Bu Edith Koesoemawiria dan TTM semuah,

Hai, apakabar? Sudah makan?

ijinkan saya numpang nimbrung dikit ya.

Teng-lang itu kalau tak salah merujuk ke basa Tionghua dialek Hok-kian.
Teng = tang, sebutan orang Tiongkok di Tiongkok, dan lang = ren, orang.
Teng-lang = orang Tiongkok, Tionghua. Kalau tak salah, merujuk ke suku
Han, suku bangsa terbesar jumlahnya di Tiongkok. Ada kaitan dengan masa
dinasti Tang. http://zh.wikipedia.org/wiki/唐人

Sila lihat di sini: http://en.wikipedia.org/wiki/Han_Chinese

Kenapa ndak disebut orang Padang? Sebenernya sudah disebut selama ini.
Pan ada istilah teng-lang Medan, teng-lang Padang, teng-lang Jambi, dan
teng-beng - teng-lang benteng, benteng = istilah atau sebutan populer
untuk kawasan Tangerang. Disebut demikian karena dulunya memang ada
benteng yang dibangun oleh VOC atau Portugis untuk menjaga daerah ke-
kuasaan mereka di pantai dekat Tangerang situ.

Setiap teng-lang yang mukim di daerah-daerah tertentu, memiliki kultur
dan kebiasaan yang berbeda satu sama lain. Ini kemungkinan besar dipe-
ngaruhi oleh daerah asal nenek moyang mereka dari Tiongkok sana. Semi-
sal teng-lang Medan kebanyakan berasal dari Hok-kian, dan Pontianak ber-
asal dari Tio-chiu. Sementara Aceh dan Singkawang dominan dari Hak-ka.

Selengkapnya, sila lihat link ini (daftar nama suku-suku di Tiongkok):
http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_ethnic_groups_in_China

Dan, tentu saja pengaruh daerah tempatan (lokal) ikut membuat kultur me-
reka berbeda pula walau sama-sama berasal dari Hok-kian, misalnya. Wa-
lau sama-sama bernenek moyang Hok-kian, tenglang Jawa sedikit banyak
berbeda dari teng-lang Medan. Sedang teng-lang Jawa saja, dibedakan an-
tara Jawa timur (diwakili Surabaya) dengan Jawa barat (diwakili Bandung)
atau Jawa tengah (diwakili Solo, Semarang).

Mau tak mau, pengaruh lingkungan itu ikut merasuk ke dalam tata cara,
adat istiadat, etiket pergaulan dan tentu saja makanannya. Dipercaya ba-
hwa masakan teng-lang Jawa tengah lebih manis dari masakan teng-lang
Jawa barat. Sebab memang lingkungan Jawa tengah cenderung ke manis.
Misal untuk menu fuyunghai, misalnya, rasa manis pada saus fuyunghai
yang agak-agak asam manis itu berbeda 'kadar' manisnya antara masak-
an buatan resto di Surabaya, Semarang dan Bandung.

Kalau soal rasa segan bertanya, mungkin sama saja seperti teng-lang ju-
juga merasa segan untuk bertanya-tanya soal etnis suku lain. Hal ini wa-
jar saja, sebab ibarat kata pepatah 'tak kenal maka tak sayang', maka ka-
lau anda tak kenal, tentu ada perasaan was-was atau takut menyinggung.
Beda sekali kalau anda sudah kenal, maka perasaan segan itu menjadi cair
dan enak saja bertanya bahkan bercanda yang lebih intim lagi.

Begitulah saja kiranya.
Kalau salah sila koreksi, kalau kurang mari tambahkan saja.

Salam makan enak & sehat selalu,
Ophoeng
BSD City


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Edith Koesoemawiria" <[EMAIL 
PROTECTED]> wrote:

hello bung sur,
 
soal tanya menanya emang sering sensitif, tapi biasanya kalau tidak bertanya 
ya sulit untuk tahu.
 
------dipotong--------
 
tapi kemudian kedua rekan ini menangguhkan sampai orang2nya pada sudah pulang, 
dan 
pertanyaannya tak terlontarkan. waktu saya tanya kenapa, yang satu bilang 
karena 
kesulitan ngatasin rasa enggan, dan yang satu bilang karena ngga ada kesempatan 
untuk 
berbicara  di antara mereka sendiri.
 
saya sebagai pendengar cuma bisa berkata bahwa  itu sayang sekali, sambil 
berpikir 
masih banyak sekali yang perlu dilakukan bila ingin agar perbedaan atau rasa 
etnisitas
tak menjadi isu haram.
 
btw, tenglang artinya apa dan kalau boleh tanya, tinggalnya di mana, 
di indonesiakah? kalau iya, pernahkah lihat film : jangan panggil aku cina?
what do you dan teman2  di sini think about it?
 
posisinya di situ, bukan soal disebut cina atau tionghua, tapi kenapa 
ngga disebut orang padang.
 
salam, edith
 



Kirim email ke