Sdri.Uly,

karena anda menyebutkan nama Charles A Choppel, maka saya juga akan
menggunakan nama yang sama ditambah dengan Leo Suryadinata.

Mereka berdua pernah membuat paper yang berjudul " The use of the
terms "Tjina" and "Tionghoa".
Penggunaannya dalam tahun 1960 dirasakan sebagai penghinaan oleh orang
Tionghoa, dan kenyataan ini diketahui oleh orang yang menggunakannya.

Jadi, teori absurd bahwa Sindhunata sebagai trader bisa digugurkan
oleh paper Charles dan Leo.


Hormat saya,



Xuan Tong


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "ulysee_me2" <[EMAIL PROTECTED]>
wrote:
>
> Bukannya kasih penjelasan, malah ngeributin hilang ingatan, 
> gimana sih jadi orangtua (angkatan ganerasi tua maksudnya, hihihi) 
> mendingan yang belon lahir aje yang kasih penjelasan kalau begitu 
> mah, 
> 
> Goeeeng, lu kalau mau tahu mah baca bukunya Charles A Choppel aja, 
> kek nya cukup lengkap membahas soal seminar angkatan darat ini. 
> 
> Untuk menjawab sekedarnya, mengingat blackberry lu imut, bisa julig 
> kalau baca banyak-banyak disitu,  gue kasih tahu, Alasan resmi dan 
> formalnya sih seperti yang biasa lu denger lah kalu gue lagi sewot 
> ngadepin yang bereaksi berlebihan terhadap istilah "cina", udah hapal 
> donk alasan-alasan yang sering di-ajukan?
> 
> Tapi alasan utamanya yang jarang dibahas, seperti tercantum 
> adalah "terutama untuk menghilangkan rasa rendah diri di kalangan 
> rakyat kita sendiri, sedangkan di lain pihak menghilangkan rasa lebih 
> unggul di kalangan kelompok yang bersangkutan di dalam negara kita" 
> 
> Jadi intinya adalah untuk menghilangkan KASTA-KASTA an yah. 
> 
> copy paste: 
> "Menurut desas desus yang dapat dipercaya, sekelompok jendral ingin 
> agar seminar itu mengajukan usul anti tionghoa yang lebih konkret 
> tetapi keinginan ini ditentang oleh ...>skip> 
> Dalam konteks ini keputusan untuk menggunakan kata Cina dapat 
> dianggap sebagai KONSESI yang tidak membahayakan dan sebagai imbalan 
> bagi dilepaskannya usal-usul mereka."
> 
> Jadi, Sindhunata disitu sebagai trader, dalam sikon kepepet harus 
> nego, daripada terjadi sesuatu yang lebih parah, mendingan melepas 
> istilah tionghoa-tiongkok aja.  
> 
> copy paste lagi :
> "bagi banyak orang tionghoa, yang pendidikan untuk anak-anak mereka 
> terputus dan yang menjadi sasaran berbagai macam tekanan, pelunakan 
> itu mungkin kurang tampak." 
> 
> Kalau meminjam istilah tetangga, 
> para barisan sakit hati, yakni mereka mereka yang "terluka" dan 
> hobi "menggali luka lama" 
> cenderung akan menghilangkan ingatan dan membutakan diri terhadap hal 
> ini, tahunya terus-menerus ngebusukin orang aja. Heheheheh.....
> 
> Udah juling belon baca di Blackberry nya? Gemana, kurang sadis nggak 
> istilah2 yang gue pake?? Kalau kurang sadis tar kasih tahu ya ya 
> ya.... hihihihihi....... Mumpung libur nih, kesempatan bisa isengin 
> orang nih. 
> 
> 
> 
> --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Fy Zhou <zhoufy@> wrote:
> >
> > Mas Agung, kalau pertanyaan ini anda tujukan kpd generasi yang 
> hilang ingatan, jawabannya pasti :"itu kan sekedar pergantian mode, 
> gitu aja kok repot!" susah memang.
