Sebagai catatan saja, di P siantar memakai dialeknya berbeda dengan mandarin, tapi hampir mirip dengan mandarin, dan orang Tionghua siantar menyebutnya sebagai Mandarin Siantar. Jadi kalau orang Tionghua di siantar mampu menguasai 3 bahasa tionghua sekaligus, yaitu bahasa mandarin siantar, bahasa mandarin dan bahasa hokkian (karena pengaruh Medan yang dekat dan dialek yang dipakai adalah Hokkian) Dan bahkan banyak teman saya yang Tionghua di siantar bahkan bisa bahasa batak, dan saya termasuk sedikit dari pribumi yang mampu berbahasa mandarin dengan baik. Karena saya sekolah di siantar sampai smp dan disekolah tionghua. Bung John jadi caleg di PDIP yah
--- On Sun, 9/28/08, Liquid Yahoo <[EMAIL PROTECTED]> wrote: From: Liquid Yahoo <[EMAIL PROTECTED]> Subject: Re: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Sunday, September 28, 2008, 8:50 PM Ko John, penduduk Pematang Siantar itu jagonya bahasa mandarin apa Hokian??? ----- Original Message ----- From: John Siswanto To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Sunday, 28 September, 2008 16:18 Subject: Bls: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Pak Akhmad Bukhari Saleh (ABS) yth, Terima kasih atas pencerahan bapak, saya ingin mengomentari postingan bapak, sbb : 1. Menurut Wikipedia Indonesia, berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, jumlah populasi Tionghoa Indonesia adalah berkisar 4% - 5% dari seluruh jumlah populasi Indonesia. 2. Kalau anda datang ke kota kelahiran saya, Pematang Siantar, etnis Tionghoanya minimal 90 % mampu berbahasa Mandarin (bukan dialek), bukan 10 %..., bahkan non-Tionghoanyapun bisa berbahasa mandarin.. bingung ? coba deh jalan-jalan ke kota kelahiranku. .. untuk mendapatkan pengalaman baru... 3. Saya lebih cenderung, kita tidak mendikotomikan masalah Tionghoa dan non-Tionghoa, lebih baik kita membahas, bagaimana kita sebagai suatu bangsa, saling bahu membahu membangun negara kita bersama, niscaya, masalah-masalah turunannya juga akan dikisis/hilang. .. 4. Kalau kita masih ribut yang boten-boten, sementara jurang pemisah di antara kita makin melebar, apa jadinya bangsa ini ke depan ? wassalam, Jhon Siswanto --- Pada Ming, 28/9/08, Akhmad Bukhari Saleh <[EMAIL PROTECTED] net.id> menulis: Dari: Akhmad Bukhari Saleh <[EMAIL PROTECTED] net.id> Topik: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI Kepada: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Tanggal: Minggu, 28 September, 2008, 1:06 AM ----- Original Message ----- From: King Hian To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Sunday, September 28, 2008 2:05 AM Subject: RE: [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI > Uly: > > - cina yang masih bangga jadi cina > > - tionghoa yang belum pernah meninggalkan jati diri, > > dipaksa maupun tidak - - - - > masa gak ngerasa sih? > apa neng Uly bisa ngomong bhs Cina? > neng Uly kagak bisa ngomong bhs Cina karena apa? > Di zaman orba bhs Cina kan 'barang terlarang'! ------------ --------- --------- --------- - Ada 2 kesimpulan yang tidak tepat di statement di atas ini. Bahkan cenderung ngawur! Pertama, tidak bisa berbahasa tionghoa tidak berarti hilang kebanggaannya dan jatidirinya sebagai warga suku tionghoa. Dari 3-an juta tionghoa di Indonesia, yang bisa bahasa tionghoa paling-paling 300-an ribu. Atau 10% saja. Walaupun banyak di antara mereka yang 90% itu yang masih Konghucu sekali pun! 10% itu pun barangkali sudah kebanyakan asumsinya. Dari seribuan teman tionghoa saya di dunia percersilan, yang paham bahasa tionghoa cuma kurang dari 10 orang, atau 1%. Dan dari 300-an ribu penutur bahasa tionghoa di Indonesia itu, kebanyakan tahunya dialek. Yang bisa Mandarin paling-paling 100-an ribu. Itu pun Mandarin pasaran, yang cuma sampai ni hao ma, wo ai ni, dan lyric lagu Mandarin. Yang mampu muncul di acara Metro Xinwen, misalnya, paling-paling 10-an ribu orang saja. Atau malahan nggak sampai 1.000 orang jangan-jangan! ? Lantas apa tionghoa yang 2 juta 9 ratus ribu, termasuk yang Konghucu, mau dianggap tionghoa palsu, tionghoa yang tidak bangga dan tidak berjatidiri? ? Kedua, banyaknya orang di Indonesia yang tidak bisa berbahasa tionghoa, bukan karena adanya Orba. Dari jaman Orla juga sudah 90-an % orang tionghoa tidak bisa berbahasa tionghoa. Bahkan penurunan jumlah populasi orang tionghoa mampu berbahasa tionghoa yang terdrastis terjadi sudah jauh sebelumnya, yaitu di jaman kolonial, ketika orang tionghoa diklasifikasikan sebagai timur asing yang dimudahkan untuk gelijk gesteeld jadi orang Belanda. Malahan di jaman Orba, untuk kepentingan mereka, rejim Orba mendidik banyak sekali agen-agennya, pribumi dan tionghoa, tentara dan sipil, belajar Mandarin di Singapore, Malaysia dan Taiwan (negara-negara cina yang sahabat RI waktu itu), a.l. teman saya Jend. Agum Gumelar yang fasih Mandarin karena bertahun-tahun di Taipeh. Jadi populasi penutur Mandarin di jaman Orba, jangan-jangan justru naik jumlahnya! Wasalam. Bergabunglah dengan orang-orang yang berwawasan, di bidang Anda di Yahoo! Answers