penting apakah mampu berbuat.
> 
> Setelah si Asuk ada lagi cewek, bilang, saya cina benteng, 
> juga tidak pernah merasa di diskriminasi.
> Tepukan gue makin kenceng. Apalagi ketika cewek ini lalu bilang, 
> "Di diskriminasi adalah masalah pilihan! Dan saya memilih untuk 
> menolak di diskriminasi"
> Wah gue langsung terinspirasi.
> 
> Iya juga. Kadang "Diskriminasi" itu penyakit pikiran.
> Pada saat kita berpikir di diskriminasi - terdiskriminasi lah kita.
> kalau tidak berpikir terdiskriminasi - bebas lah kita.
> 
> Dari pertemuan itu begitu pulang gue langsung buka kamus, apa sih 
> definisi diskriminasi??? heheheh.....
> 
> 
> 
> 
>
>

  

                           

 Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com 

Kirim email ke