1. Anda itu gaul dengan orang mana saja ? Kalau pebisnis dan orang
kota tentu saja pikirannya duit. Sudah baca pengalaman apeq Liang U
tinggal di pedalaman ?

2. Anda yakin kalau cari silsilah cuma buat pamer-pamer saja ? Jangan
terlalu berlebihan lah. Banyak yang benar-benar menjadi jati dirinya,
bukan seperti sementara orang yang sudah lupa diri karena banyak hal.

Mungkin saja anda itu merasa bahwa anda itu tinggal di Beijing dan
punya otoritas memberikan komentar. Tapi jangan lupa dunia ini tidak
sesempit yang anda duga. Yang anda alami itu bisa jadi adalah kejadian
personal. Banyak yang punya pengalaman yang jauh berbeda bahkan di
kota besar sekalipun. Sudah refleksi diri belum ke siapa saja
interaksi anda dan cara interaksi anda ? 

Hormat saya,

Yongde

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Eddy Prabowo Witanto"
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Hahaha ya iya lah, siapa sih Anda, cuman sekedar orang asing yg mencoba 
> merunut2 --katanya, katanya-- punya garis nenek moyang dari sini. Mbok 
> Anda sampe jontor mulutnya berbusa2 bilang "wo shi zhongguo ren", 
> mereka cuman senyum dan sambil menggeleng bilang "Anda itu siapa ya?" 
> Kelemahannya kurang lebih ada 2: Pertama, Anda sudah keturunan ke-antah 
> berantah, yg mana sudah gak akan dihitung sebagai bagian mereka. Kedua, 
> Anda orang asing.
> Tapi Anda akan dipeluk2 dan dianggap sebagai saudara, bahkan kayak 
> sodara sekandung, kalau you bawa duit minimal 1T. Maka karpet merah 
> menanti Anda.
> Hmm..mungkin topik ini harus diulang2 terus ya supaya banyak orang 
> sadar untuk tidak lagi terjebak dalam ilusi yg semu (pseudoillution)? 
> 
> Belakangan ini emang makin banyak aja orang2 yg datang ke beberapa 
> provinsi, mencoba menelusuri lagi --katanya-- jejak nenek moyang, 
> sambil ke sana bawa buku silsilah. Tapi sih --kalo ketemu-- biasanya 
> ujung2nya buat pamer sepulang ke Indonesia, pamer ke tetangga2 dan 
> handai taulan bahwa "iya lho, ternyata gue masih punya sodara di sana, 
> namanya si ini, gue udah ketemu desanya, dll." Terus, so what gitu 
> lho...
> 
> Padahal, kalo memang berasal dari "the great culture of our ancestors", 
> maka seharusnya kita ingat, nilai2 apa saja yg unggul, yg positif, dan 
> itu harus di-share-kan kepada tetangga2, sehingga sebagai bagian dari 
> masyarakat majemuk Indonesia, orang Tionghoa akan dihargai karena 
> nilai2 positifnya, bukan malah mengagung2kan sesuatu yg semu dan buta.
> Kalo dengan tetangga sebelah rumah kita pun kita nggak berdamai, 
> bagaimana kita mau berdamai dengan 200 juta yg lain?
> Lho koq lalu ikut2an ngadain demo anti ini itu, tentang HAM di Tibet 
> lah, ini lah, itu lah. Lha bagaimana mau bicara ttg HAM kalo dengan 
> tetangga sendiri masih suka ngatain "huana".
> 
> ---------------------
> >>Ternyata baik orang pemerintahan maupun masyarakat kota dan 
> masyarakat di desa dan termasuk keluarga-keluarga yang berada di tanah 
> leluhur tersebut tidak ada satupun yang mengakui dan menerima bahwa 
> kami ini adalah Chongguo Ren walaupun kami ini berkulit kuning langsat 
> dan mata sipit berbahasa mandarin dan juga bahasa daerah seperti hakka, 
> tio ciu, dan hokkian. Bahkan ada yang marah-marah ketika kami mengaku 
> bahwa kami adalah Chongguo Ren, betapa kecewanya hati setelah melihat 
> kenyataan ini dan pada akhirnya kami memutuskan untuk secara tegas 
> menyatakan diri sebagai orang Indonesia, setelah itu tidak ada lagi 
> masalah yang kami temui, semua orang menerima kami dengan tangan 
> terbuka serta penuh senyum.
>


Kirim email ke