> > ?
> > 
> > --- On Wed, 10/1/08, agoeng_set@ <agoeng_set@> wrote:
> > 
> > From: agoeng_set@ <agoeng_set@>
> > Subject: RE: [budaya_tionghua] King Hian: Tidak Memiliki-Tidak 
> pernah Kehilangan.
> > To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> > Date: Wednesday, October 1, 2008, 9:57 AM
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > 
> > G agak binggung nih . Skrg kalo ada yg ngomong minta balik ke kata 
> tionghoa n tiongkok banyak yg protes bahkan ada yg mati2an bela diri 
> cina n tionghoa sama aja, ga ada bedanya n dia lebih suka pake kata 
> cina drpd tionghoa, nah yg g bingung kalo mereka anggep kata tionghoa 
> n cina sama aja artinya n ga ada bedanya ngapain juga dulu minta 
> ganti? Bahkan secara resmi pula diseminar, kan artinya sama aja. Ini 
> g yg terlalu bodoh atau mereka yg terlalu pinter? 
> > Sent from my BlackBerry?
> > powered by Sinyal Kuat INDOSAT
> > 
> > 
> > From: "extrim_bluesky" <Extrim_bluesky@ yahoo.com>
> > Date: Wed, 01 Oct 2008 08:16:17 -0000
> > To: <budaya_tionghua@ yahoogroups. com>
> > Subject: [budaya_tionghua] King Hian: Tidak Memiliki-Tidak pernah 
> Kehilangan.
> > 
> > 
> > 
> > Dear Koh King Hian yg baik, 
> > 
> > Mana mungkin kita bisa berharap pada seseorang
> > yg tidak pernah memiliki untuk merasa kehilangan??
> > Kalimat ini tidak ada hubungan sama sekali
> > dgn doktrin "non-attachment" Budhisme. 
> > 
> > Kebanggaan dan jati diri Tionghoa tidak bisa
> > dilihat dari "klaim sepihak". Sebagaimana pula,
> > varian bahasa hanya salah 1 spektrum pengenalan
> > orang lain terhadap "kebanggaan & jati diri" 
> > itu. Paradoxnya, banyak generasi muda "cina"
> > demi untuk berada di tengah orbit Ketionghoaan
> > mengklaim diri dengan gegap gempita masih memiliki
> > "kebanggaan & jati diri". Namun aksi, cara berpikir,
> > kognisi dan intuisinya sama sekali tidka menyiratkan
> > "kebanggaan & jati diri"-nya. 
> > 
> > Pepatah bilang: Action speaks louder than words. 
> > PM Zhou Enlai pernah bilang: "Untuk sebuah revolusi, 
> > saya bahkan bersedia menjadi pelacur politik" 
> > 
> > Namun siapa yang berani menghakiminya sebagai 
> > pelacur ketika ia tak pernah sekalipun memberi 
> > keistimewaan kepada keluarganya saat sudah menjabat 
> > sebagai Perdana Menteri, ketika ia tak pernah 
> > membiarkan rumahnya dicat dan dihiasi porselin 
> > mahal, ketika ia tak mengizinkan istrinya 
> > menjadi pejabat partai, ketika ia tak pernah 
> > sekalipun terbukti menguntit uang negara. 
> > 
> > Contoh terbalik dari contoh Zhou Enlai bisa
> > dilihat dari sekelompok "musang berbulu ayam"
> > yg mengklaim masih bangga & tidak pernah
> > kehilangan jati-diri Tionghoa di mulut, tetapi
> > berparadox memihak konsep & kelompok yg
> > nyata-nyata menjadi pioneer pengganyangan
> > identitas dan budaya Tionghoa. 
> > 
> > dari basis paralelisme "aksi" & "bacot", mestinya
> > kita tidak perlu menghabiskan banyak waktu
> > untuk meladeni "musang berbulu ayam". 
> > 
> > best regards,
> > Kenken
> > 
> > --- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, King Hian <king_hian@ ..> 
> > wrote:
> > >
> > > Uly:
