Hahaha ya iya lah, siapa sih Anda, cuman sekedar orang asing yg mencoba 
merunut2 --katanya, katanya-- punya garis nenek moyang dari sini. Mbok 
Anda sampe jontor mulutnya berbusa2 bilang "wo shi zhongguo ren", 
mereka cuman senyum dan sambil menggeleng bilang "Anda itu siapa ya?" 
Kelemahannya kurang lebih ada 2: Pertama, Anda sudah keturunan ke-antah 
berantah, yg mana sudah gak akan dihitung sebagai bagian mereka. Kedua, 
Anda orang asing.
Tapi Anda akan dipeluk2 dan dianggap sebagai saudara, bahkan kayak 
sodara sekandung, kalau you bawa duit minimal 1T. Maka karpet merah 
menanti Anda.
Hmm..mungkin topik ini harus diulang2 terus ya supaya banyak orang 
sadar untuk tidak lagi terjebak dalam ilusi yg semu (pseudoillution)? 

Belakangan ini emang makin banyak aja orang2 yg datang ke beberapa 
provinsi, mencoba menelusuri lagi --katanya-- jejak nenek moyang, 
sambil ke sana bawa buku silsilah. Tapi sih --kalo ketemu-- biasanya 
ujung2nya buat pamer sepulang ke Indonesia, pamer ke tetangga2 dan 
handai taulan bahwa "iya lho, ternyata gue masih punya sodara di sana, 
namanya si ini, gue udah ketemu desanya, dll." Terus, so what gitu 
lho...

Padahal, kalo memang berasal dari "the great culture of our ancestors", 
maka seharusnya kita ingat, nilai2 apa saja yg unggul, yg positif, dan 
itu harus di-share-kan kepada tetangga2, sehingga sebagai bagian dari 
masyarakat majemuk Indonesia, orang Tionghoa akan dihargai karena 
nilai2 positifnya, bukan malah mengagung2kan sesuatu yg semu dan buta.
Kalo dengan tetangga sebelah rumah kita pun kita nggak berdamai, 
bagaimana kita mau berdamai dengan 200 juta yg lain?
Lho koq lalu ikut2an ngadain demo anti ini itu, tentang HAM di Tibet 
lah, ini lah, itu lah. Lha bagaimana mau bicara ttg HAM kalo dengan 
tetangga sendiri masih suka ngatain "huana".

---------------------
>>Ternyata baik orang pemerintahan maupun masyarakat kota dan 
masyarakat di desa dan termasuk keluarga-keluarga yang berada di tanah 
leluhur tersebut tidak ada satupun yang mengakui dan menerima bahwa 
kami ini adalah Chongguo Ren walaupun kami ini berkulit kuning langsat 
dan mata sipit berbahasa mandarin dan juga bahasa daerah seperti hakka, 
tio ciu, dan hokkian. Bahkan ada yang marah-marah ketika kami mengaku 
bahwa kami adalah Chongguo Ren, betapa kecewanya hati setelah melihat 
kenyataan ini dan pada akhirnya kami memutuskan untuk secara tegas 
menyatakan diri sebagai orang Indonesia, setelah itu tidak ada lagi 
masalah yang kami temui, semua orang menerima kami dengan tangan 
terbuka serta penuh senyum.



Kirim email ke