> > > Jadi Kemungkinannya ada 2:
> > > 1. KH beranggapan bahwa kemampuan bahasa mandarin adalah bagian 
> > dari
> > > jati diri tionghoa, sehingga kalau enggak bisa berbahasa 
> mandarin, 
> > berarti harusnya merasa kehilangan ketionghoaannya.
> > > Enggak bisa mandarinnya karena dipaksa atau tidak - berarti sudah
> > > meninggalkan jati dirinya??? 
> > > 
> > > 2. (.... belon kepikir apa... KH boleh isi sendiri deh, 
> barangkali 
> > ada
> > > kemungkinan maksud lain yang gue nggak kelihatan??? ?)
> > > ?
> > > KH:
> > > Maksud gua: kita2 ini (Cina produk orde baru) DIPAKSA kehilangan 
> > kemampuan bhs Tionghoanya (tidak mesti Mandarin). 
> Yang 'DIHILANGKAN' 
> > dari kita ini mencakup seluruh aspek tradisi (termasuk agama) 
> > Tionghoa. Gua angkat masalah bahasa adalah sebagai satu contoh yang 
> > paling gampang dilihat. 
> > > ?
> > > Masalahnya ada orang yang sadar bahwa dirinya "telah dicabut dari 
> > akar", ada yang tidak. Ada pula yang lebih ekstrim: orang2 Cina, 
> > yang menganjurkan pelarangan itu.
> > > ?
> > > Tapi semua ini memang tergantung persepsi kita masing2, mau 
> > ngerasa atau tidak, itu pilihan. Tapi sebaiknya jangan jadi tipe 
> > fosil (pake istilah lu)!
> > > ?
> > > KH
> > > 
> > > 
> > > 
> > > Forum Diskusi Budaya Tionghoa dan Sejarah Tiongkok
> > > http://groups. yahoo.com/ group/budaya_ tionghua/
> > > 
> > > --- On Wed, 10/1/08, Ulysee <ulysee_me2@ ...> wrote:
> > > 
> > > From: Ulysee <ulysee_me2@ ...>
> > > Subject: RE: Ketidakmampuan Mandarin Bukan Ukuran ()Re: 
> > [budaya_tionghua] Fwd: Apa kata Harry Tjan RE: [t-net] Selayang 
> > Pandang : Diskusi Tionghoa Dalam Cengkeraman SBKRI
> > > To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com
> > > Date: Wednesday, October 1, 2008, 12:11 PM
> > > 
> > > Iya, gue belum pernah meninggalkan jati diri, dipaksa maupun 
> tidak.
> > > Lalu hubungannya dimana antara jati diri dengan kemampuan 
> berbahasa
> > > mandarin???
> > > Coba dijelaskan secara gamblang sebab gue belum
> > > ngertiiiiiii. ......... ... 
> > > 
> > > Udah baca bolak balik penjelasan KH dibawah situ tetep aja nggak 
> > ngerti,
> > > 
> > > kenapa dari jati diri belok ke kemampuan bahasa mandarin?
> > > 
> > > to remind: 
> > > > Uly:
> > > > > - cina yang masih bangga jadi cina
> > > > > - tionghoa yang belum pernah meninggalkan jati diri,
> > > > > dipaksa maupun tidak
> > > - - - -
> > > > KH: masa gak ngerasa sih?
> > > > apa neng Uly bisa ngomong bhs Cina?
> > > > neng Uly kagak bisa ngomong bhs Cina karena apa?
> > > > Di zaman orba bhs Cina kan 'barang terlarang'!" 
> > > 
> > > 
> > > Jadi Kemungkinannya ada 2:
> > > 1. KH beranggapan bahwa kemampuan bahasa mandarin adalah bagian 
> > dari
> > > jati diri tionghoa, 
> > > sehingga kalau enggak bisa berbahasa mandarin, berarti harusnya 
> > merasa
> > > kehilangan ketionghoaannya.
> > > Enggak bisa mandarinnya karena dipaksa atau tidak - berarti sudah
> > > meninggalkan jati dirinya??? 
> > > 
> > > 2. (.... belon kepikir apa... KH boleh isi sendiri deh, 
> barangkali 
> > ada
> > > kemungkinan maksud lain yang gue nggak kelihatan??? ?)
> > >
> >
>


Reply via email to